8. Keluhan Pelanggan

750 164 16
                                    

Krik, krik, krik ...
Sepi banget komennya. Antara reader terhanyut atau males komennya. Tapi jangan lupa klik bintangnya ya😊 Selamat membaca😍

🍉🍉🍉

Freya menunduk hingga rambutnya menjuntai menutupi ekspresi hati yang hancur. Dia menggigit bibir bawah hingga memucat. Bahunya bergetar hebat. Ingin rasanya Freya berteriak untuk menyerukan rasa penat di hati. Entah sampai kapan ia harus bersembunyi di balik kesempurnaan, kemewahan, dan keagungan nama keluarga Bollen. Sementara kebusukan itu mulai menggerogoti batin yang lama-lama mengikis jiwa dan akal sehatnya.

“Maaf ….” Alunan penyesalan itu meluncur dari bibir Freya yang bergetar. Walau lirih suara itu masih bisa ditangkap oleh Ibu.

Mata Ibu semakin memerah. Ia menepuk punggung tangan Freya, lalu menarik tisu yang ada di atas meja. “Sudah-sudah. Katanya kamu mau ngajak Ibu bersenang-senang. Kenapa jadi maaf-maafan begini?”

Freya mendongak seraya memberikan senyum tipis. Matanya yang berkaca, menangkap bayangan kabur Ibu. 

“Mbak Freya harus jadi perempuan tegar. Mengerti? Jangan pikirkan Ibu. Asal Mbak Freya bahagia, Ibu juga bahagia.”

***

Freya beruntung sekali, ia bertemu Satria yang pendiam. Sehingga peristiwa pertemuan mereka hanya berlalu begitu saja. Hanya saja, kini Freya harus lebih berhati-hati melangkah. Ibaratnya, ia sudah berada di tengah tangga. Sebentar lagi ia akan meraih puncak. Namun, bila dia terlalu ceroboh, bisa jadi Freya akan terpeleset dan jatuh. 

Tidak! Itu pasti tidak akan boleh terjadi. Freya berjanji akan menuntaskan tugasnya menjadi general manajer dengan mulus, hingga akhirnya dia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Freya harus fokus dalam mengatasi permasalahan yang selalu saja timbul di hotel yang dipimpinnya.

Seperti pagi ini. Baru saja Freya menginjakkan kaki di lobi, seorang tamu berteriak-teriak di front office hingga mengundang perhatian tamu yang lain.

Freya mengerutkan alis, memilih berhenti sejenak mengamati apa yang terjadi. Dengan langkah pendek karena jalannya dibatasi oleh rok pensil ketat yang mencetak lekukan tubuh bagian bawah, dia menuju ke bagian resepsionis. Matanya terarah tajam pada Sekar, Sang Resepsionis, yang hanya bisa membungkuk beberapa kali untuk meminta maaf.

Begitu Freya sudah berjarak satu meter, ia berhenti. Dia lalu mengurai senyum terbaiknya dan menyapa lelaki tua yang botak. "Selamat pagi, Pak. Bisa saya bantu?"

Lelaki itu menoleh dan memberikan tatapan garang pada Freya. "Siapa kamu?"

"Ah, maaf! Kenalkan, saya Freya, general manajer hotel ini. Apakah ada yang membuat anda tidak berkenan dengan layanan hotel kami?"  Senyuman Freya memang terlihat ramah tetapi berbanding terbalik dengan lirikan tajam yang tertuju pada Sekar.

Decakan keras terdengar dari lelaki pendek itu. "Ah, kamu general manajer, ya? Kerja apa saja kamu? Nggak becus menempatkan karyawan!"

Telinga Freya terasa panas. Dia hanya bisa mengepalkan jemari tangannya mendengar ocehan tamunya yang menyemprotkan ludah tiap kali berbicara. Namun, dengan sikap tubuh tenang, dan senyum lebar, Freya tetap sabar menghadapi lelaki itu.

"Mari, kita berbincang di kantor manajer front office." Freya mengulurkan tangannya mempersilakan lelaki itu. 

Namun, dengkusan keras yang menjawab keramahan Freya.

"Nggak usah! Masih ada hotel yang lebih baik dari hotel ini! Pantas saja hotel ini ratingnya rendah, ternyata memang pelayanannya seperti sampah!"

Freya mengeraskan rahang, hingga pembuluh pelipisnya berkedut. Dia membungkukkan badan dalam-dalam sambil berkata, "Maafkan kelalaian kami. Silakan kembali lain kali."

"Kapok aku mrene (Kapok aku ke sini)!" Lelaki itu berlalu dari hadapan Freya sembari merutuk tak jelas.

Freya menegakkan tubuh, lalu berbalik menatap Sekar yang berdiri di belakang meja resepsionis. 

Gadis berseragam blazer hitam yang membalut blus putih itu bergetar hebat begitu Freya mengikis jarak antara mereka. Sekar tak mampu mendongak dan memilih menunduk sementara jemari yang ada di balik meja saling bertaut karena gelisah.

Sementara itu, seperti seekor macam yang mengincar mangsa, Freya berjalan pelan tanpa suara walau ia mengenakan sepatu berhak tinggi. Senyuman miring yang tergambar di wajah menguarkan aura gelap yang membuat kuduk semua pegawai di situ berdiri dan bertanya-tanya akan nasib gadis dua puluh satu itu.

💕Dee_ane💕

Enaknya Sekarnya Kak SukiGaHana diapain nih🤭

Enaknya Sekarnya Kak SukiGaHana diapain nih🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang