3. Sang Wanita

1K 228 24
                                    

Selamat berhari Minggu! Semoga selalu sehat. Buat kalian yang gabut, Dee luncurin part baru Freya. Seperti biasa, jangan lupa vote n komen.

💕💕💕

Sosok wanita di depan pintu apartemennya itu tampak kurus dengan gurat kerut yang terukir jelas di wajah. Rambut yang memutih berlomba menghiasi kepalanya.

"Ibu!"

Freya memeluk wanita yang melahirkannya. Seketika tangisnya pecah karena rasa rindu yang menderu. 

"Ayu ne, Nduk! Suwi ora ketemu (Cantiknya, Nduk! Lama tidak bertemu), kamu sudah jadi gadis matang." Wanita itu mengelus rambut Freya dan memeluknya erat.

"Siapa dulu ibunya? Ibunya ayu gini?" Freya mengurai pelukannya dan menggandeng tangan kasar Ibu. Seketika desir nyeri merongrong hati Freya. 

"Monggo, masuk, Bu." Suara bergetar Freya menggaung.

Sembari menutup pintu, Ibu masuk dan mengedarkan pandangan ke sekeliling apartemen. Bagi Ibu, mungkin ini pertama kalinya dia menapakkan kaki di sebuah apartemen mewah. 

Ya, hidup mereka dulu pas-pasan. Awal yang bahagia terombak saat bisnis Ayah jatuh dan dia terlilit banyak utang dari investasi bodong, dan membuat mereka tercerai berai.

"Apik men apartemennya, Nduk. Mama Rani pasti sayang banget sama kamu."

Freya tersenyum, lalu memeluk Ibu dari belakang. "Maaf, Bu. Freya jarang menjenguk ibu."

Ibu menepuk punggung tangan yang mengalung di pundaknya. Walau Ibu terlihat kurus, tapi dia selalu wangi dan rapi dengan balutan baju sederhana. 

"Ora po-po, Freya. Seperti Mama Rani katakan dulu, kamu harus memulai hidupmu dari awal. Malah Ibu takut, Ibu yang akan menghambat kesuksesanmu." Suara Ibu terdengar sengau.

"Maaf. Maafkan Fre kalau jadi anak durhaka dan mengingkari Ibu. Tapi, Fre sayang sekali sama Ibu." Freya menyurukkan wajahnya di leher Ibu. Dia memejamkan mata untuk meraup aroma khas yang manis dan selalu bisa menenangkannya.

Ibu melepaskan pelukan Freya. "Ini, ada oseng-oseng kikil kesukaanmu. Cuma dikit karena Ibu belum dapat gaji minggu ini."

Freya menatap rantang aluminium yang luput dari perhatiannya tadi. Menelan ludah kasar sembari mengusap mata yang berlinang bulir benung, Freya lalu berkata, "Makasih, Bu. Besok, ibu tinggal di sini saja. Nggak usah kerja lagi."

"Ora iso ngono. Kamu kan sementara di sini."

Seperti biasa Ibu selalu enggan menerima bantuan orang lain. Harga dirinya begitu tinggi walau beliau harus membanting tulang demi anak dan suami yang tak bertanggung jawab.

"Rumah ini hadiah dari Mama Rani. Ibu bisa tinggal di sini." Freya meyakinkan wanita berusia lima puluh tiga tahun itu.

"Bagaimana kalau semuanya terbongkar? Ibu takut—"

Freya meletakkan telunjuk di depan bibir Ibu sambil mendesis. "Asal kita diam, masa lalu yang kelam itu tak akan terbongkar."

Freya berbalik, memunggungi Ibu yang masih terus menatap gerak geriknya. Dia menggenggam pegangan rantang itu dengan erat seolah takut terjatuh, untuk meredam rasa nyeri di hati. Sekuat tenaga Freya menggigit bibirnya agar tak ada lagi isakan karena ia ingin melewatkan malam ini dalam pelukan hangat sang ibu.

Ya, pasti semua akan baik-baik saja! Freya berulang kali meyakinkan dirinya sendiri, karena tak dimungkiri muncul ketakutan bila wanita bernama Andini Kamaratih itu berada di dekatnya, maka kenyataan yang selama ini dia tutupi akan mencuat ke permukaan.

Sebuah kenyataan pahit yang membuat Freya sering dirundung oleh temannya karena ia adalah anak seorang pembunuh! 

💕Dee_ane💕

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang