Bab Tigapuluh Sembilan

3.3K 255 1
                                        

Mereka seperti patung bernapas,yang satu diam dalam kenyamanan dan yang satunya lagi diam karena terkejut.Hingga beberapa waktu berlalu,Ganesa melepas pelukannya namun masih tetap memegang ujung baju belakang Dinar."Cepat masuklah dan pastikan untuk mengunci pintu."

Dinar hendak membalikkan badannya namun dia urungkan karena tidak ingin Ganesa melihat kepanikan wajahnya."Kamu akan pergi lagi?"tanya Dinar dengan suara tertahan.

"Tidak,aku hanya ingin besok melihat wajah mu bangun dengan senyum terindah untuk ku dan bukan wajah yang penuh kebencian."Jawab Ganesa pelan.

"Kenapa aku harus membencimu?"Dinar kebingungan dengan jawaban yang di ucapkan suaminya itu.

Ganesa mengepalkan tangannya menahan gejolak yang akhir-akhir ini sukar untuk dikendalikan bila berdekatan dengan Dinar.Dia melangkah maju mendekati istrinya yang masih membelakanginya.

Tangannya memainkan ujung rambut Dinar pelan namun napasnya memburu hingga setiap hembusannya dapat di rasakan oleh Dinar."Masuklah,sebelum aku berubah pikiran.Mimpi indah dan selamat malam."Ucapnya pelan tepat di belakang telinga Dinar.

Dinar masuk kamar tanpa menoleh lagi,sedang Ganesa masih diam memandangi pintu kamar yang sudah terkunci dari dalam.Tak berapa lama diapun melangkah menuju kamarnya dengan wajah datar namun kepalan tangannya masih terlihat kencang.

'Aku butuh mandi air dingin bahkan sangat dingin untuk mengatasi ini'Gumamnya dalam hati sambil menundukkan kepalanya menatap bagian tubuh yang sudah tegang.

Didalam kamar Dinar masih belum berhasil mengendalikan detak jantungnya,ada kerinduan dan ketakutan yang hadir bersamaan dalam hatinya.Dia tidak berhenti mengusap dada bahkan sampai akhirnya dia tertidur menjelang dini hari.

Rupanya Ganesa pergi pagi-pagi sekali,Dinar baru menyadari setelah Yuni yang sudah sudah hadir di sana memberitahu."Ada pekerjaan mendesak yang harus Tuan selesaikan,jadi beliau berpesan untuk menemani dan mengantar Nyonya ke manapun akan pergi."

Dinar mengerucutkan bibirnya,entah perasaan apa yang saat ini dia rasakan.Setelah semalam sudah berhasil membuat pikirannya melayang ke mana-mana kini Ganesa pergi kerja begitu saja tanpa menemuinya terlebih dahulu.

"Apa anda baik-baik saja Nyonya?"Yuni melihat perubahan di wajah Dinar,"pagi ini wajah anda dan Tuan terlihat sama-sama kurang bersemangat."Lanjut Yuni sedikit penasaran.

"Panggil Dinar saja,karena saya tidak terbiasa di panggil Nyonya atau Ibu oleh orang yang usianya hampir sebaya."Dinar mengabaikan ucapan Yuni,dia memilih membahas hal lain karena merasa tidak nyaman.

Yuni paham akan maksud wanita yang kini telah menjadi istri Bosnya."Maka dari itu mulai sekarang harus terbiasa dengan panggilan itu,karena bila saya setuju sudah bisa di pastikan harus segera mencari pekerjaan lain."Jelasnya dengan sedikit senyum kikuk di bibirnya.

"Nyonya mungkin belum tau kalau hanya dengan anda saja Tuan bisa tersenyum tulus,jadi sudah bisa dipastikan peran anda sangat penting dalam kehidupan beliau."Lanjut Yuni dengan penuh keyakinan.

"Bukankah dia memiliki adik perempuan?sejak pertemuan kami kembali,saya tidak pernah melihat kehadiran adiknya.Sebenarnya saya ingin sekali bertanya langsung tapi..."

"Delima namanya dan dia tinggal di Singapur.Dalam setahun beliau hanya pulang dua atau tiga kali,lebih sering Tuan yang pergi menemui adik perempuannya."

Dinar mengangguk-angguk,lalu dia mengajak Yuni untuk menemaninya sarapan,tapi Yuni memilih hanya minum saja karena dia sudah melakukan dengan putranya.

"Tanyakanlah segala sesuatu apa yang ingin di ketahui pada Tuan Ganesa,jangan sungkan karena saya yakin beliau akan sangat senang bila anda yang melakukannya."

"Sepetinya kamu lebih mengetahui banyak tentang Ganesa dari pada aku,"

Yuni tersenyum mendengar ucapan wanita di hadapannya."Tentu saja tau karena Ibu selalu membawa saya ikut menemaninya bekerja di akhir pekan dan beliau tidak pernah tersenyum selama saya mengenalnya."

SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang