17 : Sepertiga malam

70 14 0
                                    

02.05 AM

Tringg~

Maira mematikan alarm dari jam digitalnya dan bangun. Setelah minum juga membaca doa, Maira keluar dari kamar dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri serta wudhu.

Meskipun sedang haid, Maira selalu tetap menjaga wudhunya. Setelahnya ia kembali ke kamar. Namun sesampainya di kamar, Maira justru hendak mengambil mukena.

“Subhanallah.”

“Kan aku haid.”

Maira menghela napas. Ia mengambil ponsel serta earphone, lalu pergi ke dapur untuk mengambil sebotol minuman dingin. Meskipun sudah dilarang untuk minum minuman dingin, tetap saja Maira melanggarnya.

Hey Bung, menahan diri untuk tidak minum minuman dingin itu sama saja dengan menahan diri untuk tidak makan mie instan.

Susah!

Sesaat Maira terdiam.

Maira memejamkan kedua mata. “Ya Allah, jangan dekatkan kami jika kami memang tidak berjodoh. Dan dekatkan kami di saat yang tepat jika Engkau berkehendak lain, Ya Allah.”

Di tempat yang lain…

Annisa menghentikan langkah di depan kamar Nino. Samar-samar ia mendengar ada suara bacaan ayat-ayat suci Al-Quran dari dalam kamar remaja itu.

Annisa tersenyum. “Masyaa Allah, No.”

Memang hal itu adalah hal biasa yang anak-anaknya lakukan sejak dini. Bisa dibilang ‘rutinitas pagi.’

Annisa tersenyum haru. Betapa beruntungnya ia dan suaminya mempunyai empat anak laki-laki yang sholeh semua.

Dulu Nino memang tidak se-alim ketiga saudaranya. Tapi lambat-laun anak itu mulai berubah. Ya meskipun secara tampang memang Nino lah yang paling terlihat bad boy dan memang sebenarnya Nino lah paling bandel.

Tapi sebenarnya sifat asli cowok itu benar-benar berbeda dari kelihatannya. Dan parahnya, di antara ketiga Alkhalifi bersaudara yang lain, hanya Nino lah yang paling…

… manja.

Sampai-sampai saat masih kecil anak itu tidak mau ke pondok pesantren dengan alasan, “Nino mau selalu jagain Bunda di rumah!”

Kan Annisa jadi gemas terus dengan anak itu!!!

Ceklek

Nino mengernyit kaget mendapati Annisa berdiri tepat di depan pintu kamarnya. “Bunda? Bunda udah bangun? Kenapa engga ketuk pintu Nino?”

Annisa memberi isyarat agar Nino sedikit menunduk, lalu ia rapikan rambut cowok berbaju koko dan bersarung putih itu. “Bunda gak mau ganggu kamu baca Al-Quran, Ganteng.”

Nino menggeleng. “Bunda gak pernah ganggu kok.”

Annisa tersenyum. Melihat kedua mata Nino yang tampak sayu membuat Annisa paham kalau semalaman ini anak ketiganya itu belum tidur. Sudah jadi hal biasa kalau Nino begadang di hari libur. “Engga tidur lagi ya, No?”

Nino tersenyum. “Nino ngga ngantuk, Bunda. Emm… Bunda udah sholat?”

“Udah.”

Annisa mengernyit heran melihat gelas kosong di tangan Nino. “Kamu mau ke mana, No?”

“Ke rumahnya Maira,” ceplos Nino.

“Ngapain?”

“Nino kangen Maira… ”

Annisa refleks menjewer telinga anaknya. “Kamu tuh ya, No!”

Nino tertawa. “Bercanda, Bunda. Nino kan bawa gelas minum, berarti Nino mau ambil air minum, Bunda. Masa mau ke kamar mandi.”

“Kali aja kamu mau minum air kamar mandi,” kekeh Annisa. Nino ikut tertawa.

“Siniin gelasnya, No. Biar Bunda aja yang ambilin minum.”

Nino menggeleng. “Nino bisa ambil sendiri, Bunda Sayang.”

Annisa tersenyum. “Oh ya, No. Besok Rey pulang.”

“Loh? Kan belum liburan, Bund. Kok bisa pulang?”

Annisa menggeleng.

“Jangan-jangan dia kabur, Bund.”

Annisa refleks memukul lengan Nino. “Kamu tuh ya malah suudzon ke adek sendiri. Si Reyhan mana berani kabur dari pondoknya? Yang ada nanti dapet hukuman dari Abi.”

Nino terkekeh. “Iya juga, Bund.”

Annisa mengambil alih gelas air di tangan Nino. “Biar Bunda yang ambilin. Kamu lanjut baca Al-Quran nya. Katanya mau tikung Maira di sepertiga malam,” godanya membuat Nino terkekeh.

“Nino yakin kalo sekarang Maira pasti lagi curhat ke Allah, Bund.”

“Curhat apa?”

“Curhat tentang Calon Suaminya.”

🍁🍁🍁

Maira menghela napas. Ditenggelamkannya muka ke lipatan lengannya di atas meja belajar. Entah kenapa tiba-tiba hatinya mendadak melow. Mendadak pikiran tentang seseorang memenuhi kepalanya.

“Ya Allah, Maira kangen dia,” ucapnya dalam hati, lalu cepat-cepat menggeleng dan beristighfar.

Maira bergumam lirih.

“Maira ngga mau jatuh cinta.”

TBC

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang