47. Perhatian Kecil

401 94 12
                                    

Hai, Freya dan David kembali datang. Jangan lupa komen dan vote yuk. Pastikan kalian juga sudah follow akun ini. Selamat membaca, yak!

❤️❤️❤️

David merasa janggal dengan laki-laki yang baru keluar. Wajah muram itu seolah tak asing di ingatannya. Namun, sekuat tenaga David mengorek kenangan, tetap saja dia tak ada petunjuk.

Rasa penasarannya semakin membuncah saat mendapati ekspresi lesu Freya begitu tamunya keluar. Jarang sekali gadis itu menemui tamu tanpa janjian. Dan setelah tamu itu berlalu dari ruangannya, yang tersisa hanya sorot kepedihan.

"Siapa tamu tadi, Fre?" tanya David seraya menunjuk ke arah pintu dengan jempolnya.

Freya masih membisu. Diamnya Freya justru menggelitik rasa ingin tahu David. Namun, dia berusaha menahan untuk tidak mendesak Freya.

"Fre?"

Freya terkesiap. Gadis itu tersenyum canggung. "Ah, dia … ehm, ayahnya temenku."

David mengernyit. Dia menoleh ke arah pintu, seolah ingin mencari jawaban sendiri. "Ayah temen?"

Freya mengembangkan bibir lebar sambil mengangguk. Namun, David menemukan setitik kejanggalan. Betulkah ayah teman Freya mendatanginya? Untuk apa? David berusaha meredam rasa penasarannya.

***

Freya hanya memohon dalam hati agar David tak lagi mengorek tentang siapa yang datang. Moodnya langsung terjun bebas begitu kedatangan tamu tak diundang. Jangan sampai rasa penasaran David menambah kekusutan pikirannya.

Namun, rasa tenang Freya tak juga datang. Malam itu saat dia turun dari mobil, sebuah sepeda motor mendatangi.

"Freya!"

Freya menoleh ke arah sumber suara yang teredam. Seketika rahangnya seperti ditarik bumi, kala tatapannya menumbuk sosok lelaki yang duduk di atas jok motor.

"Freya! Ini … Ayah!" Ayah menurunkan masker penutup wajahnya dan tersenyum lebar.

Kaki Freya mundur selangkah. Ronanya menguap begitu saja seperti melihat penampakan. Dia menoleh ke kanan kiri memastikan tak ada yang menyadari seseorang menegurnya.

Ayah mematikan motor dan menurunkan standar. Jeda waktu yang sangat singkat itu digunakan Freya untuk mengambil langkah seribu. Namun, Freya dengan mudah disusul oleh Ayah.

"Lepas!" Freya bergidik ketika tangan berkuku hitam itu mencengkeram pergelangan tangannya. Bayangan kengerian saat Ayah menganiayanya, kembali mencuat ke permukaan.

Wajah Freya memucat. Air matanya mulai menggenang di pelupuk dan mengalir di pipi. "Ampun. Ampun!"

Usaha Freya melawan kekuatan otot tua Ayah tak membuahkan hasil. Kenangan tragis masa lalunya melemahkan tenaga Freya. "Ayah, Freya mohon!"

Tangisan Freya pecah. Dia hanya sesenggukan dan masih berusaha menarik tangan yang dicengkeram. Beruntung suara klakson mampu mengurai tangan Ayah yang melingkar di pergelangan tangan.

Melihat ada kesempatan pendek, Freya segera berlari sekencang mungkin. Suara derap langkahnya berpacu dengan detak jantung yang menggila. Napasnya terengah saat dia melaju menuju lift.

Jari Freya menggerayangi tombol panah di sisi dinding pintu lift. Kepalanya menengok gelisah karena takut terkejar oleh lelaki yang menjadi momok dalam hidupnya.

Dengan gelagapan, Freya masuk ke dalam ruangan kecil berdinding kaca itu sambil jarinya tetap memencet sembarang nomor lantai apartemennya. Dia berharap tak ada seorang pun yang menyadari seorang lelaki tua menyergapnya. Bila tidak, gadis itu yakin fakta yang selama ini ingin dia kubur, bisa terkuak seiring dengan kedatangan lelaki penghancur hidupnya.

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang