58 : Bobo

65 7 0
                                    

“Ini buat makan malam kalian, Mai.”

“Sama… ada obat penurun panasnya Chiko juga kalo dia demam lagi.” Radeva memberikan sekantung plastik putih berisikan dua box makanan juga tas selempang berisikan barang-barang Chiko.

Maira menerimanya. “Makasih, Dev.”

Radeva mengangguk. “Ya udah. Aku pulang dulu ya, Mai. Nanti jangan sungkan kalo mau hubungin aku atau Kak Abel,” pamit Radeva. Maira mengangguk.

Radeva menunduk dan mencium kening juga pipi Chiko. “Abang pulang dulu ya, Sayang? Nanti kamu sama Kak Maira jangan lupa makan malam. Jangan tidur kemaleman juga ya, Nak? Nurut sama Kak Maira, oke?"

Chiko mengangguk dan balas mencium pipi Radeva. “Abang ngga cium pipi Kak Maila juga?” polos Chiko.

DEG

Tubuh Radeva dan Maira sama-sama menegang. Bisa-bisanya Chiko bertanya seperti itu…

Radeva melirik Maira sekilas, lalu menatap Chiko lagi. Cowok itu pun kembali mencium pipi si Keponakan. “Nanti, kalau Abang sama Kak Maira udah nikah,” bisiknya pelan.

Chiko tersenyum geli.

🌼🌼🌼

Dua jam setelah makan malam, Maira mengajak Chiko untuk tidur. Meskipun sebenarnya anak itu masih bersikukuh kalau belum mengantuk. Dengan segala bujukan dan rayuan akhirnya Chiko mau diajak ke kamar Maira dan bersiap untuk tidur.

Maira mengganti lampu tidur kamarnya, lalu merebahkan diri ke sebelah Chiko dan mengusap-usap rambut panjang anak itu. “Sebelum tidur, biasanya kamu baca doa apa, Sayang?"

“Ayat Kulsi, tiga ayat terakhil Al-Baqalah, Al-Mulk, sama doa sebelum tidul,” ucap Chiko cadel.

Maira tersenyum. Dikecupnya singkat puncak kepala Chiko. “Masya Allah. Siapa yang ngajarin, Sayang?”

“Abang.”

Lagi-lagi Maira tersenyum. “Ya udah. Ayo baca, Sayang.”

Chiko mengangguk. Anak kecil itu dan Maira bersama-sama membaca doa sampai selesai. Sesaat setelah selesai, Chiko menarik sesuatu yang ada di dalam saku depan piyama tidur Maira.

Chiko tersenyum menatap benda yang kini ada di tangannya. “Kakak sama Abang kok sama-sama selalu bawa tasbih?”

Maira hanya tersenyum. Tidak tau harus menjawab apa. Bahkan sekadar informasi, tasbihnya yang sekarang dibawa Chiko adalah tasbih pemberian dari Radeva. Itu hadiah ulang tahunnya dari lelaki itu tahun lalu.

“Kak Maira?”

“Ya, Sayang?”

“Kak Maira pernah nangis ngga?”

Maira terdiam sesaat. “Pernah kok. Kenapa, Sayang?”

Chiko menatap hiasan-hiasan bintang di langit-langit kamar Maira. “Kemalin Mama marahin Iko waktu Iko jatuh.”

Maira tersenyum. “Sayang, Mama Abel pasti ngga ada maksud buat marahin kamu. Mama Abel marahin Chiko karena khawatir sama kamu.”

Chiko terdiam.

“Itu artinya Mama Abel sayang banget sama kamu, Ganteng.” Maira menjawil hidung mancung Chiko. Chiko terkekeh dan langsung memeluk Maira dengan erat. Maira balas memeluk anak itu juga.

“Kak?”

“Yaa?”

“Biasanya kalo Iko gabisa tidur, Abang nyanyiin lagu buat Iko. Kak Maira pernah denger Abang nyanyi bahasa Alab?” Chiko mendongak menatap Maira.

Maira menggeleng.

Chiko tersenyum. “Kemalin Abang nyanyi lagu tentang cinta. Waktu Iko tanya alti lagunya, kata Abang ada satu kalimat yang altinya kalau cintanya Kak Maila itu hidupnya Abang.”

DEG

Maira kaget bukan main. Ia kehilangan kata-kata. Rasa ngantuknya tiba-tiba menguap entah ke mana. “A-abang Deva ngomong gitu??”

Chiko mengangguk semangat. “Abang lomantis ya, Kak? Emmm tapi Kak, Iko boleh pinjem hape nya Kakak?”

Maira mengangguk. Ia berikan ponselnya ke Chiko dan diterima anak itu dengan senang hati. Sedangkan Maira, masih terdiam mencoba mencerna perkataan Chiko barusan. Tanpa Maira sadar bahwa Chiko menelfon Radeva melalui ponselnya.

“Assalamualaikum, Abang.”

“Waalaikumussalam, Sayang. Kenapa?”

Mendengar suara Radeva dari ponselnya lagi-lagi membuat Maira semakin kaget.

“Kok belum bobo? Kak Maira di mana? Belum bobo juga?”

‘Bobo,’ kata itu terus terngiang di kepala Maira. Rasanya Maira ingin sekali marah-marah ke jantungnya sendiri karena dengan lancangnya berdebar semakin tak karuan.

Chiko menatap Maira. “Ini Kak Maila ada di samping Iko, belum bobo juga. Abang, Iko mau dengelin nyanyian Abang dulu, balu abis itu Iko mau bobo.”

“Nyanyi?”

“Iya.”

“Biar Kak Maira dongengin cerita ke kamu aja, Ko. Kalo Abang nyanyi, nanti Kak Maira ketawa.”

Maira menahan senyum. “Engga-engga.”

Awalnya Radeva tetap tidak mau dan terus mencari-cari alasan. Tapi karena Chiko terus saja memaksa dan mengancam tak mau tidur akhirnya mau tak mau Radeva menuruti keinginan anak itu. Namun Radeva tidak bernyanyi, lelaki itu justru bershalawat.

Dan Chiko semakin senang mendengarnya.

Kan berpahala.

Suara berat cowok itu mulai mengalun merdu, membuat Maira dan Chiko terdiam fokus mendengarkan. Ikut terbawa suasana. Lama kelamaan keduanya yang tidur saling berpelukan itu mulai memejamkan mata.

Sedangkan di kamarnya, Radeva pun terdiam. Laki-laki yang sedang rebahan di tempat tidur itu mengernyit heran karena tidak mendengar suara dari Chiko maupun Maira. Hanya terdengar suara jarum jam dinding saja.

“Chiko?”

“Maira?”

Hening.

Tak ada jawaban.

Radeva tersenyum. “Udah tidur ternyata.”

Sekilas Radeva melirik jam dinding di kamarnya, lalu beralih menatap layar ponselnya. “Night, Chiko.”

“Night, Maira. Nice dream.”

TBC

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang