| 23 |🌹SWMD🌹

28.6K 1.5K 84
                                    

Gerimis tiba-tiba turun saat Zora mengayunkan langkah keluar dari gedung rumah sakit malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gerimis tiba-tiba turun saat Zora mengayunkan langkah keluar dari gedung rumah sakit malam itu. Sambil menudungi kepala dengan tangan, ia setengah berlari menuju halte yang terletak di depan gedung. Saat ini Zora ingin pergi menemui Nevano sesuai janji. Ia berniat untuk mengembalikan kartu kredit milik pemuda itu dan meminta Nevano agar tidak mengganggunya lagi.

Nevano sudah mengirimkan lokasi tempat pertemuan mereka malam ini, yaitu di sebuah cafe. Semula Nevano meminta Zora untuk datang ke rumahnya. Tentu saja Zora menolak mentah-mentah. Pergi ke rumah pemuda itu seorang diri sama saja cari mati.

Zora juga merasa lega bisa meninggalkan Zia di rumah sakit lantaran ayah mereka sore tadi tanpa diduga datang menjenguk. Ya, siapa sangka kalau Gustian yang selama ini selalu bersikap acuh tak acuh pada kedua putrinya, akhirnya mau menunjukkan sedikit kepedulian. Pria itu juga membawakan makanan yang ia masak sendiri untuk Zora, sementara Zia hanya boleh memakan makanan rumah sakit.

Sungguh, Zora tidak munafik kalau hari ini ia sangat bahagia. Bentuk perhatian sekecil apapun yang Gustian berikan kepada dirinya dan Zia adalah sesuatu yang sejak lama ia idamkan. Entah ada angin apa Gustian bisa bersikap seperti ini, yang jelas Zora berharap ayahnya benar-benar akan berubah dan bisa berlaku layaknya seorang ayah sejati.

Sebuah taksi online yang Zora pesan, akhirnya datang menjemput. Tanpa membuang-buang waktu, Zora bergegas naik dan memberitahu alamat yang dituju kepada sang supir. Ia cukup terkejut mengetahui supir yang membawanya ternyata berjenis kelamin wanita.

Kendaraan beroda empat itu pun perlahan-lahan melaju membelah jalanan Jakarta yang cukup padat malam ini. Zora menatap jam tangannya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu pukul delapan dan waktu yang tersisa masih lima belas menit lagi. Zora berharap ia tak terlambat barang satu detik pun, mengingat perangai Nevano yang kadang sulit ditebak dan juga sedikit gila. Bukan hal mustahil bila pemuda itu akan menjadikan keterlambatannya sebagai alasan untuk menyiksanya.

Sewaktu melewati perempatan jalan, taksi yang Zora naiki berhenti karena lampu merah menyala. Saat itu, Zora tak sengaja melihat sepasang muda-mudi di pinggir trotoar berdiri di bawah rinai hujan yang turun. Pemandangan itu sangat menarik perhatian Zora, lantaran sang pria kemudian berjongkok, berusaha membantu mengikat tali sepatu yang dipakai si wanita. Tak mempedulikan dirinya yang sudah sedikit kebasahan tersiram hujan.

Entah mengapa, Zora begitu terenyuh menyaksikannya. Ada sekelumit perasaan iri yang tiba-tiba menyelinap ke dalam hati. Ia tak munafik jika berharap bisa dicintai dengan tulus seperti itu. Namun, rasanya itu akan menjadi hal mustahil jika mengingat keadaan dirinya yang sekarang. Memangnya siapa dia? Seorang gadis yang sudah tak punya kehormatan lagi jelas tak berhak mengharapkan sesuatu yang suci semacam itu.

Mungkin dulu ia pernah mendapatkannya. Tetapi, orang itu telah pergi, menyisakan kebencian. Menyisakan dendam dan luka. Ia sudah ditinggalkan. Tidak. Rasanya kata yang lebih tepat adalah ia telah dibuang dengan cara menyedihkan.

Stuck With Mr. Devil (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang