66 : Calon Orangtua

119 8 0
                                    

Empat bulan berlalu, kini kandungan Maira sudah memasuki usia empat setengah bulan. Tentu saja perut perempuan itu sudah membuncit seperti perempuan hamil empat setengah bulan pada umumnya.

Di minggu pagi yang cerah ini Maira dan Radeva sedang berbahagia melihat perkembangan janin dalam kandungan Maira melalui monitor USG.

Ini USG Maira yang kedua.

Nafa, dokter kandungan di sana ikut tersenyum senang dan mengubah USG abdominal yang semula 2D menjadi 3D. Sekarang terlihatlah seluruh bagian tubuh janin Maira dengan jelas.

Terutama wajahnya.

Maira dan Radeva saling bergenggaman tangan. Janin dalam rahim Maira tampaaan sekali. Terlalu bahagia membuat kedua calon orang tua itu sampai tak bisa berkata-kata.

Speechless.

“Ini kepalanya, ini tangannya, ini punggungnya,  ini pinggul, ini kakinya,” jelas Nafa sambil menunjuk bagian-bagian tubuh janin di layar monitor.

“Laki-laki, Kak?” tanya Maira.

“Iya, Mai.”

Maira dan Radeva saling berpandangan, lalu kompak tersenyum lebar. “Kira-kira nanti lahirannya bisa normal atau operasi, Kak?” tanya Maira.

Nafa mengamati monitor seraya menggerakkan pelan transduser di atas perut Maira. “Insya Allah bisa normal, Mai.”

“Alhamdulillah.”

“Aww… ”

Maira meringis saat merasa janin di perutnya menendang-nendang. Radeva menoleh ke layar monitor. Benar saja, janin dalam kandungan Maira memang sedang menendang-nendangkan kaki ke bagian luar perut Maira.

Radeva tersenyum. “Dia udah gak sabar ketemu Ayah Bundanya, Sayang.”

Maira tersenyum.

☁️☁️☁️

“Makan dulu, Sayang.”

Zulaikha datang membawakan nampan berisi martabak asin buatannya sendiri. Maira tersenyum senang. Martabak asin isi daging ayam buatan Bunda mertua memang yang best!

“Maira bisa makan sendiri kok, Bunda,” ucap Maira saat Zulaikha hendak menyuapinya.

“Nggak boleh nolak, Sayang.”

Maira pun menurut. Ia membuka mulut dan melahap martabak suapan Bunda Zulaikha dengan senang hati. “Ini enak bangettt, Bunda,” gemas Maira setelah menelan martabaknya. Zulaikha tersenyum dan kembali menyuapi menantu kesayangannya.

Setelah memakan tiga potong martabak, Maira sudah merasa kenyang. Tapi Zulaikha masih terus menyuapinya. “Udah kenyang, Bunda.”

“Ibu hamil itu perutnya harus keisi terus. Nggak boleh kosong.”

Maira mengusap-usap perut buncitnya. “Ini kan udah keisi janin, Bunda.”

Zulaikha mencubit pelan pipi Maira. “Kamu tuh ya,” gemasnya sambil meletakkan kembali martabak di tangannya ke piring. Sedang Maira hanya terkekeh pelan.

Fla yang baru selesai mandi sore menghampiri Maira dan Neneknya di ruang tengah. Ia duduk tepat di sebelah Maira. “Kak, boleh pegang perutnya?”

“Bolehh.”

Fla mengelus-elus pelan perut Maira. Ia tersenyum lebar. “Ih lucu, debaynya di dalem perut Kak Mai gerak-gerak.” Maira tersenyum.

Chiko yang juga baru selesai mandi ikut bergabung dan mengelus-elus lembut perut Maira. “Cakit engga, Kak?”

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang