Yogyakarta ....
Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...
Hai, Deers! Bagaimana kabarnya? Semoga selalu sehat. Jangan lupa vote n komen yak.
💕💕💕
Freya tidak suka jadi pusat perhatian. Apalagi yang memperhatikannya adalah laki-laki. Freya tidak suka dengan pria jelalatan yang menatap dirinya dari atas sampai bawah seolah dia boneka yang hendak dibeli dan dimainkan sesukanya.
Namun, cara memandang lelaki itu berbeda. Freya tak mampu menjelaskan. Tak ada tatapan nafsu atau ingin merayu. Hanya mengamati. Seperti kurator seni yang mengagumi hasil karya seni.
Entah. Freya tak yakin. Dia merasa tak cantik dan seksi. Tapi, tetap saja orang lain mengatakan ia sangat ayu, meski bibir tipisnya hanya bisa mengurai senyum sinis. Beberapa temannya juga sering iri dengan pahatan tubuh ramping yang tercetak dalam balutan rok pensil ketat.
Namun, Freya tak pernah mengagungkan penampilan fisik. Baginya kecerdasan perempuan lebih penting daripada kecantikan luar yang bisa pudar.
Freya tergagap berusaha menguasai keadaan. Dia langsung meraih gelas cocktail yang berisi cairan warna merah dengan hiasan ceri dan daun mint di bibir gelas. Untuk mengikis kegugupan, Freya menenggak minuman tersebut dalam sekali tegukan.
Lavina mengerjap. Cocktail yang bernama Sparkling Pomegranate Cocktail itu tertelan habis ke lambung Freya. Vodka yang diramu dengan jus delima, Canada Dry Ginger Ale, dan jus nanas itu habis tak bersisa.
"Ibu … baik-baik saja?" tanya Lavina hati-hati. Dia tidak ingin disembur karena salah mengucapkan kata. Siapa yang tak tahu perangai Freya yang hanya mengenal pedal gas, tanpa rem? Salah memilih kata, itu artinya bunuh diri.
Freya mendongak. Dia berkedip berulang melihat Lavina yang masih terperangah memandangnya. Barulah ia ingat bahwa ia menghabiskan minuman keras campuran jus itu dalam sekali tegukan.
"Ibu kehausan? Apa Ibu perlu air mineral?" tanya Lavina lagi.
"Iya, aku memang haus. Aku paling suka cocktailmu." Freya berdalih dan berusaha bersikap biasa untuk menyembunyikan kegugupannya. Sementara itu matanya kemudian bergulir ke arah pemuda yang masih saja mengukir senyum dari jarak kira-kira dua meter dari tempatnya duduk.
Pandangan mereka bertabrakan. Spontan Freya merutuk dalam hati. Apa-apaan cowok itu? Emang aku benda langka pajangan museum apa? Diliatin mulu dari tadi!
Namun, Freya enggan beranjak. Ia masih ingin menikmati indahnya matahari yang turun ke peraduan dari serambi bar. Semburat jingga di langit terlalu indah untuk dilewatkan sehingga menjadi hiburan tersendiri baginya.
"Eh, Lavina!" Freya membaca name tag yang dikenakan Lavina karena sejujurnya ia tidak tahu siapa perempuan muda yang ditugaskan Gyan hampir di shift pertama hingga Freya akhirnya selalu bertemu perempuan cantik itu.
Jantung Lavina terlonjak. Panggilan Freya pada karyawan selalu diidentikkan dengan semburan kata-kata yang membuat kuduk siapapun berdiri.
"Iya, Bu." Lavina tergagap. "Ada yang bisa saya bantu? Apa racikan cocktail kali ini tidak seenak biasanya?"
"Nggak! Enak kok!" Freya tersenyum sambil mendongak ke arah Lavina yang membelakangi matahari yang sudah condong ke barat. "Tolong, ambilkan sampanye dengan strawberry cake, ya?"
Lavina semakin mengerutkan alis, berpikir bahwa Freya sudah mabuk. Senyum di wajahnya bukan senyum judes yang selalu membuat kuduk bergidik. Namun, gadis itu tidak membantah. Ia berlalu untuk melaksanakan perintah boss tertingginya.
Tatapan Freya mengikuti arah Lavina menjauh. Saat memutar kepala, pandangannya kembali bertemu. Rasanya Freya ingin beranjak dari tempat itu. Tapi, ia menyukai tantangan. Tantangan di mana dia harus tetap betah duduk di kursinya walau tatapan teduh itu terasa mengintimidasi.
Lelaki berbaju merah itu mengurai senyum miring hingga lesung pipinya tercetak jelas. Ah, manis sekali memang! Lelaki itu cocok menjadi artis. Tapi melihat dia setiap sore ada di situ, sepertinya dia tidak punya kesibukan lain.
Freya memilih melengos kala senyum lelaki itu semakin melebar. Dia menggenggam erat tangannya berharap dia tidak berdiri yang menghampirinya untuk menuangkan sisa orange squash ke arah wajah bersihnya agar tidak mengumbar senyum hangat yang bisa melelehkan hati para gadis yang melihatnya.
Termasuk … Freya!
💕Dee_ane💕
Ish, siapa sih yang tebar pesona?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.