Hai, Deers. Hampir aja aku mau off karena hari ini banyak banget yang aku kerjain dengan kondisi badan yang nggak begitu bagus. Semoga kalian sehat ya. Jangan lupa vote n komennya.
💕💕💕
Namun, belum sempat membaca isi headlines yang ada dalam surat kabar itu, Mama sudah menghidangkan teh poci yang wanginya menguar di seluruh ruangan.
Karena lebih tergoda dengan teh buatan Mama, David akhirnya meletakkan koran tersebut dan meraih poci untuk menuangkan cairan merah yang pekat ke dalam cangkir tanah liat. Satu bongkah kecil gula batu cukup untuk memaniskan teh yang terasa sepat di lidah tetapi begitu nagih.
"Mas, piye pendapatmu tentang homestay ini? Sejak kamu menyarankan untuk lebih gencar promo dan membangun company branding, usaha kita maju pesat. Nggak salah kalau hotel tempatmu bekerja mempertahankan kamu sebagai direktur marketing." Mama memperhatikan David yang kini memejamkan mata sambil menghirup uap harum teh melati sebelum mencecapnya.
Seusai meneguk separuh isi cangkir, David meletakkan kembali cangkir dan menanggapi sang mama. "Bagus kok, Ma. Memang berkembang pesat. Tamu merasa tinggal di sebuah keluarga Jawa dengan layanan seperti di sebuah bugdet hotel."
"Nah, cita-cita Mama memang menyulap homestay ini menjadi sebuah hotel. Oleh karena itu, Mama panggil kamu."
Alis David mengerut. Bibirnya mengerucut, enggan berkomentar.
"Mas, cuma ini yang bisa Mama wariskan untuk kamu." Mama beringsut duduk mendekat menyebelahi David.
Wanita itu meraih tangan kekar sang putra dan mengelus punggungnya.
"Mama sudah mewariskan banyak hal. Mama juga susah payah nyekolahin Dave walau harus kerja keras banting tulang menjadi chef di D'Amore." Kini, David yang ganti menangkup tangan wanita yang melahirkannya.
“Matur nuwun, ya, Mas. Pasti berat buat kamu mengundurkan diri dari jabatan dan gaji yang menggiurkan.
Hati David berdesir mendengar penuturan Mama. Bagaimana pun, pilihan yang sulit meninggalkan segala kenyamanan dan karir yang mulai menanjak. Walau tak rela, ia tak punya pilihan. Ia berharap akan mendapatkan hal yang lebih baik daripada sekedar menjadi pengurus home stay kecil warisan keluarga.
***
Tak terasa hari ini sudah minggu kedua David pulang. Seperti pagi kemarin, Mama masuk ke dalam kamarnya dan menarik sarung bermotif kotak yang menyelubungi raga jangkungnya. Kaki kuning berbulu lebat itu terkuak disertai erangan protes dari mulut David.
"Ya ampun, Mas! Ini sudah jam delapan pagi! Kamu kenapa malas-malasan begini?" Mama berkacak pinggang di samping ranjang sang putra. Desahan keras terdengar saat ia mengambil sapu lidi untuk menebah tungkai panjang itu.
"Ma, masih ngantuk!" David mengerang sambil menarik kembali sarungnya.
Mama menarik tangan David hingga mulutnya meringis memperlihatkan gogi putihnya. "Mas, sejak kamu datang, tiap hari kamu mblayang wae (main-main saja)! Mbok ya bantu Mama. Bikin konten branding opo ngurusi piye caranya biar homestay ini tiap hari ada tamu."
Mau tak mau, David bangkit dari tidurnya. Dia bersila sambil menutupi tubuh yang hanya berbalut boxer short. "Mama, ini! Aku masih ngantuk!"
"Mas, semalam ke mana kamu? Mama tunggu sampai jam 12 belum juga pulang." Mama mengerutkan alis dengan pandangan yang menyipit tajam pada sosok sang putra.
"Aku jalan-jalan sama Adam." David menggaruk rambut ikalnya.
"Lha daripada mlaku-mlaku nggak jelas, mending bantu pembukuan Mama. Atau apalah yang bisa kamu kerjakan di homestay ini." Mama mulai ceramah dalam satu tarikan napas tanpa jeda.
"Ma, aku udah turutin kemauan Mama buat pulang. Buat nemenin Mama. Tapi aku nggak mau cuma kerja di tempat kecil seperti ini!" Suara serak khas bangun tidur David meninggi.
Mama hanya bisa mengerjap dengan mulut terbuka lebar saat mendengar jawaban putranya. "Lantas kamu mau ngapain? Luntang lantung nggak jelas gitu!"
"Ya … aku pengin kerja di hotel yang gede. Masa dari Red Moon ke Omah Jowo, Ma? Mau ditaruh mana mukaku?" David mulai beringsut di tepi ranjang lalu bangkit dan mengenakan sarungnya.
"Ah, kamu gengsi? Homestay ini yang menjadi penghidupan kita, Le!" Mata Mama memelotot seolah tak terima apa yang dirintisnya disepelekan sang putra.
"Ya, kita terpaksa hidup seadanya, karena Papa meninggal dan aku nggak mau lagi hidup pas-pasan, Ma! Dan aku mau rumah ini tetaplah menjadi rumah yang menyimpan kenangan masa kecilku bersama Papa!"
Sergahan David membuat dada Mama kembang kempis. Wanita paruh baya itu lantas keluar tanpa suara meninggalkan David yang bertelanjang dada dan bersarung, berdiri sendiri di kamarnya.
"Maaf, Ma. Aku punya pertimbangan lain."
💕Dee_ane💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralel (Completed)
ChickLitYogyakarta .... Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...