18 : Karena saya mencintaimu

69 12 0
                                    

Di Sabtu pagi yang tak begitu cerah…

“Mairaa??”

Maira keluar dari kamar dan menuju ke dapur, menghampiri Bundanya yang sedang masak. “Ya, Bunda?”

“Belikan air mineral sekardus. Stok air mineral buat tamu udah mau abis soalnya. Ini uangnya. Cepetan.” Fatima memberikan selembar uang warna biru ke Maira.

Maira mengangguk. “Maira ganti baju dulu.”

Fatima mengangguk.

🍁🍁🍁

Maira terdiam sejenak. Sekarang dia sudah di toko depan jalan masuk ke area perumahannya. Ia juga sudah membayar barang beliannya. Tapi dirinya ragu akan kuat membawa sekardus air mineral atau tidak.

Maira membenahi letak kacamatanya.

Dia ke toko jalan kaki, jadi harus kembali ke rumah dengan jalan kaki pula. Dan jangan lupakan sakit perutnya juga. Sesaat gadis itu menatap sekitar, lalu mencoba mengangkat sekardus airnya.

“Bismillah… ”

Dan…

Gak kuat…

Malu banget plis!

“Bunda gak pengertian banget,” gumamnya sambil menurunkan lagi kardusnya.

Tiba-tiba dari arah depan ada sepasang tangan yang mengambil alih kardus milik Maira. Orang itu mengangkat kardus dengan sangat mudah, berbeda sekali dengan Maira.

“Biar saya yang bawa,” ucap orang itu.

Maira mendongak.

“Kamu?”

Nino tersenyum. “Assalamualaikum, Calon Istri,” ucapnya dengan suara cukup keras.

Semua orang di toko refleks menatap Nino dan Maira. Mereka tersenyum geli mendengar ucapan Nino barusan.

“Menjawab salam itu berpahala loh. Apalagi salam dari calonㅡ”

“Waalaikumussalam,” potong Maira sembari mengalihkan pandangan.

Nino tersenyum. “Rumah kamu di mana?”

Maira menggeleng. “Biar saya sendiri yang membawanya.”

Nino menggeleng. “Kamu masih sakit, Mai. Tidak boleh capek-capek,” balas Nino seraya berjalan mendahului Maira.

“Rumah saya bukan di sana!” kesal Maira.

Nino berbalik arah dan terkekeh. “Memang rumahmu di mana?”

Maira menunjuk ke satu arah, gerbang besar menuju kawasan perumahan. Nino mengangguk dan berjalan ke arah itu. Sedangkan Maira di belakang mengekorinya sambil membawa sebuah kantung plastik putih ukuran sedang.

“Bukannya motor kamu ketinggalan?” tanya Maira saat menyadari motor besar Nino tertinggal di depan toko tadi.

“Sengaja.”

“Sengaja?”

“Sengaja saya tinggal.”

Nino menoleh ke toko tadi. Ternyata ada banyak orang yang sedang memperhatikan mereka berdua. “Bang, titip motor ya?” teriaknya ke pemilik toko.

Kebetulan mereka saling kenal.

“Siap, Bro!”

Nino beralih menoleh ke belakang sebentar. Maira mengenakan hoodie abu-abu oversize yang tudungnya ditutupkan ke kepala, lalu kerudung, celana, dan sepatu olahraga yang berwarna hitam semua.

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang