20 : Upacara rasa drama

63 11 0
                                    

Upacara hari Senin SMA Permata sebentar lagi akan dimulai. Semua murid sudah bersiap baris di tempat sesuai kelas mereka.

“Mai Mai, depan.”

Diana menarik tangan Maira agar menempati tempat kosong di depannya. Maira menurut-menurut saja. Sampai, ia sadar kalau tepat di depannya ternyata adalah Nino.

Cowok itu berdiri di barisan cowok kelas 2A-7 paling belakang sebelah kanan dan ia di barisan perempuan paling depan sebelah kanan juga. Jadi keduanya berdiri depan-belakang.

Maira hendak mundur untuk pindah. Tapi semua perempuan di kelasnya menahan agar ia tetap di tempat.

“Di situ aja, Mai.”

“Gak boleh kemana-mana pokoknya.”

“Nino gak bakal gigit kok.”

Nino menoleh ke belakang dan sedikit menunduk. Ia baru tau kalau ternyata yang di belakangnya adalah Maira. Cowok itu lantas tersenyum. “Di situ saja, biar kamu bisa saya lindungi dari panas matahari.”

Murid-murid di lapangan yang mendengar itu kompak mengelus dada, BAPER MASSAL!

“KISAH CINTA BER-DAMAGE UHUY.”

“KISAH KASIH DI SEKOLAH YANG SESUNGGUHNYA.”

“MASIH PAGI UDAH UWU-UWU AJA NIH.”

“DEK, NANTI KALO NIKAH JANGAN LUPA NGUNDANG KITA SEMUA YA?? AGREE??”

“AGREE!!”

Maira hanya menunduk dan menarik topinya lebih ke bawah. Sekarang dirinya dan Nino tidak hanya jadi pusat perhatian teman-teman sekelas saja, tapi sudah jadi pusat perhatian semua murid di lapangan.

Tolong ya…

Nama Maira dan Nino sudah menyebar luas di seluruh penjuru sekolah sejak hari pertama Nino jadi murid baru.

Lalu sekarang Nino apa kabar??

Cowok itu juga sedikit menundukkan kepala, tapi terlihat jelas kalau ia sedang tersenyum. Dia sedikit merasa bersalah karena sudah membuat Maira jadi malu.

Tak lama setelah keramaian terjadi di lapangan sekolah, akhirnya semua mulai tenang dan upacara pun dimulai. Saat sampai di bagian amanat pembina upacara, Nino terdiam.

Dia membayangkan sesuatu…

Kalau Maira berhasil ia halalkan nanti, mereka berdua akan resmi jadi suami istri. Mereka jadi bisa selalu bersama tanpa dapat dosa, justru dapat pahala. Ia juga bisa dengan bebas memeluk atau menggenggam tangan Maira. Pasti akan sangat nyaman.

“No?!”

Nino tersadar. “Ha? Apaan?”

Dean yang sejak tadi memanggil murid baru di sebelahnya itu berdecak. “Lo ngelamun?”

Nino menggeleng. Cowok itu melirik ke belakang sebentar dan tersenyum lagi. Bisa-bisanya ia tadi sampai membayangkan Maira.

Dasar fantasi tidak sopan!

Nino menoleh ke Maira.

“Maira.”

Maira mendongak balik menatap cowok di depannya, lalu menunduk lagi.

Nino tersenyum tak enak. “Maaf.”

“Tadi gue kelepasan bayangin lo,” lanjutnya dalam hati.

Semua murid di sekitar Nino dan Maira mulai beralih tatap melihat keduanya. Menurut mereka Nino dan Maira kini lebih menarik dibanding pembina upacara yang sedang berpidato panjang lebar di depan sana.

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang