SEKUEL 16 : JANJI KIAN SANTANG 2

570 52 37
                                    

Finally!!
Happy Reading...
.
.
.

Yudakara membuka matanya perlahan.  Dia masih berada ditempat yang sama 6 bulan terakhir. Setelah menerima kekalahan beberapa waktu lampau, pria itu memutuskan bersemadi untuk menambah kekuatannya. Sekarang ia sudah benar-benar merasa bertambah kuat.

"Cucu kesayanganku Yudakara, akhirnya kau menyelesaikan semadi mu. Aku yakin sekarang setelah mengajarkan jurus baru kepadamu, kau akan bertambah kuat," seru Nyai Rompang di iringi cekikikan tawa khasnya.

Yudakara tersenyum miring, lantas turun dari batu besar yang di dudukinya. "Cepat ajarkan aku jurus baru, nek. Aku ingin segera menemui Kian Santang dan menghabisinya!" teriak Yudakara berapi-api. Masih dia ingat bagaimana dirinya selalu kalah dari Kian Santang. Kali ini, ia harus berhasil menyingkirkan anak Siliwangi itu.

"Tidak perlu cemas cucuku, Yudakara. Aku akan segera mengajarkan jurus baru kepadamu. Setelah itu, kalau pergilah ke Kumpar Putih dan habisi Kian Santang!"

"Kumpar putih?" Yudakara mengalihkan pandangannya ke Nyai Rompang dengan tatapan penuh tanya.

"Ya, aku sudah mencari keberadaannya saat ini. Dia sedang berada di Istana Kumpar Putih."

"Tapi sedang apa dia disana?"

"Kau tidak perlu memikirkan hal itu. Yang terpenting, kau harus segera menghabisinya. Mumpung dia sendirian. Tidak bersama saudara-saudaranya. Kau bisa memanfaatkan situasi yang ada." ujar Nyai Rompang penuh kelicikan.

Yudakara menatap lurus kedepannya. Tersenyum penuh keangkuhan. "Baiklah, nek. Akan kuhabisi Kian Santang secepatnya," pria itu mengepalkan tangannya dengan perasaan penuh kebencian.

—KRKS—

Di ruang pengobatan, Kian Santang yang ditemani Ratu Mewar dan beberapa dayang sedang mengobati Kianara. Selain beberapa obat yang diberikan tabib, Kian Santang rutin mengobati Kianara setiap hari menggunakan hawa murninya. Hasilnya tidak buruk. Bahkan cukup membantu mengurangi rasa sakit gadis itu. Tapi hal tersebut nyatanya membuat Kian Santang sedikit kewalahan karena tenaganya terkuras untuk mengobati Kianara.

"Sebaiknya kau berhenti untuk mengobatiku, Raden."

Kianara bersama Kian Santang berjalan menuju halaman samping istana Kumpar Putih.

Kian Santang menoleh kesamping, melihat Kianara yang menatap lurus kedepan dengan tongkat ditangan sebagai penuntun jalan.

"Tapi kenapa? Aku sama sekali tidak keberatan dan ikhlas melakukannya," ujar Kian Santang kemudian.

Kianara menghembuskan napas pelan. Sejenak menghentikan langkah. "Aku tahu itu, Raden. Kau akan selalu ikhlas melakukan setiap kebaikan. Tapi aku merasa keberatan..."

Kian Santang menggelengkan kepala pelan. "Jangan menyerah dengan keadaan, Kianara..."

"Aku tidak menyerah, Raden. Hanya saja, aku merasa sebaiknya pengobatan ini dihentikan."

Kian Santang tercengang. Ia pikir Kianara akan berusaha keras untuk sembuh, walaupun kemungkinan itu sangatlah kecil.

"Tidak ada yang akan berubah, Raden. Aku akan tetap seperti ini. Aku tahu, sebentar lagi waktuku akan selesai, entah kapan. Tapi perlahan aku mulai menerimanya," lirih Kianara.

Kian Santang tidak dapat berkata-kata lagi. Ia dapat melihat senyum tulus dari wajah gadis itu. Seakan berusaha meyakinkan dirinya.

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang