58. Keluarga Inti

422 100 21
                                    

Hai, Deers! Part ini panjang banget yak. Semoga nggak bosen aja. Jangan lupa klik bintang dan kasih komen. Semoga terhibur yak!

***

Saat ditemui oleh wartawan, David Bagaskara, Asisten GM d'Amore, menuturkan bahwa berita tersebut benar adanya. "Iya. Freya pernah mengatakan bahwa dia anak pembunuh Pak Dika. Pemilik d'Amore sebelumnya."

Mata Freya terasa panas. Dia menatap nanar layar gawai. Tangannya mencengkeram erat benda pipih itu untuk menyalurkan rasa kecewa yang menyusup di hati.

Dengan tangan bergetar, Freya mencari nomor kontak David. Telepon terhubung dalam beberapa detik.

"Mas, Mas kenapa mengklarifikasi berita itu?" tanya Freya begitu mendengar suara David.

"Loh, bukannya itu kebenarannya, Fre? Aku ditanya dan aku menjawab." Entah kenapa nada David terdengar sinis di telinga Freya.

"Mas … kupikir, Mas akan menutupinya demi aku. Enggak … seharusnya Mas diam saja."

"Untuk apa? Kenyataan sudah terbongkar. Kamu nggak bisa ngelak lagi, sekuat apapun kamu menyangkal."

"Aku nggak pernah cerita kalau Ibu yang membunuh Pak Dika. Aku cuma cerita Ibu membunuh orang." Otak Freya mencerna sesuatu yang tak beres. "Dari mana Mas David tahu? Apa jangan-jangan Mas yang menyebarkan ke media?"

Suara Freya bergetar. Dia menggigit kuat buku jari telunjuk yang mengepal. Sekuat tenaga, wanita itu menghela napas untuk mengisi oksigen dalam paru-paru agar kekecewaan yang membuncah tidak membuat air matanya mengalir walau matanya mulai terasa panas.

Hanya keheningan yang menjawab pertanyaan Freya.

"Jawab, Mas? Apa Mas yang memberitahu media karena Mas sebenarnya membenci anak pembunuh Papa Mas?" Suara Freya semakin lirih. Tenggorokannya tersekat dan dadanya terasa sesak.

"Kamu … sudah tahu rupanya kalau aku anak Papa. Ya, lambat laun kamu akan tahu …."

Gigi Freya beradu kencang. Pelipisnya berkedut. Dia sebenarnya ingin David menyangkalnya. Namun, apa yang dia dengar kini seperti sembilu yang menyayat hati.

"Jadi, apa mau Mas?"

"Aku hanya mau d'Amore! Aku nggak rela hotel yang Papa bangun dipimpin oleh anak dari wanita yang membunuhnya!"

"Mas sengaja deketin aku demi d'Amore? Berarti selama ini Mas bohongin aku?" Freya berusaha menekan suaranya yang ingin meledak.

"A—"

Freya menekan tombol merah. Dia takut dengan jawaban David akan semakin meremukkan hatinya. Dia lalu bangkit dan bergegas ke toilet untuk menumpahkan rasa nyeri di batinnya. Sungguh, kenyataan bahwa David-lah yang ternyata membeberkan ke media, sangat membuat hatinya terluka.

"Jahat! Aku benci kamu! Kamu sungguh menghancurkanku, Mas! Kamu sudah mengambil segalanya dariku. Hatiku, karierku, dan … kesucianku!"

Punggung Freya naik turun, berdiri bersandar di pintu bilik kecil toilet sambil menggigit bibirnya erat. Saking eratnya, Freya yakin bibirnya bisa berdarah. Sungguh, Freya tak habis pikir harus menerima hukuman atas sesuatu yang tidak dia lakukan. Apa yang terjadi di masa lalu, sebenarnya karena Ibu hendak membela dan melindunginya saat dia disergap oleh laki-laki hidung belang itu.

Selepas Freya mengurus administrasi rawat inap, sambungan telepon Papa Antoinne masuk ke gawainya. Freya hanya memandang layar handphone. Hatinya pedih, diliputi rasa malu dan takut karena telah membuat masalah.

Pada dering kedua, mau tidak mau Freya mengangkat panggilan Papa Antoinne. Baru akan menyapa, suara berat itu sudah menggelegar di telinganya.

"Freya, kamu pulang ke Surabaya sekarang!" Tanpa basa-basi, Papa Antoinne langsung memberikan titah.

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang