25. Hampa

428 132 19
                                    

Hallo, Deers! Apa kabarnya? Semoga selalu sehat. Malam ini Freya datang lagi ya. Semoga kalian menyukai cerita officeromance ini. Biar keliatannya partnya udah banyak, kalau dijadiin satu, ini masih part 8-an loh🥲 Jangan lupa vote n komennya ya. Kemarin sepiiii ... kek d'Amore sekarang😪

💕Happy reading💕

Freya mengerutkan alis mendengar pertanyaan Lavina. Kepalanya meneleng, menatap bartender muda yang sedang meracikkan minuman non alkoholnya.

“Kok bisa kamu mikir kaya gitu?” 

Pertanyaan Freya itu sontak membuat telinga Lavina memerah. Ia menghentikan gerakan tangannya yang memegang shaker. Ia meringis. Takut apabila Freya tidak berkenan dengan pertanyaan spontannya.

“Ya, karena …” Lavina menggaruk leher belakangnya sambil memberikan cengiran. “Hotel ini sepi … kaya kuburan. Bahkan sekarang tamunya adalah han---”

Freya mendengkus menyudahi ucapan Lavina. Memang benar kata Lavina kalau hotel yang dipimpinnya sekarang lebih mirip gedung berhantu daripada sebuah penginapan berbintang lima.

“Tenang aja. Nggak akan aku biarkan hotel ini bangkrut selama aku memimpin.” 

Lavina membeliak lebar. Mata cokelat itu mengerjap. “Betul, Bu?” Bibir penuh itu mengurai senyuman lebar.

Freya mengangguk mantap. “Ya! Makanya, kamu harus bekerja makin rajin biar bisa menarik pengunjung.”

“Siap, Bu!” 

Freya menggelengkan kepala, sambil tersenyum. Walau sebenarnya batinnya terasa bergemuruh, karena melihat kenyataan bahwa usahanya belum menampakkan hasil yang maksimal.

Freya kemudian melangkah menuju ke serambi luar bar. Matanya menyipit saat memperhatikan kaca transparan yang biasanya menampakan lelaki yang sudah beberapa hari ini duduk di sisi dinding pembatas serambi.

Walau Freya sudah berusaha untuk menajamkan penglihatannya, tetap saja dia tidak mendapati David yang biasa duduk di situ. Bahkan saat Freya sudah menginjakkan kaki di area luar bar, dia tak mendapati seorang pun di sana.

Sepi. Sesepi hatinya yang membuat jiwanya hampa. 

Freya menelan ludah kasar. Decakan keras menguar untuk meluapkan rasa kecewa yang Freya sendiri tidak tahu kenapa. Seolah Freya sengaja datang ke situ untuk menemui laki-laki bernama David itu. 

Sambil meletakkan tasnya dengan kasar di atas meja, Freya duduk di sudut serambi tempat dia biasa menghabiskan sore. Dia mengembuskan napas panjang melalui mulutnya.

“Freya, Freya, kamu kenapa sih? Dia itu sama aja kaya cowok hidung belang yang suka menggoda cewek.” Namun, saat mendengar pintu kaca berderik, Freya buru-buru berbalik dan mengurai senyum.

Melihat Lavina berjalan ke arahnya dengan nampan dan segelas cocktail pesanannya, ekspresi kecewa semakin terukir di wajah Freya.

"Ini mojito cocktail.” Lavina meletakkan segelas cairan bening dengan irisan jeruk nipis yang terlihat sangat menyegarkan. Kali ini Lavina memadukan daun mint, air soda, perasan lemon, dan es batu.

Freya menarik gelas dan memasukkan ujung sedotan di antara bibir tipisnya. Dalam sekali hisap, ia bisa merasakan kesegaran yang paling tidak bisa melegakan rasa kecewanya.

Sementara itu, Lavina masih berdiri di samping Freya sambil memperhatikan ekspresi boss--nya yang selalu puas dengan minuman hasil racikannya. Kedua tangannya memegang nampan di depan tubuh.

Freya mengangguk senang. Ia mendongak memandang Lavina. “Ini enak! Ya, kenapa nggak dari dulu aku memesan minuman ini?”

Lavina tersenyum, menampakkan ekspresi kegirangan atas pujian Freya yang dikenal susah memberikan apresiasi. “Apa ada yang bisa saya bantu lagi, Bu?”

Freya menggeleng.

Lavina pun lalu berbalik meninggalkan Freya di situ. Namun, belum ada dua langkah, Freya memanggil Lavina.

“Ya, Bu, ada apa?”

Freya menggigit sudut bibir bawahnya. Ia tampak ragu sejenak. Sedang Lavina masih setia berdiri di depan Freya menunggu general manajernya membuka suara.

“Ehm, Lavina ….” Sekarang Freya tak perlu melirik ke arah name tag Lavina lagi karena dia sudah mengenal gadis itu. “Apa hari ini sama sekali belum ada tamu?”

Freya berusaha bersikap biasa. Dia tidak ingin Lavina curiga, karena dia sebenarnya ingin mempertanyakan hal yang lain.

“Belum, Bu. Saya lihat pembukuan belum ada yang terjual.” Lavina menggelengkan kepala, mempertegas jawabannya.

Bibir Freya mengerucut, sambil mengangguk-angguk. Dia melirik ke arah meja kosong nomor B9. “Tamu setia kita bahkan nggak datang lagi ya?”

Lavina mengernyit. Ia mengurut arah pandang Freya. “Oh, Kak David yang biasa duduk di situ?"

Pipi Freya memerah. Lavina langsung paham maksud pertanyaannya.

"Iya nih, dia belum ke sini.” Bibir Lavina melengkung ke bawah. Ia sepertinya baru menyadari absennya David. Detik berikutnya, dia melirik ke arah Freya. “Kok Ibu tahu Kak David tamu langganan kita?”

 
💕Dee_ane💕

Berasa aneh nggak ada cowok yang suka tebar pesona🙈

Lavina bisa ngomong ada hantu, karena dia bisa lihat hantu loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lavina bisa ngomong ada hantu, karena dia bisa lihat hantu loh. Kuy tengokin Lavina di worknya kak Ry-santi

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang