Maafkeun daku yang lama update 🥺
Happy Reading guys....
.
.Ratu Subang Larang kembali menggulung secarik kertas yang ia terima dari Kumpar Putih. Bibirnya melekuk membentuk sebuah senyuman. Ia lantas mengalihkan pandangann ke arah putra dan putrinya yang sedari tadi menatapnya penasaran.
"Apa yang dikatakan rayi Kian Santang, ibunda?" tanya Rara Santang ingin tahu.
"Rayi kalian, Kian Santang. Untuk beberapa waktu dia akan menetap di Kumpar Putih. Selain untuk merawat Kianara, dia juga akan berdakwah di sana." jelas Ratu Subang Larang.
Rara Santang dan Walangsungsang tersenyum sembari mengangguk.
"Semoga saja Kianara segera pulih dan kembali seperti dulu. Gadis yang lincah dan ceria..." gumam Rara Santang.
Subang Larang mengangguk pelan.
"Menurut kalian, bagaimana perasaan rayi kalian, Kian Santang kepada Kianara?"
Walangsungsang dan Rara Santang saling tatap mendengar pertanyaan dari ibunda mereka.
"Maksud ibunda? Perasaan seperti apa ibunda?" tanya Walangsungsang kurang paham.
Rara Santang langsung memukul pelan bahu Walangsungsang dengan gemas. "Raka ini terlalu polos atau bagaimana. Pertanyaan seperti itu saja tidak mengerti." kesal Rara Santang.
Subang Larang tertawa kecil melihat tingkah kedua anaknya itu. Sementara Walangsungsang masih saja kelimpungan melihat sikap adik perempuannya yang tiba-tiba kesal.
"Begini ibunda... Mengenai perasaan rayi Kian Santang, aku tidak begitu memahaminya. Tapi tentang perasaan Kianara, aku sangat yakin... Kianara menaruh rasa kepada rayi Kian Santang," ujar Rara Santang.
Ratu Subang Larang menghembuskan napas pelan. Sembari menerawang menatap langit-langit.
"Bunda hanya dapat mendoakan yang terbaik untuk mereka," lirih Ratu Subang Larang.
"Sebentar ibunda... Aku tidak mengerti apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Walangsungsang yang langsung mendapat pelototan tajam dari Rara Santang.
"Sudahlah ibunda, biarkan saja raka Walangsungsang. Raka memang tidak pernah peka soal perasaan."
Rara Santang lantas menggandeng lengan Ratu Subang Larang yang masih tertawa kecil dan membawanya pergi.
"Ada ada saja." lirih Walangsungsang lantas berlalu meninggalkan tempatnya.
Di sisi lain, seseorang yang berada di balik tempat obrolan itu tersenyum hambar. Ia menarik napas untuk kesekian kalinya.
"Bagaimana caraku untuk menghilangkan perasaan ini?" batinnya berbisik.
—KRKS—
Kianara duduk di sisi ranjangnya, termenung. Setelah menyelesaikan makan ia meminum ramuan yang diberikan oleh tabib istana. Awalnya Kianara menolak, tapi atas desakan ibundanya dan Raden Kian Santang akhirnya Kianara mengalah. Ia merasa tidak ada gunanya lagi untuk melakukan pengobatan. Racun itu akan terus menyebar tanpa henti sampai ajal menjemputnya.
Kianara menoleh saat merasakan seseorang duduk di sisinya dan mengusap kepalanya lembut.
"Bunda?" lirih Kianara.
"Apa yang sedang kau pikirkan, putriku?" tanya Ratu Mewar sembari tersenyum teduh.
Kianara menggeleng pelan. "Tidak ada, Ibunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)
Fiksi PenggemarPerjalanan seorang pangeran kerajaan besar di tataran pasundan membawanya menuju kubangan permasalahan yang tak kunjung habisnya. Kejahatan terus mengintai mengancam setiap orang terkasih. Pengorbanan dan perjuangan menjadi bumbu dasar disetiap uji...