35 : Boleh tidak kalau saya cemburu?

83 7 0
                                    

“Maira pulang dulu, Bunda.” Maira mencium punggung tangan Zulaikha.

Zulaikha sendiri langsung menarik gadis enam belas tahun itu ke dalam pelukannya. Diusap-usapnya punggung Maira. “Bunda bakalan kangen kamu, Mai. Sering-sering nginep di sini ya, Sayang?”

“Iya, Bunda.”

Mereka pun saling mengurai pelukan. “Padahal masih ada dua hari weekend loh. Nginep di sini aja, Maira Sayang,” pinta Zulaikha masih tak rela kalau Maira pulang.

Maira tersenyum. “Kucingnya Mai ngga ada yang kasih makan, Bunda.”

Zulaikha ikut tersenyum dan mengusap-usap kepala Maira. “Ya udah, hati-hati yaa.”

“Iya, Bunda. Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.”

Radeva yang selesai memakai jaketnya dan mengambil kunci motor dari dalam rumah juga ikut mencium tangan Zulaikha dan berpamitan pada wanita itu juga dua keponakannya.

“Kakak… ” rengek Fla sambil merentangkan kedua tangan kecilnya ke Maira. Maira menyejajarkan diri dan langsung memeluk anak itu.

“Kakak pulang dulu ya, Sayang.”

“Kak Maila celing-celing ke cini yaa?”

“Iya, Fla.”

“Janji?”

“Janji.”

Keduanya mengakhiri pelukan dengan saling mendaratkan kecupan manis di pipi masing-masing. Baru setelah itu Maira berganti mencium pipi gembul Chiko. “Kakak pulang dulu ya, Ganteng.”

Bayi itu tersenyum.

Setelah saling mengucap salam sampai jumpa, Maira dan Radeva segera menuju motor di depan rumah. Pagi ini Radeva lah akan mengantar Maira pulang dengan motor matic hitamnya. Sebenarnya Fla juga mau ikut, tapi Radeva melarang. Cowok itu ingin Fla di rumah menemani Bunda dan Chiko saja.

Kembali ke sisi lain. Sebelum naik ke atas motor, Maira memakai helm hitamnya, lalu…

Ting!

Maira memeriksa ponsel di genggamannya.

く  +62 81××
   Maira, I love you

“Astaghfirullah.”

Radeva menoleh. “Kenapa?”

Maira menggeleng. “Ngga papa.” Maira mematikan kembali ponselnya. Sudah jadi hal yang biasa kalau ada saja cowok yang menyatakan perasaan padanya.

Radeva manggut-manggut. “Tas kamu taruh depan sini aja, Mai. Itu isinya buku-buku, 'kan? Berat nanti.” Maira menurut dan memberikan tas sekolahnya kepada Radeva untuk ditaruh di bawah dekat kaki Radeva.

“Ini ngga ada buku agamanya, 'kan?”

“Ngga ada kok.”

“Bisa naik 'kan, Mai?”

“Bisaㅡini udah boleh naik?”

“Belum.”

Maira terkekeh dan naik ke motor Radeva.

“Babaii, Kak Mailaaa… ” Fla melambaikan tangannya pada Maira dengan semangat. Maira juga melakukan hal yang sama. “Babaii, Flaa… ”

Motor Radeva mulai melaju meninggalkan rumah. Selama perjalanan, keduanya hanya diam. Sampai akhirnya mereka sepakat untuk berhenti di toko buah, membelikan buah untuk Fla yang sejak tadi pagi ingin jeruk. Sekalian mereka juga membeli jus buah.

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang