Hola, Deers! Freya datang agak malaman. Semoga terhibur. Jangan lupa vote n komennya yak. Jangan jadiin lapak ini sesepi hotel D'Amore🙈
💕💕💕
Pertanyaan Lavina membuat lidah Freya kelu. Dia mempermainkan anting panjangnya sambil melempar pandangan ke sekeliling. Bagaimana bisa gadis itu menebak dengan pas bahwa ia mempertanyakan David.
"Ya … tahulah! Kan aku hampir tiap hari ketemu sama dia," kata Freya, menghindari tatapan Lavina. "Di sini," tambahnya dengan suara yang dibuat senetral mungkin.
"Iya, ya. Lagian kapan lalu kan Kak David traktir Ibu." Lavina mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Freya buru-buru menyeruput lagi mojito cocktail yang menyegarkan untuk mengalihkan rasa tak nyamannya. Dalam hati ia merutuk karena sudah bertanya hal yang tidak penting. Freya berharap semoga Lavina tidak menganggap aneh pertanyaannya dan berpikir yang tidak-tidak.
“Ada yang perlu saya bantu lagi, Bu?” Lavina terlihat canggung melihat Freya yang tiba-tiba diam.
“Sudah. Kamu boleh tinggal.”
Embusan napas lega terdengar dari mulut bulat penuh Lavina. Sementara itu, Freya masih setia duduk di kursinya sambil menikmati langit yang perlahan meredup kecerahannya. Dia tak lagi memedulikan derik pintu yang berbunyi nyaring karena menyangka Lavina hendak masuk ke bar.
Freya mendesah kencang sambil menumpukan kepalanya di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya, karena berakhir di serambi bar itu. Seolah serambi bar itu seperti mempunyai magnet yang menariknya duduk di situ.
Freya membenturkan dahinya berulang dengan pelan ke permukaan meja kayu untuk melenyapkan pikiran tentang senyuman hangat yang menjadi daya tarik serambi itu. Ya, serambi itu terasa kurang tanpa ada lelaki murah senyum yang selalu duduk di dekat dinding serambi.
Freya bingung dengan apa yang dirasakannya sejak David menyelubungi tubuhnya dengan sweater yang menguarkan wangi maskulin yang menenangkan. Padahal selama ini, dia sama sekali tak pernah terpesona pada lelaki. Menurutnya, lelaki adalah makhluk yang harus diwaspadai. Makhluk tidak setia yang membuat perempuan merana.
Suara ketukan permukaan meja membuyarkan lamunan Freya. Freya menegakkan tubuh dan mendongak. Seketika matanya membeliak saat mendapati senyuman yang ia nanti.
“Hallo, Mbak!” Bibir merah itu mengembangkan senyuman.
Freya memalingkan muka untuk menyembunyikan debaran jantung yang ingin mendobrak rongga dadanya. Dia kembali menyelipkan sedotan lalu menyedot kuat-kuat cairan keruh di dalam gelas. Wajah Freya terasa panas seolah darah mengalir kencang ke kepala hingga menorehkan rona merah yang pekat di pipi.
David duduk di depan Freya tanpa dipersilakan. Matanya masih tertuju pada Freya yang menghisap sisa minuman hingga terdengar bunyi saat ia menyedot udara kosong di sudut dasar gelas.
“Haus banget?” tanya David basa-basi.
Freya mendengkus melihat senyum itu masih terukir. Ceruk di pipi itu terlihat menggemaskan. Dia ingin sesekali mencucukkan jari di lesung pipi yang menambah manis wajah David.
Freya berdeham, sambil meminggirkan gelas kosong yang tersisa irisan jeruk nipis. Ia mencoba bersikap wajar, tapi justru sebuah senyum aneh yang terukir di wajahnya. Freya menggosok kedua telapak tangannya, untuk mengalihkan gugup.
“Saya pikir anda tidak datang.” Entah kenapa Freya mengucapkan kalimat yang membuat David tersenyum semakin lebar. Bahasa baku yang Freya gunakan justru menciptakan suasana yang sangat kaku.
David melipat bibir dan memalingkan wajah ke kanan sambil mengangkat kepalan tangan di depan bibir untuk menyembunyikan senyum. “Mbak merasa ada yang kurang tanpa saya?”
Freya memutar bola mata. Ia merutuki lidahnya karena melontarkan kalimat aneh. Dalam waktu kurang dua puluh menit, dia sudah melontarkan dua kalimat yang ambigu.
“Jangan geer!”
Tawa David akhirnya menyembur. Gelak renyah itu berlomba dengan suara pesawat tempur yang melintasi angkasa dan meninggalkan jejak putih di udara.
"Kok ketawa sih?" Nada Freya meninggi. Dua merasa lelaki di depannya itu selalu menertawakan hal yang tidak lucu sama sekali.
David berdeham. Dia menegakkan punggung dan menumpukan tangannya di atas meja. "Kamu … lucu!"
Bibir tipis Freya mengerucut. Dia ingin menyembur David. Tapi mengingat lelaki itu adalah salah satu pelanggan setia bar, Freya mengurungkan niatnya. Jangan sampai dia kehilangan costumer satu-satunya.
"Apanya yang lucu?" Freya tak berani membalas tatapan mata David. Walau sorotnya jenaka, tetap saja mata sipit itu seolah ingin mengoyak kedalaman batinnya. Dia mengambil tisu dan mengusap permukaan meja yang basah untuk mengalihkan pandangannya.
"Gimana hotelmu mau laku kalau perangai pimpinannya ngeselin kayak gitu?" David akhirnya melepas bahasa formalnya untuk menciptakan atmosfer yang lebih santai.
"Emang kamu tahu siapa aku?" Freya akhirnya membalas tatapan tajam itu. Gerakan tangannya terhenti. Dia merasa tak pernah memberitahu pada David tentang pekerjaannya.
"Iya. Aku tahu tentang kamu, Mbak Freya Weningsari!"
Jantung Freya semakin berdetak tak terkendali. Rona mukanya tersapu seiring embusan angin sore yang meniup wajah hingga membuat anak rambutnya melambai-lambai.
"Apa maksudnya?" tanya Freya dengan terbata.
💕Dee_ane💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralel (Completed)
Literatura FemininaYogyakarta .... Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...