42. Semua Ada Waktunya

315 92 14
                                    

Hai, Freya dan David balik lagi. Silakan tinggalkan jejak banyak-banyak. Semoga terhibur😍

"Bro, apa kamu nggak ngerasa Bu Bos kita tersinggung?" Satria berbisik selepas Freya keluar dari meeting room.

Alis David merengut. Gerakan tangannya menata barang-barang di atas mejanya terhenti. "Tersinggung piye, Bro?"

"Lha mau … suara aja sampai kek seriosa. Melengking tinggi." Tangan Satria terangkat ke atas seolah memperagakan beberapa loncatan tangga nada yang dicapai pimpinannya.

"Tersinggung bagian mana? Emang aku ngomong apa?" David menggaruk-garuk lehernya yang tak gatal. Jelas dia bingung, bagian mana yang membuat Freya tersinggung. Dia merasa apa yang dilakukannya sudah sesuai protap.

"Yang manajemen komplain tadi." Satria menutup gerakan mulutnya dengan buku, sambil matanya melirik ke kanan dan ke kiri.

"Heh?" Alis David semakin menukik. "Loh, itu kan aku harus gercep! Sebelum calon customer lain membaca review tentang keluhan itu."

"Masalahnya, ya, Bro … muka Bu Freya tadi dah kusut kek jemuran belum disetrika."

"Bukannya mukanya emang gitu dari dulu ya?" Satu alis David terangkat ke atas.

Kali ini Satria hanya bisa terkekeh mendengar komentar David dan tidak melanjutkan obrolan mereka karena masih ada pekerjaan lain di bagiannya.

Namun, obrolan pendek dengan Satria itu sempat membuat David berpikir. Apakah dia keterlaluan? Karena terbukti setelah beberapa hari dari meeting itu, Freya tampak menjauh. Bahkan di sore hari, gadis itu tidak tampak di bar.

David sengaja memanggil Bita untuk memberikan dokumen yang harus disetujui oleh Freya. Sembari menata dokumen, lelaki itu menanyai sekretaris GM yang sedang berdiri di hadapannya.

"Ta, Mbokmu angrem di ruangannya ngapain aja?" David bertanya dengan gaya seolah memberikan percakapan random. Matanya masih tertuju pada berkas yang ada di depannya.

Bita terkikik. "Bapak ini kok bahasanya aneh banget."

"Aneh piye?" David mendongak dengan satu alis terangkat. 

"Mbok saya ya di rumah to, Pak. Lagian simbok saya bukan ayam."

David tergelak keras. "Maksudku ... Bu Bossmu! Kerasan banget di ruangannya terus dari pagi."

"Oalah! Iya, Pak. Beliau ngerjain macem-macem." Bita menggeleng prihatin. "Akhir-akhir ini saya jadi ikut lembur karena sungkan kalau pulang duluan."

David mengangguk-angguk, sambil tersenyum miring penuh arti.

***

Warna jingga sudah menggusur langit terik musim kemarau. Begitu melirik jarum jam yang menggantung di dinding, David langsung berkemas. Dia bersiul sambil menyambar tas kulit cokelat dan jasnya. 

Saat David keluar dari ruangan, dia masih mendapati Bita duduk di kursi belakang mejanya dengan gelisah. Berulang kali gadis itu melongok ke ruangan pimpinan dan decakan kembali menggema di lorong.

"Nggak pulang, Ta?" David sengaja menggoda bawahan Freya.

"Gimana mau pulang, Pak? Tuh Bu Freya masih angrem aja." Bita tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.

"Udah, sana kamu pulang aja." David menggerakkan kepalanya untuk menegaskan titahnya.

Bibir Bita mengerut. Dia melirik lagi ke arah ruangan kaca yang masih memperlihatkan Freya yang sedang bergumul seperti sudah mendengar ajakan setan.

"Tapi, Pak—" 

David berdeham keras. "Udah. Santai aja. Aku yang tanggung jawab!"

Seketika mata Bita berbinar. "Bener nih, Pak?"

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang