SEKUEL 5 : DUA PILIHAN

270 70 20
                                    

Kian Santang dan Surawisesa berdiri di tengah-tengah balai Agung kerajaan Bengawan. Keduanya di sidang di hadapan Ratu Campaka. Hanya ada dua pilihan. Menikahi putrinya, Ahana. Atau menerima hukuman mati.

"Baiklah, salah satu dari kami bersedia menikahi Putri Ahana,"

Senyum Ratu Cempaka seketika mengembang sempurna. Akhirnya dua pemuda itu luluh juga.

"Raka, apa kau sudah gila??" seru Surawisesa tertahan. Matanya membelalak, menatap tidak percaya kearah Kian Santang.

"Tenanglah rayi. Ikuti saja rencanaku," bisik Kian Santang pelan. Berusaha bersikap tenang.

"Tapi dengan satu syarat," lanjut Kian Santang memusatkan pandangannya ke arah Ratu Cempaka.

"Katakan apa syaratnya!" Ratu Cempaka lantas bangkit dari duduknya. Terlihat antusias.

Kian Santang kemudian menatap ke arah Putri Ahana yang terkejut bercampur gelisah. Wajah gadis itu terlihat was-was. Sementara gadis pelayan di sebelahnya berusaha menenangkan.

"Syaratnya adalah putri Ahana siap untuk menikah. Tanpa paksaan dari siapa pun." jelas Kian Santang.

"Aah, ini benar-benar gila," lirih Surawisesa memutar matanya malas. Gara-gara Si Ratu menyebalkan ini, akan banyak drama yang dia lewati.

"Putriku selalu siap untuk menikah, jadi kau—"

"TIDAK! AKU TIDAK MAU, BUNDA!"

"AHANA!!!" Mata Ratu Cempaka melotot. Seakan ingin menerkam putrinya. Tubuh Ahana seketika menegang. Ia menunduk takut. Menggenggam erat jemari Laras di sebelahnya.

Semua orang kaget melihat hal itu. Ratu Cempaka sangat keras terhadap putrinya. Lihatlah, Ahana bahkan tidak sanggup menatap wajah bundanya. Ia sangat ketakutan.

"Berani sekali kau berteriak kepadaku! Sudah kukatakan DIAM DAN IKUTI TITAHKU!!" seru Ratu Cempaka.

Kian Santang menatap iba melihat putri Ahana yang ketakutan. Sementara Surawisesa mulai gerah berhadapan dengan ratu di hadapannya ini.

"Cukup gusti Ratu! Jangan paksa dia! Putri Ahana juga berhak menentukan hidupnya sendiri, tanpa perlu di tekan dan di paksa seperti itu." ujar Kian Santang.

"Diam kau! Putriku adalah urusanku. Sebaiknya kau tentukan saja, siapa di antara kalian berdua yang akan menikahinya!!" seru Ratu Cempaka geram.

"TIDAK ADA YANG AKAN MENIKAHINYA. KAU DENGAR ITU??" Surawisesa berseru tak kalah kencang. Kemarahannya sudah sampai ke ubun-ubun. Ia tidak ingin tinggal diam lagi.

Ratu Cempaka menghembus napas berat. Kembali menduduki singgasananya. Wajahnya memerah. Menahan amarah.

"Baiklah. Siapkan algojo sekarang juga. Mereka berdua akan aku hukum mati!!"

***


Rara Santang menghentikan kegiatan menulisnya. Segera ia letakkan pena, menutup tinta, dan merapikan meja tulisnya. Tiba-tiba pikirannya menerawang, mengingat rayinya Kian Santang.

"Semoga kau baik-baik saja, rayi." lirih Rara Santang.

Perlahan, pintu kamar Rara Santang terbuka. Muncul sosok ibunda yang tersenyum ke arahnya. Rara Santang bangkit, mempersilakan bundanya masuk.

Ratu Subang Larang dengan senyum anggunnya duduk di sebelah putrinya. Menatapnya penuh kasih sayang.

"Kau pasti memikirkan rayimu Kian Santang."

KEMBALINYA RADEN KIAN SANTANG (SPECIAL.VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang