SEKUEL 2 : MENGEMBARA

369 72 46
                                    


"Apa kau yakin akan pergi, rayi?" Rara Santang terlihat cemas, terus memperhatikan Kian Santang yang sedang membereskan barang bawaannya. Seikat kain berisi berbagai perlengkapan serta kebutuhannya di perjalanan.

Kian Santang menatap Rara Santang, tersenyum teduh. Lantas bangkit dari duduknya mendekati yundanya itu.

"Selama yunda selalu menyertaiku dengan doa, insyaa Allah, aku akan baik-baik saja," ucap Kian Santang.

"Benar yang di katakan rayi Kian Santang. Jangan terlalu cemas rayi," Walangsungsang yang baru saja masuk ruangan segera menghampiri kedua adiknya. Menenangkan Rara Santang yang sempat gelisah.

"Kau lupa? Rayi Kian Santang bukan anak kecil lagi. Dia sudah besar sekarang. Lagipula, sampai kapan kau terus berpikir rayimu ini masih anak kecil seperti dulu," kekeh Walangsungsang yang di balas tatapan sebal Rara Santang. Dia sedang serius, rakanya itu malah menggodanya.

Kian Santang tersenyum bahagia. Merasa sangat beruntung mempunyai saudara-saudari yang begitu perhatian dan menyayanginya.

"Aku serius raka!" Rara Santang manyun, menghentakkan satu kaki, jengkel. "Di luar sana, banyak musuh berkeliaran. Apalagi kebanyakan dari mereka mengincar rayi Kian Santang. Bagaimana aku tidak khawatir?" desis Rara Santang. Wajah sebalnya kembali berubah cemas.

"Yunda," Kian Santang menyampirkan tas selempangnya ke bahu. Berjalan mendekati Rara Santang.

"Tolong jangan khawatir. Aku akan lebih lega jika yunda merasa baik-baik saja. Aku berjanji akan menjaga diriku dengan baik." ujar Kian Santang.

Rara Santang menghembuskan napas pelan. Lantas mengangguk. Tidak baik juga cemas berlebihan, itu malah akan memberatkan langkah Kian Santang untuk pergi.

"Aku sudah pamit pada ayahanda dan ibunda. Mereka mengikhlaskan kepergianku dan akan selalu mendoakanku. Aku mohon raka dan yunda baik-baiklah di sini. Jaga ayahanda, ibunda, dan istana ini."

Walangsungsang dan Rara Santang mengangguk mantap. Mereka akan selalu mendoakan keselamatan rayi mereka.

"Kau juga, rayi. Jaga diri baik-baik. Cepat kabari kami jika kau perlu bantuan. Kami akan selalu siap membantu!" ucap Walangsungsang.

"Tentu, raka."

Setelah mengucap salam. Kian Santang akhirnya beranjak pergi. Meninggalkan istana Padjadjaran. Mengembara menyebarkan kebaikan, dan membantu yang membutuhkan. Selain itu, satu lagi yang akan menjadi tujuan kepergiannya. Yakni mencari keberadaan Kianara dan penyebab kepergiannya.

***

Ratu Mewar duduk termenung di taman istana. Sesekali melihat sekelompok prajurit yang tengah berlatih, di pimpin oleh patih Sukmajaya. Pandangannya teralih melihat para dayang yang sibuk mondar-mandir melakukan pekerjaan masing-masing. Istana Kumpar Putih semakin tentram setelah para pengkhianat binasa. Tapi tidak dengan hati sang Ratu yang gundah gulana.

Ratu Mewar telah berhasil menjalankan tugasnya sebagai ratu belakangan ini. Mengurus serba-serbi istana. Mengatur kembali kebijakan kerajaan dan keamanan di dalamnya serta perihal lainnya. Tapi tetap saja, hatinya tidak pernah tenang. Rasa gelisah, takut, sedih, semua bercampur menjadi satu.

"Ampun gusti ratu," seorang prajurit membuyarkan lamunan ratu Mewar.

"Prajurit yang di tugaskan mencari keberadaan Putri Narata tidak menemukan jejak keberadaannya sedikitpun. Semua tempat telah di telusuri, bahkan sampai ke luar wilayah Kumpar Putih," jelas prajurit itu.

Ratu Mewar bangkit seketika. Raut wajahnya semakin memancarkan kesedihan bercampur kecemasan.

"Baiklah. Kembali ke tempatmu, dan katakan pada prajurit-prajurit itu bahwa tugas penyelidikan telah selesai." ucap Ratu Mewar berat hati.

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang