Selamat berhari Minggu! Semoga selalu sehat yak! Minggu sore ini kita ditemani Freya, Sang GM yang galak. Semoga terhibur. Jangan lupa vote n komen. Oh, ya, jangan lupa juga follow akun ini yak.
💕💕💕
Freya duduk dengan kasar di kursi di balik meja kerjanya. Belum mulai beraktivitas, kepalanya sudah pening. Dia akhirnya menyadari kenapa hotel ini mendapat predikat buruk. Ternyata, selain jajaran petinggi manajemen sebagai motor penggeraknya sudah dimakan karat ketidakjujuran, korupsi, kolusi, dan nepotisme, bagian terkecil dalam sebuah sistem hotel pun ikut terlepas.
Tak hanya penggelembungan dana yang membuat beban usaha menjadi tekor, sehingga laba menipis, sekarang Freya juga menemui karyawan yang melupakan arti penting sebuah SOP.
Freya menumpukan sikunya di permukaan meja. Dipijatnya pelipis yang berkedut, karena ingin mengurai keruwetan di dalam otak. Ah, mulai dari mana dia harus memberesi keruwetan ini. Belum lagi sekretarisnya sedang cuti melahirkan, dan Pak Mardi yang seharusnya menjadi kaki tangan top manajer, tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Melihat bobroknya D'Amore, rasanya Freya ingin menyerah. Namun, lagi-lagi ambisinya untuk duduk di jajaran direksi kantor pusat, memaksa dirinya agar tetap bertahan menduduki kursi general manajer D'Amore Hotel.
Freya menghela napas panjang, lalu mengembuskannya kasar, untuk melepas tumpukan pikiran pekerjaan yang semrawut. Selama dua minggu di sini, dia masih fokus mempelajari grafik keuangan yang tidak stabil, sehingga dia belum menjamah ke bagian-bagian lain. Terlebih saat menemukan laporan keuangan bayangan, Freya harus lebih teliti dalam memeriksa cash flow hotel tersebut sehingga bisa menganalisa di mana akar permasalahan yang membuat hotel itu merugi.
Baru saja Freya membuka salah satu file laporan keuangan, telepon berdering. Notifikasi panggilan khusus Ibu itu menerbitkan senyum di wajah Freya. Buru-buru Freya meraih gawai dan menggeser tanda menerima panggilan.
"Ya, Bu?"
"Nduk, kamu sudah sampai kantor?"
"Udah. Gimana, Bu?" Freya menelengkan kepala ke kiri dan mengangkat bahu kirinya untuk menjepit ponsel. Kedua tangannya sibuk membuka lembar laporan keuangan.
"Jangan lupa sarapan, Fre."
"Freya nggak biasa sarapan, Bu. Biasanya nanti jam 11, saatnya brunch." Mata Freya masih tertuju pada deretan angka di kolom debet. Jari lentik yang dihiasi nail art mengurut angka di baris keempat halaman itu.
Decakan terdengar dari speaker ponsel Freya. "Sarapan nggak mau. Dibikinin bekal juga nggak dibawa. Sementara, kamu bekerja dari pagi sampai malam. Eling kesehatanmu, Nduk."
Freya terkekeh. "Ibu nggak usah khawatir. Lagian di hotel kan ada breakfast. Sekalian supervisi tiap pagi di beberapa bagian."
"Yo, wes. Ibu nggak pengin kamu sakit. Hati-hati ya, Fre."
Senyum simpul mengembang di wajah. Dia menatap nanar layar ponsel hingga cahayanya padam dan menampilkan permukaan gelap gawai yang merefleksikan paras tirusnya. Kalimat terakhir yang merupakan doa tulus seorang ibu selalu terlontar dari mulut Ibu. Hanya saja, Freya tidak bisa mengungkapkan rasa sayang dan baktinya pada Andini. Padahal Ibu selalu berbuat apapun demi kebahagiaannya. Demi keselamatannya.
Freya mendesah sambil meletakkan ponsel di sisi file holder. Mata bulatnya melirik cermin kecil berkaki panjang yang berada di atas sudut meja. Ah, sungguh sempurna bungkus yang menyelubungi masa lalu pahitnya! Tutur tegas dan penampilan sempurnanya selalu membuat semua orang berdecak kagum. Ia bagaikan mutiara. Orang hanya mengagumi penampilan ayunya tanpa tahu asalnya.
Bibir tipis itu lantas mengurai senyum miris. Kini Freya harus berusaha dengan keras mengatupkan cangkangnya agar mutiara itu terbentuk indah, hingga orang lain tidak bisa menduga ketidaksempurnaannya. Bahwa mutiara itu hanya serpihan pasir yang tak bernilai. Parasit yang menempel pada kejayaan keluarga Bollen.
Tak ingin larut dalam pikiran kusut, Freya kembali menekuri pekerjaan yang sudah dibukanya. Mata bulat yang kini sudah berada di balik kacamata minus, bergulir ke kanan kiri mencermati angka dalam hitungan ratusan juta sampai milyar dalam laporan laba rugi yang tidak mencapai laba.
"Kenapa anggaran di departemen food and beverage ini banyak sekali setiap bulan? Apa ada event?" gumam Freya sambil membuka soft file laporan keuangan per departemen untuk mengetahui detailnya.
Seketika mata Freya membulat saat mendapati selisih angka. Tak ada yang bisa luput dari selisih ukuran apapun di matanya. Bahkan buku yang bergeser 1 cm saja dia tahu, apalagi angka yang selisihnya sepuluh juta!
Dengan napas memburu karena tidak sabar ingin segera membereskan permasalahan uang raib, ia segera mengambil gagang telepon dan menghubungi lelaki tambun yang ruangannya ada di depan tempat kerjanya.
"Pak Mardi, tolong hadap saya. Segera!"
💕Dee_ane💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Paralel (Completed)
ChickLitYogyakarta .... Kota yang ingin Freya Weningsari hindari. Namun, gadis itu harus mau menetap karena dia mendapat misi menjadi pemimpin di d'Amore hotel. Di hotel itu, dia bertemu dan jatuh cinta dengan David Bagaskara. Mereka saling bersaing ... tap...