70 : Unda

136 12 0
                                    

btw sebelumnya maap ya di cerita ini alurnya dicepetin biar nggak kepanjangan :)

happy reading!

“Oekk… oekk… ”

Radeva mengucek kedua matanya. Ia pun bangun dan menghampiri Hasbi yang sedang menangis di dalam keranjang bayi.

“Kenapa, Sayang? Anak Ayah kenapa nangis, hm?” tanya Radeva sembari memeriksa popok Hasbi dan ternyata basah. Ia pun mengambil peralatan bayi milik Hasbi dan dengan telaten mengganti popok bayi anaknya.

Setelah selesai, Radeva gendong anaknya sambil menepuk-nepuk pelan punggung anak itu. Dalam rentang waktu lima jam ini Hasbi sudah menangis karena lapar dua kali. Sekitar pukul sebelas dan pukul satu tadi. Ini sudah pukul tiga, bayi itu pasti lapar lagi.

Radeva menidurkan Hasbi di sebelah Maira dan dengan terpaksa membangunkan perempuan itu. Maira menggeliat pelan.

“Sayang, Hasbi mau susu.”

Dengan setengah sadar Maira mengangguk dan menyusui Hasbi.

Radeva duduk bersandar di sandaran tempat tidur sambil membenahi selimut istri dan anaknya, juga mengusap-usap kepala Maira. “Kamu tidur lagi aja, Sayang. Nanti kalo Hasbi udah kenyang aku pindahin ke keranjang lagi,” ucapnya.

Maira mengangguk dan tidur lagi.

Radeva terdiam mengamati Maira yang tidur dan anak mereka yang masih menyusu. Ternyata benar. Menjadi orang tua itu tidak mudah. Capek? Nggak usah ditanya!

Tapi rasa lelah itu tidak akan sebanding dengan rasa sayang mereka kepada darah daging mereka sendiri.

Di kamar yang lain…

“Nenek, ade bayi tadi nangis ya?” tanya Fla yang terbangun dari tidurnya karena mendengar tangisan Hasbi. Sedangkan Abel dan Chiko masih terlelap.

Zulaikha mengangguk. “Iya, Fla.”

Fla memeluk neneknya dengan erat. “Ade Hasbi beruntung punya Ayah Bunda kayak Abang sama Kak Maira,” ucapnya.

Zulaikha tersenyum. Diusap-usapnya kepala Fla. “Kenapa?”

“Soalnya Abang sama Kak Maira sama-sama penyayang, mereka baik ke semua orang, mereka nggak suka marah, mereka sabar, mereka mudah maafin orang, mereka nggak suka mempersulit urusan orang lain, mereka paham agama, mereka juga saling cinta.”

Zulaikha tersenyum. Dipeluknya cucu sulungnya dengan erat. Sekarang cucunya sudah besar. Tanpa sadar kedua manik mata Zulaikha berkaca-kaca. Apa yang Fla katakan memang benar. Sebagai seorang ibu, ia bangga memiliki anak laki-laki sebaik Radeva.

Bahkan sejak suaminya meninggal, Radeva sudah bisa jadi tulang punggung keluarga. Radeva sudah mulai meneruskan bisnis makanan dari Ayahnya sejak SMP. Laki-laki itu sudah mandiri sejak dini.

Dulu awalnya mereka memang tinggal di daerah Jawa Tengah, sampai akhirnya saat SMA Radeva meminta padanya agar pindah ke Bandung. Alasannya sih mau awasi cabang yang di Bandung.

Padahal mah Zulaikha tau kalau alasan utamanya cuma satu.

Maira.

Zulaikha tersenyum. Anak laki-lakinya itu memang sangat manis. Mencintai sahabatnya secara diam-diam tapi tak pernah memberitahu siapapun selain Tuhannya.

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang