105 : Satu hari bersamamu

69 11 0
                                    

2.45 AM

Di sofa kamar, Nino memperhatikan perempuan yang duduk di sebelahnya dalam diam. Perempuan itu sedang merapikan rambutnya yang masih basah karena habis mandi. Merasa ngantuk, Maira menyandarkan kepala ke leher sang suami. Dengan lembut Nino usap-usap rambut istrinya. Pelan-pelan ia handuki juga rambut basah Maira yang masih meneteskan air.

“Aku ambilin hair dryer dulu ya, Sayang?”

Maira menggeleng dan mengeratkan pelukannya. Nino tersenyum. “Pindah ke kasur aja gimana?”

Maira menggeleng.

Nino mengecupi lembut kepala sang istri. “Semoga menjadi berkah dan pahala untuk kamu, Sayang.” Keduanya mengamini.

Maira mendongak dan mengusap-usap lembut rambut sang suami. “Kamu lebih ganteng kalo rambutmu acak-acakan.”

“Ya sudah, acak-acak terus ya setiap hari?”

“Iya.”

Mereka tertawa.

“Sayang, tau tidak? Saat kita SMA dulu, saya senenggg banget tiap ketemu kamu. Seneng banget, tanpa alasan. Tiap lihat kamu tuh hati saya rasanya jadi ademm gitu, Mai,” ungkap Nino jujur.

Maira tersenyum.

“Apa itu emang ciri-ciri jodoh ya, merasa tentram kalau bersama, ea,” imbuh Nino sembari mengeratkan pelukan lengannya di perut sang istri. Diam-diam juga menikmati aroma shampoo di rambut basah istrinya. Maira tersenyum.

“Mau minum… ”

“Sebentar, saya ambilin.”

Nino pun mengambil air minum di dekatnya, lalu membantu istrinya minum. Nino meminum sisa air Maira juga. Baru kemudian lelaki itu kembali bersandar pada sandaran sofa sembari mengusap-usap kepala Maira.

“Mau cium… ”

Nino mengecupi lembut tiap-tiap inci wajah Maira. Dengan senang hati, tentunya. Sebenarnya ia juga agak keheranan dengan sikap manja sang istri. Istrinya itu memang manja, tapi seharian ini jadi sangat manja padanya.

Kan Nino jadi seneng!

“Yah?”

“Hmm?”

“Boleh nggak saya panggil Abi?”

“Masya Allah boleh lah. Kamu mau panggil nama, panggil Mas, panggil Ayah, panggil Abi, bahkan panggil Sayang juga tidak papa. Saya suka semuanya.”

Maira tersenyum.

“Boleh kalau saya dan anak-anak panggil kamu Umma, Sayang?”

“Boleh.”

Nino tersenyum. “Kamu tau kepanjangan dari Umma?”

Maira berpikir sejenak. “Umi Maira?”

“Si cantik pinter banget sihhh.” Nino menguyel-uyelkan hidung mancungnya ke pipi sang istri. Maira hanya terkekeh geli. Nino sangat tau kalau Maira perempuan yang pintar, bahkan perempuan itu bisa kuliah kedokteran juga murni karena beasiswa.

Hebat!

“Abi… ”

“Hmm? Kenapa, Sayang?”

Maira memainkan rambut gondrong suaminya dengan gemas, lalu memeluk tubuh kekar lelaki itu lagi. “Kamu selalu berusaha buat saya dan anak-anak seneng. Makanya saya juga mau balik senengin kamu.”

“Kamu tau, Sayang?”

“Apa?”

Nino menarik Maira lebih dekat dan sedikit mendongak menatap manik mata perempuan di pangkuannya. “Saya senengg banget. Saya, orang palinggg beruntung karena memilikimu.”

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang