54 : Berasa interogasi

56 11 0
                                    

Hampir semalaman Maira tak bisa tidur karena saking bimbangnya dengan perasaannya sendiri. Ia harap doa-doanya akan segera mendapat jawaban dari sang Pengabul doa.

Allah… please…

Siang ini Radeva menjemput Maira pulang dari rumah sakit lagi karena kebetulan jam kerja arsitek muda itu di pagi dan sore hari. Kalau siang, kosong. Jadi ia bisa menjemput Maira pulang dari rumah sakit.

Di depan rumah sakit, mobil Radeva masih di tempat yang sama. Laki-laki itu masih sibuk dengan ponselnya, belum menyalakan mesin mobilnya. Berbeda dengan Maira yang sejak tadi diam memandang sekitar. Ia menoleh ke lelaki di sebelahnya.

“Dev?”

“Hm?”

“Nanti sore aku mulai ta’aruf sama seseorang.”

Radeva menoleh cepat. Kedua mata elangnya membulat sempurna. “SAMA SIAPA?!” sahutnya tak woles.

“Sama… Reyhan.”

“REYHAN?!”

Maira mengangguk.

Radeva mengerjap. “Kamu terima?!”

Maira menghela napas. Respon Radeva seperti dia bilangnya mau nikah besok aja. “Aku baru terima ta’arufnya, Dev. Bukan lamarannya.”

Radeva terdiam.

Kaget?

Oh jelas!

Sejak dulu Nino lah yang selalu mengejar-ngejar Maira. Tapi kok sekarang yang ingin melamar Maira justru adiknya? Bukan Ninonya? Tapi ngomong-ngomong Radeva sebenarnya tau kalau selama ini Maira tak pernah balik mencintai Nino.

Ya, Maira tak pernah bisa mencintai Nino.

Maira sendiri juga tak tau apa alasannya.

Maira memberanikan diri menatap kedua mata teduh Radeva. “Kenapa?” tanyanya pelan.

Untuk beberapa saat Radeva hanya diam balik menatap kedua manik mata Maira juga, lalu memutus kontak matanya dengan gadis itu. Radeva menggeleng. “Jangan diterima ya, Mai.”

“Apanya?”

“Lamarannya.”

Maira tersenyum. “Kan belum ta’aruf, Dev. Bisa aja kan waktu ta’aruf nanti cocok trus aku terima,” kekehnya. Ia ingin tau bagaimana reaksi sahabatnya.

Radeva menoleh. “Maira… ”

Maira terkekeh lagi. “Kenapa sih emang? Kamu nggak mau kalo aku nikah duluan?”

“Enggak,” tegas Radeva.

Maira tersenyum. Kedua manik mata teduhnya beralih menatap jari-jari lentiknya. “Terus kamu maunya yang nikah nanti kamu dulu gitu? Enggak boleh kalo aku dulu?”

Radeva menghela napas. “Kalo bisa barengan, kenapa harus nentuin siapa yang nikah duluan sih, Mai?”

Maira terdiam.

🌼🌼🌼

Sore ini di salah satu kafe outdoor yang ada di Bandung, Maira akan mulai berkenalan lebih dekat dengan Reyhan. Tentu saja mereka tak hanya berdua. Ada Alif, Lia, dan anak keempat keduanya yang masih bayi yang juga ikut menemani Reyhan dan Maira.

“Mau gendong, Mai?” tawar Lia saat melihat Maira terlihat sangat gemas melihat bayi dalam gendongannya.

“Mau, Kak.”

Lia pun memindahkan bayinya yang sedang tidur ke dalam gendongan Maira. Maira tersenyum senang. Ralat, gadis itu sangat sangat sangat senang. “Ututu Sayang, cantik banget.”

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang