Hai, Deers! Rerima kasih sudah mendukung cerita ini. Semoga terhibur yak. Jangan lupa vote n komennya ya.
💕💕💕
Alarm gawai Freya meraung saat waktu sudah menunjukkan pukul lima. Biasanya bila waktu bekerja usai, dia akan segera membereskan berkas dan bergegas menuju ke bar di lantai dua. Hanya saja, Freya urung melakukan kebiasaan. Ia tiba-tiba teringat laki-laki penebar senyuman yang entah kenapa sangat mengganggu. Dia tidak nyaman karena senyum hangat itu membuat hati bekunya mencair. Sebuah sensasi yang tak pernah ia rasakan pada lelaki manapun.
David.
Seingat Freya namanya David seperti yang ia sebutkan. Lelaki itu berpostur tinggi dengan ceruk pipi yang menggemaskan. Senyuman yang selalu terurai itu mengundang siapa saja untuk menoleh dan mengagumi paras manisnya.
Freya menggigit bibir. Dia melirik ke arah jam kecil yang bertengger manis di sudut meja. Kepalanya dipenuhi pertimbangan apakah dia harus pulang atau menikmati pemandangan langit senja ditemani cocktail.
Gelengan kepala menjawab kegalauannya. Dia memutuskan untuk pulang. Lagipula, dia tidak ingin membuat Ibu bersedih karena pulang terlalu larut dan berbau alkohol.
"Sebaiknya aku pulang." Freya memantapkan pilihannya. Dia bangkit lalu merapikan kertas-kertas di atas meja. Ditumpuknya kertas itu di sisi meja, kira-kiira berjarak 5 cm dari tepi.
Setelah memastikan meja sudah rapi, Freya mengambil tas yang ia simpan di lemari bawah meja. Dia bergegas keluar dari ruangannya untuk menuju lift yang ada di ujung lorong. Saat dia masuk dan hendak menekan tombol UG, jari telunjuknya terhenti di udara. Dia mengerucurkan bibir berpoles lipstik oranye sambil mengerutkan alis.
"Apa sebaiknya aku ke bar dulu?" Bibir mengerucut itu mencong ke kanan. "Ah, ngapain juga aku harus terganggu sama cowok yang suka tebar pesona itu?"
Akhirnya jari lentik itu mendarat di tombol nomor dua. Freya menggigit sudut kiri bibir dengan ekspresi meragukan keputusannya. Tetapi begitu pintu tertutup dan bilik kecil itu bergerak ke bawah, Freya perlahan memantapkan hati bahwa dia datang ke bar karena ingin menikmati hangatnya langit senja. Bukan hangatnya senyuman manis itu.
Entah kenapa jantung Freya berdetak dengan kencang. Bahkan debarannya lebih kuat saat ia menempuh ujian tesis beberapa bulan lalu. Berulang kali Freya menghela napas untuk meraup udara agar bisa menetralkan degupan yang tidak bisa dikendalikan.
"Apa aku sakit?" Freya menepuk dadanya. Tapi debaran itu tidak juga kunjung mereda.
Dentingan pintu lift terdengar diiringi derik kasar pintu yang terbuka. Freya memandang kosong lorong di depannya. Batinnya masih bergolak saat kakinya ingin melangkah. Tungkainya terasa kaku seolah terbelenggu rantai hingga ia hanya bisa terpaku di lantai.
Karena tak juga bergerak, pintu perlahan tertutup. Sebelum pintu tertutup sempurna, dia menahan salah satu sisi hingga pintu terbuka kembali.
Freya kemudian melangkah dengan satu langkah berat. Dalam hati ia merutuk karena lelaki itu sungguh sangat mengganggu. Baik ada wujudnya maupun tidak.
***
Seperti biasa, suasana bar yang konsep interior earth tone itu terlihat sepi. Bahkan bar itu terlihat seperti tempat berkabung karena ia hanya disambut oleh karyawan yang menumpukan kepala di meja.
Freya berjalan menuju meja bar dan mengetuk permukaannya. Lavina yang duduk dengan menyandarkan kepalanya terlonjak dan buru-buru menegakkan kepala.
"Selamat da—" Senyum di wajahnya pudar saat melihat Freya–lah yang datang.
"Ada apa?" Alis Freya mengerut melihat perubahan ekspresi Lavina.
"Bu Freya, mau pesan apa?" Lavina turun dari kursinya dan berusaha menarik bibirnya yang justru terlihat seperti senyum yang tidak tulus. Dia bahkan tidak memedulikan pertanyaan boss–nya.
"Pesen cocktail …." Freya menggigit bibirnya sambil berpikir sejenak. "Non alkohol. Ya, non alcohol cocktail. Racikan yang enak ya."
"Baik, Bu." Lavina lalu meraih shaker untuk meracik pesanan Freya.
Sementara itu, Freya memandang berkeliling. Di ruangan itu sama sekali tak ada manusia selain dia dan Lavina. Hanya alunan musik top 40 yang mengisi keheningan.
"Sepi sekali?" tanya Freya yang kini memandang ke arah serambi.
"Iya, Bu. Baru Ibu pelanggan pertama saya sejak saya masuk shift kedua." Lavina menuang perasan lemon ke dalam gelas. "Bu, apa hotel ini mau bangkrut?"
💕Dee_ane💕

KAMU SEDANG MEMBACA
Paralel (Completed)
Literatura FemininaYogyakarta .... Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...