109 : Sesuatu

64 10 0
                                    

8 Ramadhan

“Hati-hati, Hasbi.”

“Iya, Umma.”

Hasbi terus melajukan skateboard milik Radeva dengan sangat senang. Meskipun agak berat, anak itu tidak kapok bermain dengan itu. Terus berputar-putar mengelilingi halaman belakang.

Nino yang sedang mengajari Haura naik sepeda roda empat hanya tersenyum melihat tingkah sang putra sulung. Beberapa kali jatuh, bangkit sendiri, lalu tetap bermain dengan ceria.

“Hasbi, lutut kamu luka loh. Sini Umma obati.”

“Tidak, Umma. Nanti saja. Habi kan anak kuat,” tolak Hasbi dan kembali bermain skateboard.

Maira tersenyum.

“Tidak papa, Sayang. Biarkan Hasbi bermain sampe puas dulu,” sahut Nino ke sang istri.

“Iyaa.”

Maira menunduk menatap kedua bayi kembar yang ada di kereta dorong. Husain sedang mengamati Ayah serta kedua kakaknya, sesekali batita itu tertawa. Sedangkan Haula bermain boneka yang sejak tadi bayi itu genggam. Sesekali Haula gigit boneka itu.

“Ehh Sayang, nggak boleh digigit.” Maira menyingkirkan boneka Haula dan menggendong bayi itu. Sesekali Maira berikan beberapa kecupan ke sang anak, saking gemasnya.

Maira mengamati lagi Nino, Hasbi, dan Haura. Ia jadi teringat sesuatu. Dulu saat ia mengandung Haura di usia tujuh bulan, dari tempat yang sama seperti sekarang, ia tertawa bahagia melihat Radeva dan Hasbi bermain air keran. Sampai-sampai kedua laki-laki kesayangannya itu basah kuyup.

Detail-detail percakapan saat Radeva menghampirinya dulu bahkan masih begitu ia ingat.

“Sayang, nanti kalo si cantik udah lahir, kita main keran lagi sama-sama ya? Sekarang kamu sama si cantik istirahat dulu. Nggak boleh main air dulu ya?”

Maira mengangguk.

Yayaa, ciniiiii.”

“Sebentar, Nak.”

“Bentar ya, Sayang. Aku temenin si Ganteng dulu,” pamit Radeva sambil mengusap-usap kepala lalu perut Maira juga.

“Iyaa sana, kasian tuh Hasbi main keran sendirian.”

Radeva terkekeh.

Maira tersenyum, lantas bergumam lirih. “Aku kangen kamu, Dev.”

🤍

Siang yang cerah ini Hasbi dan Haura sedang diajak jalan-jalan oleh Ezar dan keluarga kecilnya. Sedangkan Nino dan Maira di rumah bersama si kembar yang bermain di sebelah Maira.

Di ruang keluarga, sambil menjaga kedua batitanya juga menyuapi dua anak itu bubur sun, Maira menonton televisi di juga. Sementara Nino sejak tadi masih sedang telfon dengan seseorang. Tak lama lelaki itu kembali.

“Habis telfonan sama siapa?”

Nino yang mendengar nada cemburu dari sang istri tersenyum manis, lalu mengecup pipi perempuan itu. “Itu Sayang, sama anak-anak di Aceh. Banta, Lhem, sama yang lainnya juga.”

“Ohh.”

“Kamu ngira saya telfonan sama perempuan? Kamu cemburu ya, Sayang?”

“Enggak,” cuek Maira.

Nino terkekeh. Ia membersihkan bubur yang belepotan di sekitar bibir sang anak, kemudian mengambil sebuah gitar tak jauh dari jangkauan mereka.

Jrenggg~

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang