47 : Lampu hijau

84 9 0
                                    

Sepulang dari mengantar undangan pernikahan ke rumah Kak Rena, Maira dan Nino kembali ke rumah Maira. Namun kedua orangtua Maira kebetulan sudah pulang. Terlihat motor Ayah Maira yang ada di pekarangan rumah.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.”

Nino mencium punggung tangan Arya yang menyambut mereka berdua di depan pintu rumah. “Temannya Maira, ya?” tanya Arya pada Nino dengan ramah.

“Iya, Yah.”

Maira refleks melototi Nino.

Nino tersenyum. “Ayahnya, Maira,” lanjutnya cengengesan.

Arya tersenyum. “Habis dari mana?”

“Dari rumahnya Kak Rena, Yah,” jawab Nino lagi-lagi dapat pelototan tajam dari Maira. Cowok itu hanya menyengir kuda.

Arya manggut-manggut. “Ya udah, saya tinggal ke dalem dulu,” pamit pria itu sebelum masuk ke dalam rumah. Maira dan Nino mengangguk. Keduanya pun duduk di bangku teras lagi.

“Mai.”

“Hm.”

“Radeva sering ke sini, nggak?”

Maira menggeleng. “Engga.”

Nino manggut-manggut. “Kamu sama Radeva udah kenal dari umur berapa?” tanyanya lalu menyeruput strawberry latte nya yang sudah hampir habis.

“Dari kita kelas empat esde. Entah waktu itu kita umur berapa.”

Nino manggut-manggut lagi. “Kalian… ngga pernah pacaran?”

Maira menggeleng.

Nino tersenyum tipis. “Padahal kalian cocok,” ucapnya membuat Maira mengernyit heran. Kalaupun Nino menyukainya, kenapa cowok itu jadi tiba-tiba mendukungnya dengan Radeva?

Di detik berikutnya Nino terkekeh. “Oh iya. Pacaran kan dosa ya. Lupa,” kekehnya. Maira hanya tersenyum tipis.

Niat Nino untuk membuka suara lagi langsung ia urungkan saat mendengar suara adzan ashar berkumandang. Keduanya sama-sama terdiam hingga selesainya mereka membaca doa selepas adzan dalam hati juga.

“Ayo sholat dulu.”

Maira dan Nino menoleh.

Keduanya saling berpandangan dan Nino tersenyum semringah. Ia menoleh lagi ke Ayahnya Maira. “Saya boleh numpang sholat di sini, Om?” tanyanya basa-basi.

“Boleh dong. Kenapa juga nggak boleh?” kekeh Arya.

Nino tersenyum. “Ayo sholat, Mai,” ajaknya ke Maira. Maira mengangguk. Dalam hati Nino ada rasa senang bukan main.

Ciahh berasa ngajak istri sholat, kekehnya dalam hati.

🍁🍁🍁

“Aamiin… ”

Arya, Nino, dan Maira kompak mengusapkan kedua telapak tangan ke muka, mengamini doa panjang setelah salat yang dilantunkan Arya.

Nino mencium tangan Arya, baru setelahnya Maira juga mencium tangan Ayahnya. Di sana hanya ada Nino, Maira, dan Ayah gadis itu. Sedangkan Fatima tidak ikut shalat karena sedang berhalangan.

Untuk beberapa saat atmosfer hening menyelimuti mereka. Nino dan Maira saling berpandangan, lalu Nino menyatukan kedua telapak tangannya ke arah Maira. Maira pun melakukan hal serupa.

Arya tersenyum. “Kalian teman sekelas?” tanyanya pada Nino.

Nino mengangguk. “Iya, Yah.”

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang