54. Memberi Pelajaran

332 87 10
                                    

Freya dan David nongol lagi, ya. Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian untuk othor yang kamu cintai ini😁 Semoga terhibur dengan cerita ini. Selamat membaca.

***

Selama ini, David sengaja diam karena tidak ingin memicu pertengkaran dengan Freya. Bagaimana pun, David tidak bisa mengambil langkah gegabah sehingga membuat kekasihnya curiga. Dia ingin  menyingkirkan Freya dari jabatannya, tapi dengan cara yang sangat halus dan tidak disadari gadis itu, karena tetap saja David tidak ingin kehilangan Freya.

David mencintai Freya … sekaligus tidak nyaman bila Freya masih berada di tempat yang seharusnya dia duduki.

Bagi David, event ini sama penting seperti yang dirasakan Freya. Dia ingin menunjukkan prestasinya agar kantor pusat mempertimbangkan promosi jabatan untuknya. Namun, langkahnya terganjal karena Freya pun sepertinya tak mau mengalah.

David mendesah kuat sambil duduk dengan kasar di kursi tepi kolam renang. Dia memijat tengkuknya yang terasa pegal. Saat dia ingin bersaing sehat, Freya ternyata asal gasak karena merasa dirinya seorang atasan. Namun, kali ini lelaki itu tidak bisa menahan diri karena kekasihnya mengintervensi pekerjaannya.

Di saat perasaan David tak nyaman, Satria datang menghampirinya.

"Kamu kok di sini, Bro?" David mendongak ketika Satria menepuk pundaknya.

Satria duduk di kursi sebelah David. "Iya. Bosen juga diatur-atur." Dia merogoh tasnya dan mengulurkan sebungkus rokok yang sudah dia buka tutupnya. "Mau?"

David melirik rokok filter yang lama tak dicecapnya. Sudah dua tahun ini David berhenti merokok dan selalu menolak bila ada yang menawari rokok.

"Boleh." David mengambil satu batang rokok dan menjulurkan badannya mendekati Satria untuk menerima api dari pemantik yang dinyalakan manajer Food and Beverage itu.

"Anak-anak yang lain pada kabur juga. Ogah mereka dengerin celotehannya nenek lampir. Udah H-10 gini, kerjaan kita masih disalah-salahin." Batang rokok yang dijepit bibir Satria bergerak naik turun saat dia bicara.

"Oh, ya?" Asap rokok kemudian mengepul dari mulut David saat dia mengembuskan napas. Lama tidak merasakan aroma tar dan nikotin tembakau, membuat lidahnya terasa aneh. Setidaknya asap yang dia hirup mampu meredakan kekesalan, daripada dia harus meminum bir atau cocktail.

"Mereka sudah bekerja keras. Dari matengin konsep sampai ke teknis acara. Belum anak-anak Sales and marketing yang rela door to door ke perusahaan-perusahaan agar mengikuti event ini sebagai outing perusahaan." Satria menghisap dalam-dalam rokok hingga dadanya mengembang.

"Iya. Aku kasihan sama tim kita. Mereka udah kerja lembur dua bulan ini, tapi tetep aja disalah-salahin. Terus pas udah dibenerin sesuai saran Bu bos, meeting berikutnya malah dibilang, 'kenapa diganti? Lebih bagus planning yang lama'. Jadi mumet kan?" David menggeleng-gelengkan kepala, mengingat ulah Freya dua bulan ini.

"Dirimu … sama Nenek Lampir itu … jadian kan?"

Seketika David terbatuk-batuk. Dia menepuk dadanya keras seolah ingin mengeluarkan asap yang berlebihan. Dibuangnya kasar batang rokok yang masih sisa separuh, lalu diinjaknya kasar. Lelaki itu menatap Satria dengan kernyitan wajah keheranan.

Sementara itu, Satria tergelak melihat ekspresi terkejut David. "Tenang, Bro. Nggak usah kaget gitu kali!"

"Kok kamu tahu?" Satu alis David terangkat.

"Seluruh hotel ini tahu, Bro! Kalian aja yang nggak ngeh. Kami kan punya mata. Ada CCTV pula," jelas Satria sambil memperbaiki duduk bersandar di kursi malas. "Sampai-sampai kami sempat taruhan kalian bener jadian apa nggak!"

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang