Hallo! Hari libur sudah berakhir. Besok saatnya kembali bekerja. Malam ini kalian akan ditemani oleh Freya lagi ya. Tapi sayangnya sepi komen🤧. Makasih buat sider yang udah baca. Jangan lupa klik bintang n komennya ya.
💕💕💕
Tenggorokan Murni bergerak naik turun. Matanya semakin merah. Bibir pucat yang sepertinya tak sempat dipoles lipstik digigit hingga semakin memutih. Bahunya yang bergetar terangkat perlahan hingga mengembungkan dada.
"Bu, sa-saya mohon! Anak saya habis kecelakaan. Ta-tadi dia muntah … saya panik hingga tidak sempat meminta izin." Suara yang terlontar dari bibirnya bergetar. Air mata sudah meleleh membasahi wajah sawo matangnya.
Freya masih melayangkan tatapan tajam. Terkadang matanya menyipit mengamati gerak gerik bibir tebal itu. Suasana mendadak hening karena Freya tak bereaksi apapun.
"Bu …," desah Murni dengan ekspresi memelas.
Freya mengeratkan rahangnya. Sungguh, ia benci mimik wajah yang minta dikasihani itu. Dia sangat paham kondisi Murni. Tapi dia tidak ingin tujuannya terhambat gara-gara memberi belas kasihan pada wanita beranak satu itu.
"Maaf, saya tidak bisa! Carilah pekerjaan yang bisa memahami masalah pribadimu, Bu. Hotel ini membutuhkan karyawan berdedikasi tinggi! Sebuah percepatan pemulihan sistem yang bobrok harus segera dilakukan kalau tidak ingin hotel ini merugi." Freya mengembuskan napas panjang seraya mengempaskan punggung pada sandaran kursi. Dia mengalihkan pandangan enggan menatap wajah Murni yang seperti tikus yang tersudut.
"Bu, beri saya kesempatan sekaliiii saja. Saya janji akan memberikan kemampuan saya yang terbaik untuk hotel ini." Murni mengacungkan jari telunjuk kanan sedang tangan kirinya melingkar di pergelangan tangan kanan.
Freya menumpukan siku kanan di sandaran lengan. Kembali jemari lentiknya memainkan anting bulat seolah ingin menangkis suara Murni yang ingin dimaklumi.
"Sudah dua kali, Bu—"
Murni memberanikan diri menyela Freya. "Bu, saya mohon. Anak saya masih membutuhkan biaya. Penghasilan saya hanya dari pekerjaan sebagai manajer front office. Saya rela diturunkan dari posisi manajer asal tidak dipecat."
Tangis Murni semakin menguar dan itu membuat Freya muak karena mengingatkan bagaimana dulu Ibu dipecat karena tidak masuk satu hari demi membawanya ke dokter.
"Tidak!" Mata bulat Freya membesar. Kedua alisnya terangkat. "Selama saya yang menjadi general manajer di sini, saya tidak akan membiarkan satu karyawan pun bersikap seenaknya. Apapun alasannya!"
***
Keputusan Freya sudah bulat. Dia tidak mentolerir kemalasan. Apakah memang Murni jujur? Freya tidak peduli itu. Ya, toh orang lain tidak peduli dengan hidupnya selama ini.Kisah ini pasti akan terjadi di perusahaan mana pun. Dulu manajer HRD memecat Ibu dengan alasan Ibu tidak masuk hanya satu hari tanpa sempat memberitahu di antara hari-harinya yang selalu mendedikasikan kemampuan terbaiknya untuk hotel ini. Ibu memberi alasan yang sama dengan Murni. Namun, apakah pihak hotel peduli?
Dulu Freya marah. Tapi kini ia mengerti bahwa visi dan misi perusahaan harus didukung loyalitas dan profesionalitas kinerja karyawan.
Freya menggebrak mejanya hingga barang-barang di atasnya bergetar. Napasnya tersengal dengan pundak naik turun. Di antara semua orang, Freya paling tahu apa arti ekspresi memelas itu. Tapi, Freya memilih tak acuh karena ada tujuan besar yang ingin dicapainya. Jangan sampai dia memberi kelonggaran, hingga berakibat kendornya kinerja karyawan yang lain. Setidaknya, kisah Murni ini akan menjadi pelajaran bagi semua karyawan, bahwa general manajer mereka tidak main-main untuk membangun tatanan manajemen yang baru.
Freya mengembuskan napas kasar dari mulutnya. Dia meraih tumbler infused water yang dibuatkan Ibu semalam lalu enegak cairan beraroma semangka, dan daun mint untuk menelan kembali rasa tak nyaman yang perlahan menyusup di dada.
Saat pandangannya menumbuk pengajuan biaya yang akan dicairkan oleh departemen keuangan untuk pengendalian hama di lingkungan hotel.
"Ini terlalu besar! Aku harus memanggil Pak Mardi dan manajer keuangan. Bagaimana bisa Pak Mardi meloloskan besaran uangan sebanyak ini untuk membayar pihak ketiga sementara finansial hotel sedang tidak bagus." Bibir Freya komat-kamit berkata-kata dengan dirinya. Tangan kanannya segera meraih gagang interkom, dan jari telunjuknya menekan tombol angka dua. Namun, tak ada jawaban dari seberang sehingga dia menghubungi sekretarisnya. Tak menunggu lama, sambungan interkom terhubung.
"Ya, Bu," sapa Bita ramah.
"Suruh Pak Mardi ke ruangan saya!" sergah Freya dengan wajah kusut.
"Ehm, tadi … tadi … beliau berpesan kalau beliau pulang awal karena tidak enak badan."
"Apa?!" Suara Freya meninggi hingga wajahnya memerah.
Bagaimana bisa ia tidak tahu asisten general manajernya tidak ada di tempat? Sungguh, tempat ini sudah sangat bobrok! Kalau petingginya saja berlaku sesuka hati, bagaimana dengan bawahannya? Kepala Freya seketika berdenyut. Ingin rasanya ia menyerah. Tapi dia sudah setengah jalan. Ia tak mau gagal, dan dianggap tak mampu.
Apapun yang terjadi, Freya harus berhasil mencapai apa yang ia inginkan.
Demi Ibu!
💕Dee_ane💕
![](https://img.wattpad.com/cover/286868894-288-k252386.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralel (Completed)
ChickLitYogyakarta .... Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...