52. Melunak

338 81 17
                                    

Makasih, buat vote n komennya di part 51. Ayo, kasih komen lagi di part ini. Semoga kalian terhibur di malam Minggu ini yak.

❤️❤️❤️

David segera menghubungi ayah Freya melalui nomor telepon yang ditinggalkan dan tak sempat dia berikan pada kekasihnya itu, untuk mencari keterangan lebih lanjut tentang kasus pembunuhan papanya. Walau sebenarnya Mama melarangnya untuk mengusik peristiwa itu.

Sore itu David meminta ayah Freya bertemu di sebuah kafe di kawasan Gejayan. Suasana kafe itu cukup ramai walau bertolak belakang dengan batin David yang tiba-tiba terasa sunyi.

"Jadi, Om, saya mendengar kalau ibunya Freya itu pembunuh papa saya."

"Siapa yang bilang?" Ayah Freya mengernyit. "Orang lain hanya tahu Freya adalah putri tiri keluarga Bollen. Anak Rani."

"Tidak penting siapa yang bilang. Saya hanya mau tahu di mana wanita pembunuh papa saya? Karena saya tahu, Bu Rani bukan ibu kandung Freya."

Ayah Freya mengerjap. Dia tak hanya memalingkan wajahnya, enggan membalas tatapan tajam David sore itu. 

"Om, jawab saya!"

"Untuk apa kamu mau tahu? Dia sudah mendapatkan hukumannya. Apa dengan mengetahui kenyataan itu, kamu mau meninggalkan Freya?" tanya lelaki yang tampak kurus kering itu.

Rahang David mengerat hingga pembuluh di pelipisnya menonjol. "Saya tidak menyangka, Freya anak pembunuh papa. Anak pembunuh Papa kini menguasai hotel yang dibangun dengan keringat Papa."

Ayah Freya menyeruput kopi americano yang mengepulkan uap hangat. Kemudian, dia menatap David dengan mata berkeriputnya. "Kamu mencintai Freya?"

David menelan ludah kasar. Seandainya pertanyaan itu disampaikan sebelum dia tahu kebenarannya pasti dia akan dengan tegas mengatakan bahwa Freya satu-satunya perempuan yang mampu menggetarkan hatinya. Bahkan saat dia melihat fotonya di koran sewaktu dia sampai ke rumah sepulang dari Jepang, David sudah terpesona dengan aura kecantikan Freya.

"Kamu nggak bisa jawab. Kalau begitu, sebaiknya kalian sudahi saja hubungan ini!"

"Saya mencintainya. Tapi saya tetaplah anak Andika Bagaskara yang dibunuh oleh ibu Freya. Walau istri Om sudah menerima hukumannya tetap saja tidak bisa menebus penderitaan yang kami alami. Dan sekarang anak Om justru menguasai hotel yang diusahakan oleh papa yang saya segani dan kagumi." David bersedekap dan menumpukan kedua tangannya di atas meja. Dia menatap wajah kurus yang matanya mirip dengan wanita yang dia cintai sekaligus yang membuatnya sakit hati.

Ayah Freya mendengkus lalu tersenyum miring. "Kamu terlalu polos, Le! Papamu itu tidak sebaik dugaanmu. Dia pantas mati!"

Mendengar Papa direndahkan oleh keluarga pembunuh, emosi David langsung menggelegak. Dia menjulurkan tangan dan meraih kerah ayah Freya. Dia meringis sambil berdesis, "Jangan pernah Om menghina papa saya. Berkacalah sebelum bicara! Apa motif kalian membunuh Papa? Dia tidak pantas mati mengenaskan seperti itu!"

Tawa ayah Freya mengudara. Dia menyeringai miring membuat garis kerut di pipinya semakin terlihat. Lelaki paruh baya itu menepis kasar tangan David, lalu bangkit. 

"Walau Om sudah berbuat jahat pada istri dan anak Om, nggak akan Om biarkan kamu menyakitinya!"

David mengeratkan rahang dan kepalan tangannya semakin kuat. Tubuhnya bergetar dilanda kemarahan yang hebat karena Papa direndahkan.

Sekarang, kenyataan itu semakin menghantuinya. Mengaburkan perasaannya pada gadis yang dipuja. Kemarahan, kebencian, dan juga dendam menyelimuti nurani.

***

"Event menarik untuk menarik tamu?" Freya menjeda menyedot jus alpukatnya seraya menatap David ketika mereka sedang makan malam.

Paralel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang