Selamat membaca💙
⚪ t h a n k s t o f i x ⚪
Gama menghela napas. Tubuhnya disandarkan di dinding kelas Reva, menanti semua orang yang sedang belajar di dalam bubar. Kebetulan jam terakhir berakhir kosong. Setelah puas tidur di kelas walau bising tak bisa Gama kendalikan, kakinya berakhir di sini.
Sesekali dia menerobos masuk, paling tidak berdiri di ambang pintu. Melipat kedua tangan, menyandarkan tubuhnya, lantas memamerkan lesung pipinya. Cowok itu coba merayu, membuyarkan fokus Reva yang sedang presentasi di depan kelas. Walau gagal, setidaknya Gama senang melakukannya.
Tidak usah ditanya bagaimana Gama menggodanya, hanya kata-kata klise yang membuat orang lain bergidik geli. Guru yang sedang mengajar di kelas itu pun sampai kehabisan akal untuk mengusir. Bahkan, dia mau keluar dari kelas saja sang guru sudah sangat bersyukur.
“Baiklah anak-anak. Sampai di sini pelajaran kita hari ini. Pertemuan berikutnya tolong kelompok tiga tidak ada alasan lagi untuk tidak maju presentasi. Assalamualaikum.”
“Wa’alaikumussalam!”
Bel berbunyi melengkapi kegaduhan. Suara tumpukan buku yang dikumpulkan untuk segera masuk ke dalam tas, diikuti suara ristleting. Decit meja dan kursi bergesekan dengan lantai sudah jadi bunyi pasti.
Jika yang lain saling berebut untuk keluar dari kelas, maka lain cerita dengan yang Gama lakukan. Dia malah menerobos paksa untuk masuk. Menarik kursi sesampainya di tujuan, memamerkan kehadirannya tepat di hadapan yang dicari.
“Gue mau ngomong,” ujar Gama misterius. Matanya sedikit menyipit, kepalanya menoleh memantau keadaan.
“Silakan.”
“Tunggu sepi.”
Reva mengangguk menurut saja. Melirik Gama sekilas, menemukan mata cowok itu yang tak berpaling darinya. Perkataan Titra tiba-tiba kembali muncul di kepala. Jika benar Gama benar-benar menyukainya ... Reva tak berencana untuk mempermainkannya.
Kelas hening dengan cepat. Terakhir hanya ada bunyi ristleting dari tas Reva. Tatapannya pun beralih, menyoroti objek hidup di hadapannya. Menunggu apa yang ingin dia katakan.
“Dingin?” tanya Gama sedikit ragu.
Reva menggeleng pelan. “Sudah enggak.”
“Bawa jaket?” tanya Gama lagi, terlihat sudah kembali biasa.
Reva menggeleng lagi sebagai jawaban. Jawaban itulah yang Gama tunggu, dengan lihai mengeluarkan sebuah jaket dari dalam tasnya. Dengan senang hati meminjamkan kepunyaannya untuk menghangatkan Reva. Sedikit memaksa setelah Reva coba menolak.
Reva tersenyum simpul, memilih mengalah. “Makasih ya, Gam.”
“Lo mau gue apain si Niana?”
Reva terdiam sebentar. Pertanyaan itu meluncur dengan mudahnya seperti daun berguguran. Reva tak membutuhkan pistol yang bisa dia tarik pelatuknya kapan saja. Dia tidak perlu orang lain mencampuri masalah pribadinya.
“Memangnya lo mau ngapain?”
Gama mengangkat bahu. Membuang arah pandang ke luar jendela. Menemukan gerimis kembali datang. “Dia udah keterlaluan, Re.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks to Fix | Revisi
Teen Fiction| Fiki UN1TY | Dalam proses revisi 5 Desember "Aku adalah ceritamu yang telah lama usai." Reva meletakkan penanya di dalam saku, menutup buku diary miliknya dengan perasaan yang dia sendiri tak bisa jelaskan bagaimana. Lembar terakhir yang dia gunak...