46 : Undangan pernikahan

93 8 0
                                    

“Aku tuh kayak operator, siap siaga dua puluh empat jam buat kamu, Mai.”

Maira tersenyum tipis mengingat ucapan Radeva padanya tadi sesaat sebelum cowok itu benar-benar pulang. Gadis itu menggelengkan kepala, lalu kembali sibuk membaca buku tafsir Ibnu Katsir miliknya.

Ding dong!

Maira mengernyit. Sekilas diliriknya jam dinding di kamarnya, pukul dua siang. Karena teringat kalau Ayah Bundanya sejak tadi belum pulang ia pun bergegas keluar kamar dan membukakan pintu rumah.

Dan…

Maira melotot kaget.

Di depan pagar rumahnya tidak ada Ayah ataupun Bundanya, melainkan berdiri seorang pemuda tampan dengan senyum manis terukir di bibir. Pemuda itu melambaikan tangan kanannya ke arah Maira.

Maira pun mendekat dan membuka pagar rumahnya. “Kamu ngapain di sini?” panik Maira sambil melihat ke sekitar. Untung saja sekitar perumahannya tergolong perumahan yang sepi karena tetangga-tetangganya sibuk bekerja.

Bukan sibuk ghibah :v

Nino tersenyum. “Humaira.”

Maira mendongak menatap cowok jangkung di depannya. “Apa!?” galaknya.

Nino terkekeh. “Galak banget sih, jadi gemes,” kekehnya membuat Maira menatapnya tajam.

Nino terkekeh lagi. Diberikannya sebuah benda pipih berbentuk persegi panjang ke Maira. “Spesial dari Bunda, buat kamu.”

“Ini apa?”

“Buku nikah kita.”

Maira berdecak. Ternyata benda pipih di tangannya itu adalah sebuah undang pernikahannya Abangnya Nino dengan temannya Kak Rena, Kak Amalia.

“Datang ya?”

Maira mengangguk.

Nino tersenyum. “Nanti saya tunggu di pelaminan.” Maira hanya geleng-geleng.

“Kamu nggak persilahkan saya duduk?” tanya Nino tanpa malu.

“Ya udah duduk aja di situ.” Maira menunjuk ke kaki Nino yang masih berpijak di jalan, belum sampai masuk ke pekarangan rumahnya.

Nino langsung manyun. “Nanti orang-orang pada ngira kalo saya mau minta sumbangan ke kamu, Mai.” Keduanya tertawa. Maira pun mempersilakan Nino duduk ke teras rumahnya. Tempatnya mengobrol dengan Radeva tadi pagi.

“Mau minum?”

Nino menggeleng. Diambilnya tiga strawberry latte dari paper bag ukuran sedang yang dibawanya. “Saya tau kalau kamu bakal nawarin minum. Jadi tadi saya beli ini semua biar kamu nggak perlu capek-capek siapin minum buat saya,” ucap Nino sambil menata ketiga minuman dingin itu ke atas meja.

Maira hanya diam mengamati.

Maira hanya diam mengamati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang