44. Anak Kucing

422 97 29
                                    

Freya mendengkus sambil memalingkan wajah. Lidahnya terkunci enggan menjawab pertanyaan David. 

Hubungan lebih dari ini?

Jujur, Freya tidak pernah merasakan berhubungan dengan lawan jenis yang intens. Dia cenderung menarik diri, karena khawatir peristiwa beberapa tahun lalu akan berulang. Freya takut laki-laki akan menghancurkan hidupnya. Seperti Ayah. Seperti laki-laki yang mati di tangan Ibu.

Kini Freya seolah di persimpangan jalan. Satu jalan terang, lurus, dan tak bergelombang. Di sisi lain, terdapat jalan yang lain terasa kelam, tapi entah kenapa Freya terasa tertantang untuk menyusuri. 

Detik berikutnya, nalar Freya berontak. Dia menggeleng. Apa yang diraihnya saat ini tidak bisa begitu saja terdistraksi oleh sesuatu yang tak penting seperti rayuan gombal yang bertubi dilontarkan David. Walu tak dimungkiri, hati Freya goyah. Gadis itu tak pernah diperlakukan semanis itu. Biasanya laki-laki lainnya akan menyingkir bila Freya memperlihatkan taring di wajah dinginnya. Tetapi David berbeda. Dia tetap saja bersikap biasa walaupun Freya mengeluarkan berbagai macam jurus untuk mengusirnya. 

Atau, malah Freya yang telah bertekuk lutut pada pesona lelaki berlesung pipi itu. Hati tertawan pada lelaki yang setiap menarik bibir membuat jantung Freya berdetak tak jelas? Ah, kenapa Freya menjadi lemah seperti ini tiap kali berhadapan dengan David. Apalagi pundak lelaki itu seolah selalu siap untuk menjadi sandaran untuknya.

Haruskah Freya mencoba? Pertanyaan itu tebersit di kepala dan mencoba merasuki logika. Hatinya ingin meraja, mencecap manisnya feromon lelaki berwajah oriental itu.

"Nggak usah dijawab sekarang. Aku … akan menunggu kamu mau membuka hati untukku."

"Untuk apa aku membuka hati untuk Mas?" Freya berusaha memandang David dengan degupan yang membuat dadanya naik turun.

"Karena sejak awal bertemu, aku ngerasa terikat denganmu." David memberi pandangan sendu. Butir-butir air yang masih membasahi wajah, berkilat saat memantulkan sinar lampu taman yang temaram.

Freya menelan ludah kasar. Sepertinya, dia harus segera berlalu dari kolam itu. Dengan pakaian minim, suasana sepi, pencahayaan yang remang, sungguh pas memanggil setan yang kebetulan lewat untuk membisikkan niat jahat.

Tanpa bicara, Freya beranjak dari duduknya. Dengan langkah yang pincang Freya memilih berlari seolah sedang dikejar penjahat.

David mendesah. Dia memilih ikut keluar dari kolam renang, bergegas ke ruang bilas untuk mandi, dan mengganti baju. 

***

David berdiri di depan kamar mandi perempuan. Dia masih mendengar suara gemericik air dan tanda-tanda kehidupan di dalam. Lelaki itu sengaja membilas badan dengan cepat karena tidak ingin tertinggal.

Begitu suara langkah khas Freya terdengar, senyumnya mengembang. "Fre …."

Freya tertegun. Mata lentiknya mengerjap. Wajahnya kini hanya berpoles lipstik warna nude. 

Freya tak memberi tanggapan. Dia tetap melangkah walau terlihat kesakitan. Dengan dua langkah lebar, David mampu menjangkau Freya.

"Aku setirin ke rumah," kata David begitu berhasil menahan Freya.

"Nggak usah, Mas. Makasih." Suara Freya mengiba. Dia berusaha mengurai jari-jari David yang melingkari lengannya.

"Kaki kananmu sakit. Bahaya kalau kram lagi." David berusaha berucap selembut mungkin agar tidak memicu emosi gadis yang ada di hadapannya.

Freya diam, mempertimbangkan tawaran David. Hingga pada akhirnya dia mengangguk.

"Kamu bisa jalan sendiri?" 

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang