| 17 |🌹SWMD🌹

32.1K 1.5K 53
                                    

Pagi-pagi sekali Zora sudah bangun, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk Zia berangkat sekolah dan segala macam pekerjaan rumah lain yang cukup menguras energi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Zora sudah bangun, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk Zia berangkat sekolah dan segala macam pekerjaan rumah lain yang cukup menguras energi. Gadis itu berusaha menyibukkan diri. Setidaknya ia masih bisa melakukan kegiatan yang bermanfaat di rumah selama masanya menganggur sebelum mendapatkan pekerjaan baru.

Setelah selesai menyiapkan bekal makan siang untuk Zia, Zora pun segera berjalan ke kamar adik perempuannya itu, menyuruhnya bergegas agar tidak terlambat.

"Zia ...," panggil Zora di depan pintu kamar yang tertutup seraya mengetuk. "Sarapan, yuk! Nanti keburu telat."

Tak berapa lama pintu kamar itu terbuka. Zia yang telah rapi mengenakan seragam, melangkah keluar dengan raut yang tampak lesu dan sedikit pucat dari biasanya.

Zora yang menyadari keadaan adiknya itu serta-merta bertanya, "Eh, kamu sakit?"

Zia menggeleng sambil mengulas senyum tipis. "Nggak, Kak."

"Muka kamu pucet gitu. Kalo kamu sakit mendingan nggak usah masuk sekolah dulu."

"Aku ada ulangan hari ini, Kak. Mana boleh nggak masuk."

"Tapi—"

"Kak, udah tenang aja. Aku nggak papa. Lagian kayak nggak biasa aja liat muka aku yang begini." Zia menyahut tenang. Kepalanya menggeleng-geleng seolah Zora bersikap berlebihan padanya.

Gadis remaja itu kemudian berjalan menuju ruang makan. Zora pun mengikuti di belakang, masih dalam perasaan harap-harap cemas. Tak dipungkiri sebagai satu-satunya kakak perempuan dan juga seseorang yang bertanggung jawab atas diri adiknya itu, Zora merasa takut jika tak bisa menjaganya dengan baik.

"Oh ya, kenapa Kakak nggak pake baju rapi? Kakak nggak ke kantor?" tanya Zia ketika Zora menyodorkan segelas susu padanya.

"Eh?" Zora tersentak. Netranya otomatis melirik sekilas baju yang dikenakannya saat ini. Masih kaus atasan semalam dan celana training hitam kesayangan yang selalu ia pakai saat tidur. Kemudian ia menyengir, tampak salah tingkah. Zora memang belum mengatakan perihal dirinya dipecat dari kantor lusa kemarin. Ia tak ingin adiknya merasa khawatir. Lagipula Zora sudah bertekad untuk mendapatkan pekerjaan lain sesegera mungkin.

"Ya, nanti Kakak bakal ganti baju kok. Tadi belum sempet aja." Zora cepat-cepat menjawab sebelum Zia keburu curiga.

Adik perempuannya itu hanya manggut-manggut, lalu mulai menikmati sarapannya, sementara Zora menarik kursi dan duduk di seberang Zia.

"Kakak nggak lupa 'kan kalo sebentar lagi ulang tahun ibu?" ucap Zia tiba-tiba sambil menatap kakaknya.

Zora menoleh. Baru teringat kalau beberapa hari lagi ulang tahun ibunda mereka. Meski Zia sebenarnya cuma sebentar memiliki momen bersama sang ibu. Namun, tetap saja gadis itulah yang paling bersemangat dalam hal-hal seperti ini.

"Oh iya, untung aja kamu inget," sahut Zora sambil meringis. Maklum saja ia bisa terlupa lantaran begitu banyak hal yang memenuhi pikirannya belakangan ini. "Nanti kita pergi ziarah ke makam ibu, ya."

Stuck With Mr. Devil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang