Bab Tigabelas

3.9K 311 2
                                    

Dinar hanya memperhatikannya dari ujung matanya saja,dia enggan untuk ikut serta langsung pada kegiatan yang dua lalaki beda generasi itu kerjakan.

Setelah berdiri Ganesa mulai tenang,kini kakinya mulai melangkah dan tangan kekarnya memegang apa saja untuk di jadikan pegangan.

Langkah pertama dan kedua semua bisa di atasi tapi pada langkah ke tiga dia seperti kehabisan tenaga untuk melanjutkannya."Maafkan saya jagoan tapi sepertinya malam ini kalian harus makan tanpa saya."Ucapnya pelan sambil menatap Tegar yang terlihat kecewa.

"Tapi Paman makan malam ini untuk kita bertiga."Tegar menyakinkan Ganesa yang menggelengkan kepalanya.

"Lain waktu saja ya,kali ini saya benar-benar belum bisa."Ganesa menyandarkan badannya pada dinding penyekat yang ada di ruang itu,keringatnya mulai bercucuran menahan getaran hebat pada kakinya.

"Hanya beberapa langkah lagi,Paman pasti bisa."Ganesa tersenyum tapi wajah lelah tak bisa dia sembunyikan.

Tiba-tiba Dinar berdiri dan menghampiri mereka.

Tinggi tubuh Dinar terbilang cukup ideal untuk ukuran wanita tapi saat dia berdiri di samping Ganesa ternyata dia hanya sebatas dada pria itu saja."Coba sini saya bantu,karena makan malam ini begitu penting untuk kebahagiaan anak saya."

Ganesa tak sempat menolak saat Dinar meletakan tangan Ganesa di bahu wanita itu,sedang tangan Dinar melingkar di pinggang Ganesa."Lakukan pelan-pelan Tuan!"

Walau masih bingung tapi pria itu mengikuti apa yang Dinar ucapkan,Tegar memimpin langkah mereka dan menarik kursi yang akan Ganesa duduki.

Mereka hanya perlu enam langkah untuk bisa sampai ke meja makan tapi keringat Dinar dan Ganesa seperti habis memanjat gunung tertinggi saja,napas merekapun sama-sama memburu.Saat pria itu hendak menyerah,dengan cepat Dinar menggeleng tidak menyetujuinya.

Perjuangan mereka pun tidak sia-sia,Ganesa bisa ikut serta menikmati makan malam bersama.Rasa lelah yang Dinar dan Ganesa rasakan terbayar oleh wajah bahagia laki-laki kecil di hadapannya.

Mereka menikmati makan malamnya dalam diam,wajah Tegar tak berhenti tersenyum dan matanya sesekali melihat ke arah manusia dewasa yang fokus pada makanan nya.

Tegar yang lebih dulu menghabiskan makanannya,baru kemudian Ganesa.Sedang Dinar tidak menyadari bahwa dua lelaki itu sedang memperhatikan memasukan suapan demi suapan makanannya.

"Mamih!"

Dinar menoleh pada empunya suara,menyadari bahwa dia sedang di perhatikan dua lelaki di hadapannya membuat dia mengangkat kedua alisnya.

"Kenapa?"matanya menatap Tegar dan Ganesa bergantian.

Pria besar dihadapan nya memilih menunduk sedang anaknya tersenyum sambil menyentuh jemari Ibunya dari sebrang meja.

"Apa Mamih sedang memikirkan sesuatu?sampai tidak menyadari keberadaan kami yang tengah memperhatikan Mamih?"

"Oo itu karena Mamih sedang menghitung semua pesanan yang belum Mamih kerjakan."Dinar menjawab agar anaknya tidak khawatir dengan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Apa ada yang bisa aku lakukan Mih?"Dinar mengangguk dan membalas mengusap jari-jari kecil Tegar.

"Tentu saja ada, sekarang cepat kesini dan beri ciuman buat Mamih supaya ilmu menghitungnya tidak ada kesalahan."

Tegar segera turun dari kursi yang didudukinya dan menghampiri Dinar yang sudah merentangkan kedua bertubi-tubi anak itu memberikan ciuman di sekitar wajah Ibunya dan Dinar tersenyum geli sambil memeluk erat tubuh kecil itu.

Ganesa mengetahui bahwa Dinar sedang menutupi sesuatu dari Tegar,dan dia memilih diam sambil memperhatikan dua orang di hadapannya,tanpa dia sadari bibirnya ikut tersenyum dengan kelakuan Ibu dan anak itu.

Dinar segera menghabiskan makanannya dan membereskan piring kotor lalu membawanya ke tempat cuci piring yang ada di samping kamar mandi.

SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang