SEKUEL 6 : RENCANA BERSAMA

284 73 42
                                    

Pagi-pagi udah update aja, 😅
Nih, yang maunya cepat up. Semoga senang ya.

Selamat Membaca!

.
.
.

Kianara duduk termenung di tepi sungai. Matanya terus menatap permukaan air yang terlihat bening. Pikirannya melayang, mengingat kebersamaannya dengan Raden Kian Santang dahulu.

"Kau bukan hanya muridku. Lebih dari itu aku menganggapmu sebagai sahabatku,"

Senyum kecil Kianara terukir di wajahnya yang pucat. Ia menunduk, mengalihkan pandangannya pada kerudung putih yang ia gunakan.

"Tidak apa-apa Kianara. Kau simpan saja. Insyaa Allah suatu saat kau akan siap mengenakannya."

"Aku akan mengenakannya sampai akhir hayatku," lirih Kianara pelan. Ia kembali tersenyum, menikmati pemandangan di sekitar sungai.

"Guru. Apa yang guru lakukan di sini?" seorang anak kecil berusia sekitar 7 tahunan datang menghampiri Kianara. Cepat-cepat Kianara memperbaiki posisi capingnya, lantas menatap ke arah anak perempuan itu.

"Tidak ada." Kianara menggeleng, memamerkan senyumnya. "Ada apa? Apa kau butuh bantuan?" Kianara balik bertanya.

"Aku menemukan ini di depan gubuk guru. Ada tulisan di dalamnya. Aku sudah berusaha membacanya tapi agak kesulitan. Apa guru mau membantuku membacakannya?" ujar anak itu menyodorkan gulungan kertas pada Kianara.

"Coba aku lihat," Kianara lantas membuka gulungan kertas tersebut. Tapi betapa terkejutnya dia setelah melihat isinya.

Mata Kianara membulat sempurna. "Surat ini? Kenapa ada di sini? Bukankah aku sudah membuangnya?" mata Kianara bergerak gelisah. Ia kembali menggulung secarik kertas itu dan tersenyum canggung ke arah muridnya itu.

"Ada apa, guru?"

"Sebaiknya kau kembali pada teman-temanmu, ya. Belajarlah bersama mereka. Aku akan segera kembali." ujar Kianara.

Tanpa ingin membantah. Anak itu mengangguk cepat. Menuruti perkataan Kianara.

"Bagaimana surat ini ada di sini?"

"Kianara ...." Ranggasetya berjalan menghampiri Kianara yang terlihat kebingungan.

"Kakek?" Kianara lantas bergegas bangkit dan hampir terjatuh. Tapi Ranggasetya segera menahannya.

"Hati-hati, nak. Keadaanmu masih sangat lemah." cemas Ranggasetya.

Kianara segera menyembunyikan surat itu di balik punggungnya.

"Percuma kau menyembunyikannya." ujar Ranggasetya yang sempat melihat wajah Kianara yang tegang. "Akulah yang menemukan surat itu dan sudah membacanya. Kenapa kau menyembunyikan hal sebesar ini, Kianara?"

***

Surawisesa mondar-mandir di dalam ruangan yang saat ini menjadi kediamannya dan Kian Santang. Ia terlihat gelisah dan tidak dapat mengendalikan dirinya.

"Raka! Sebaiknya kita memberontak dan segera keluar dari tempat terkutuk ini. Kita bisa melakukannya bersama-sama. Aku yakin, kita pasti menang melawan mereka!" seru Surawisesa setengah membujuk.

Kian Santang diam. Menatap Surawisesa yang berpindah duduk di sebelahnya.

"Aku tidak ingin ada peperangan, rayi. Orang-orang tidak berdosa yang akan menjadi korbannya." ujar Kian Santang.

Surawisesa menepuk jidatnya keras, lantas membuang napas sebal.

"Tapi raka, apa salah satu di antara kita akan benar-benar menikah dengan gadis itu? Aku tidak sudi memiliki ibu mertua seperti Ratu Cempaka. Menyebalkan!" gerutu Surawisesa.

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang