|Bismillah.|
Ratu Subang Larang membungkukkan badan dengan mata yang terus menjelajah meniti setiap derap langkahnya."Yunda harus keluar dari istana dan pergi menemui putra-putri Yunda,"
"Kanda prabu biar aku yang mengurusnya. Aku akan bertanggungjawab atas tindakan Yunda ini,"
Subang Larang tidak ada pilihan lain. Rencana Kentring Manik akhirnya ia ikuti. Ia akan pergi menemui putra-putrinya dan memastikan keadaan mereka. Subang Larang ingin meminta izin pada prabu Siliwangi tapi Kentring Manik mencegahnya, dengan dalih bahwa prabu Siliwangi tidak akan menyetujui hal itu. Dengan berat hati, Subang Larang akhirnya memutuskan untuk pergi secara diam-diam tanpa sepengetahuan prabu Siliwangi ataupun putranya Walangsungsang.
Setelah memastikan keadaan aman, Subang Larang yang di bantu oleh Kentring Manik berhasil keluar dari istana.
"Terima kasih, rayi, atas bantuanmu," lirih Subang Larang setengah berbisik.
"Cepat pergilah yunda! Sebelum prajurit-prajurit itu datang!!" seru Kentring Manik sembari menatap ke kanan kiri.
Subang Larang mengangguk cepat. Tanpa membuang-buang waktu lagi, ia segera berlari menjauhi gerbang belakang istana.
"Pergilah yunda Subang Larang. Pergilah!! Tanpa kau sadari, kau sedang berlari menjemput kematianmu. Selamat tinggal yunda."
ⓚⓡⓚⓢ
Kian Santang tetiba menghentikan langkahnya. Mereka telah sampai di sebuah hutan wilayah tengah Padjajaran.
"Ada apa raka?" melihat Kian Santang yang terhenti di tempatnya, Surawisesa pun ikut menghentikan langkahnya dan perlahan mendekati Kian Santang.
"Kita sudah berjalan sejauh ini, tapi kita tidak tau di mana keberadaan Kianara saat ini," ujar Kian Santang cukup gelisah.
"Bagaimana kalau raka coba menerawang keberadaan Kianara, mungkin kita bisa mendapatkan petunjuk dari sana,"
"Baiklah rayi, aku akan mencobanya,"
Kian Santang perlahan memejamkan mata, mengangkat kedua tangannya di depan dada, dan meningkatkan konsentrasi untuk menerawang keberadaan Kianara. Awalnya hanya kabut yang melintas begitu saja, tapi lama kelamaan setitik cahaya perlahan memudar dan menyilaukan mata Kian Santang.
"Rayi," Kian Santang seketika menatap ke arah Surawisesa setelah menurunkan tangannya.
"Kianara berada tak jauh dari tempat ini,"
Surawisesa mengangguk dan bergegas mengikuti langkah Kian Santang.
ⓚⓡⓚⓢ
"TIDAKKK!!!!!"
Darah menyembur membasahi lantai tempat eksekusi berlangsung. Setiap mata membelalak menyaksikan sebuah kepala yang terlepas dari jasadnya.
Senopati Agra telah di hukum mati.
Mata Patih Nirwana memerah menyaksikan kematian adiknya tepat fi hadapannya sendiri. Air mata seketika luruh membasahi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)
FanfictionPerjalanan seorang pangeran kerajaan besar di tataran pasundan membawanya menuju kubangan permasalahan yang tak kunjung habisnya. Kejahatan terus mengintai mengancam setiap orang terkasih. Pengorbanan dan perjuangan menjadi bumbu dasar disetiap uji...