45 : Happy holiday, Mai

70 10 0
                                    

“Temenin aku makan, Dev… ” potong Maira lirih.

Kepala gadis itu tertunduk lesu dengan kedua mata yang berair. Secara pelan Maira menancap-nancapkan sendoknya ke dessert. Sekilas terlihat bibir gadis itu bergetar seperti menahan tangis.

Radeva terdiam. Maira adalah orang paling kesepian yang pernah ia kenal. Setiap harinya gadis itu selalu sendiri, bahkan sejak kecil dulu. Kalaupun Maira sedang bersama keluarga, seringkali gadis itu justru mendapat perlakuan kurang mengenakkan. Entah dari orangtuanya, kakaknya, atau keluarga yang lain.

Radeva mengambil sendoknya dan membuka dessert oreonya. Disendoknya dessert nya lalu ia suapkan ke Maira. “Ayo kita makan.”

Maira mendongak, menatap sesendok dessert yang hendak disuapkan Radeva ke dirinya. Ia pun tersenyum sembari menggeleng.

Radeva menggeleng. “Dimakan, Mai,” candanya sok-sokan memaksa.

Maira pun mengambil sendok di tangan Radeva dan memakan dessert itu. Radeva tersenyum. Maira menyendokkan dessert miliknya lalu ia berikan ke Radeva. Radeva juga melakukan hal yang sama seperti Maira. Kini keduanya jadi bertukar sendok. Ya kan tidak mungkin kalau mereka makan di satu sendok yang sama.

Di sela makan, mereka lebih banyak diam. Hanya ada topik-topik singkat saja yang sesekali mereka obrolkan.

“Oh iya, Mai.”

“Hm?”

“Kemarin waktu kamu sama Nino hilang, kalian ke mana aja?”

“Kita muter-muter hutan sekitar tempat terakhir kita lihat temen-temen, trus habis itu langsung naik ke rumah pohon waktu hujan,” terang Maira.

“Di rumah pohon itu kalian neduhnya lama berarti?”

Maira mengangguk. “Lumayan.” Radeva manggut-manggut.

Hening lagi.

Maira meminum jus jeruknya, lalu mengaduk-aduk jusnya itu sembari memandang ke arah jalan dengan pandangan kosong.

“Mai?”

“Hm?”

“Ngelamun aja.”

Maira tersenyum. “Engga kok.”

“Kamu sakit?” tanya Radeva sembari menggerak-gerakkan kedua kakinya, mengajak kedua kucing Maira yang ada di bawah mereka untuk bermain. Sesekali ia dan Maira tersenyum melihat tingkah menggemaskan Moza dan Heba.

“Engga kok.”

Radeva mengangguk. “Liburan ini mau ke mana, Mai? Nggak pulang ke Jogja?”

“Engga, Dev. Nggak ke mana-mana. Kamu sendiri? Kamu nggak pulang kampung?”

“Rencana sih mau ke rumahnya almarhum Bang Naufal di Aceh, tapi kemungkinan nggak jadi sih. Soalnya Chiko masih terlalu kecil buat dibawa ke sana,” jelas Radeva. Maira mengangguk paham.

“Nanti kalo aku ke Aceh, siapa dong yang nemenin kamu di sini?” goda Radeva sembari menaik-turunkan alis tebalnya.

Maira tertawa.

Radeva geleng-geleng dan meminum minumannya. Tapi samar-samar ia juga tersenyum. Sekilas diliriknya jam tangannya. Tak terasa sudah satu jam lamanya mereka bersama. Ia pun memutuskan untuk pamit.

Di detik itu juga raut muka Maira berubah. Dari yang Radeva tangkap, gadis itu… emm kecewa, mungkin ?

Radeva memakai jaketnya dan membantu Maira membereskan meja. “Udah gapapa, biar aku aja yang beresin, Dev.” Maira mencegah Radeva membantunya beres-beres. Tapi katakan lah Radeva keras kepala, ia tetap ikut beres-beres.

Setelah meja kembali bersih, keduanya terdiam beberapa saat. Radeva menunduk, menatap Maira yang hanya setinggi dadanya. “Aku pamit dulu ya, Mai?”

Maira mengangguk. “Makasih ya, Dev. Hati-hati.”

Radeva mengangguk. “Terima kasih kembali.”

Hening.

Maira mendongak menatap Radeva yang tak kunjung mengucap salam, namun justru diam menatapnya dengan teduh. Radeva mengambil sebuah boneka yang ada di atas meja.

Radeva membalik bagian dalam bonekanya agar ekspresi boneka yang semula marah menjadi tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Radeva membalik bagian dalam bonekanya agar ekspresi boneka yang semula marah menjadi tersenyum.

“Mau kamu apain?” heran Maira.

Radeva tersenyum. Dengan lembut ia letakkan boneka itu ke atas kepala Maira, lalu ditepuk-tepukkan pelan ke kepala gadis itu. Radeva menatap kedua manik mata Maira. “Sabar dulu ya, Mai.”

Maira mengernyit. “Sabar buat?”

Radeva menipiskan bibir, tersenyum, lalu menggeleng. “Enggak. Lupain aja. Happy holiday, Mai.”

Maira tersenyum. “Happy holiday, Radeva.”

TBC

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang