SEKUEL 14 : JANJI KIAN SANTANG

457 56 51
                                    

YEAAYY! Yang kalian tunggu-tunggu akhirnya muncul, kan? Apalagi kalau bukan notif cerita ini. Ahaahha.

Thanks buat yang sudah terus menunggu sampai-sampai kirim pesan ke akunku karena saking gak sabarnya ingin tahu kelanjutannya...

Dan ini dia kelanjutannya...
Happy Reading guys!! 💚

.
.
.

"Sekarang aku ingat, siapa kau sebenarnya..." Wanita tua itu tersenyum menatap Kianara yang masih terlihat letih usai diobati.

"Kau adalah gadis yang dulu pernah menolongku di hutan. Gadis baik hati yang waktu itu mencari obat untuk seseorang tapi sekarang ia yang harus diobati," Wanita tua itu menatap prihatin kearah Kianara.

Kianara mengangkat wajahnya, menatap wanita tua itu. Ia memang pernah bertemu dengannya.

"Tapi maafkan aku, nak. Ada yang harus ku sampaikan..."

Kianara hanya dapat menyimak ucapan wanita tua itu tanpa berniat menanggapinya. Keadaannya terlalu lemah bahkan sekadar hanya untuk berbicara sepatah dua patah kata.

"Racun itu belum benar-benar hilang dari tubuhmu. Ia mungkin masih tertinggal atau berbekas dibeberapa bagian tubuhmu yang lain," ucapnya dengan berat hati.

Mata Kianara sedikit melebar. Ia kembali menatap wanita tua itu seksama. Ingin mendengar penuturan wanita tua itu selanjutnya.

"Racun yang ku berikan memang berhasil mengeluarkan sebagian racun yang menyumbat pembuluh darahmu, akan tetapi... Sebagian yang lain masih tetap tinggal dan bersarang di dalam tubuhmu..."

Kianara menghembuskan napas pelan. Sekarang ia mengerti maksud dari pembicaraan ini.

"Dalam beberapa waktu, kondisimu mungkin perlahan membaik, tapi setelah itu... Mungkin hal berbahaya akan terjadi padamu. Maafkan aku tidak bisa berbuat lebih," ujar wanita tua itu.

Kianara memejamkan matanya perlahan. Dia sudah pasrah dengan keadaannya. "Terima kasih, kau sudah bekerja keras untukku.. Tapi kumohon, mengenai hal ini, cukup kita berdua saja yang tahu."

"Tapi, aku harus menyampaikannya kepada semua orang, terlebih lagi pada Raden Kian Santang. Pemuda itu sangat mengkhawatirkanmu..."

Mata Kianara memanas. Setiap kali mendengar nama pemuda itu disebut, hatinya selalu bergetar. Tapi di sisi lain, kepedihan menyeruak memenuhi rongga dadanya.

"Jangan katakan apapun kepada mereka. Terlebih kepada Raden Kian Santang. Biar aku saja yang menyampaikannya," tutur Kianara.

.
.
.

Kianara cepat-cepat mengusap pipinya yang basah oleh linangan air mata. Kakinya terus melangkah, seirama dengan langkah kaki seseorang yang berada tak jauh didepannya. Tangannya menggenggam erat tongkat kayu yang terhubung dengan tangan seseorang yang menuntun langkahnya.

"Maafkan aku, Raden..." Kianara menatap sosok bayangan didepannya. Penglihatannya semakin memburuk setiap saat. Beberapa kali ia mengusap matanya yang basah karena menangis dan setiap kali itu pula penglihatannya bertambah buruk.

"Aku mengerti Kianara. Kau bersikap seperti ini karena alasan tertentu. Tapi maaf... Aku tidak bisa menerima alasan itu." Kian Santang berucap dengan sedikit menoleh kebelakang. Memastikan Kianara mendengar ucapannya.

Perdebatannya dengan Kianara sebelumnya membuat Kian Santang merasa kesal. Kianara seakan-akan mengusirnya secara halus, meminta Kian Santang meninggalkannya sendirian. Tentu saja Kian Santang menolak dan bersikeras mengantar Kianara sampai bertemu ibundanya.

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang