11 : Ngga enak badan

90 13 0
                                    

“Kenapa, Mai?”

Maira menggeleng. Ia tenggelamkan muka ke dalam lipatan lengannya di atas meja. Sejak pagi tadi kepalanya pusing dan perutnya sakit. Entah kenapa.

Naya memeriksa tangan Maira. “Tangan lo panas, Mai.”

“Ya lo cek keningnya lah, Nay. Malah tangannya!” protes Riri.

Naya terkekeh. “Tapi keningnya Maira gak keliatan.”

“Minta Maira angkat muka bentar,” eyel Riri. Nora hanya geleng-geleng.

“Angkat muka gimana?”

Riri berdecak geram dan menggucang-guncangkan lengan Naya dengan kesal. Sedangkan Naya sendiri hanya tertawa. Setelah puas melampiaskan kekesalan, Riri berpindah dari tempat duduknya ke tempat duduk Hani, teman yang bangkunya di depan bangku Maira.

“Mai Mai.”

“Angkat muka, Mai.”

Maira mengangkat kepala dan menatap Riri lesu. Riri menempelkan punggung tangannya ke kening Maira.

“Lo panas, Mai.”

“Jangan bilang kalo tadi malem lo gak tidur.”

“Emang gak tidur,” gumam Maira.

“Hayoo begadang ngapain aja loo?”

Riri, Nora, dan Naya menatap Maira curiga. “Jangan bilang kalo lo gak bisa tidur gara-gara mikirin Nino, Mai?”

Maira menggeleng dan kembali menelungkupkan kepala ke atas meja.

Nino yang baru datang dengan Dean meletakkan tasnya ke bangkunya, lalu menatap siswi di bangku sebelah kanannya dengan bingung.

“Maira kenapa?” tanyanya pada Riri.

“Lagi gak enak badan,” balas Riri apa adanya.

Maira mengangkat kepala dan membenahi letak kacamata, lalu beranjak meninggalkan tempat duduknya. Nino mengikutinya.

“Maira, mau ke mana?”

Atensi semua murid di kelas kompak beralih ke Nino dan Maira.

Maira berbalik badan. “Kamar mandi,” ucapnya penuh penekanan. Isyarat sedang tidak ingin diganggu.

Nino menggaruk alis tebalnya yang tidak gatal, lalu duduk kembali. “Ya udah, hati-hati ya. Tadinya mau saya antar, tapi lupa kalo ternyata kita belum halal.”

“UHUK UHUK… ”

“EKHEM EKHEM… ”

“PAGI-PAGI UDAH UWU-UWUAN AJA NIH.”

“ASTAGHFIRULLAH, BISA-BISANYA GUE BAPER… ”

Maira berusaha menulikan telinga dan segera pergi menuju kamar mandi.

🍁🍁🍁

Tiriring ting tiriring ring~

//anggep aja suara bel jam istirahat :v

Pelajaran kewirausahaan kelas 2A-7 siang ini selesai. Naya, Riri, dan Nora segera merapikan buku-buku mereka dan bersiap untuk ke kantin.

Sedangkan Maira sendiri masih seperti sebelumnya. Gadis itu hanya menelungkupkan kepala ke lipatan lengannya di atas meja.

“Mai.”

“Mau ikut ke kantin engga?”

Maira menggeleng.

“Ya udah… ”

“Mau dibawain apa?”

Maira menggeleng lagi.

“Pulang aja, Mai. Gue anterin. Nanti gue juga ikut pulang,” kekeh Riri.

“Gue juga, Mai,” imbuh Nora. Sedangkan Naya yang biasanya paling waras hanya tertawa.

Nino yang sedang bermain ponsel diam-diam tersenyum mendengarnya. Memang ketiga teman Maira itu aneh-aneh semua.

Ups.

“Lo berdua ke kantin gih. Gue nitip jajan biasa. Gue di kelas aja nemenin Maira. Sekalian ngerjain pe-er nih,” ucap Nora pada Naya dan Riri.

“Oke!”

“Mai, butuh minyak engga?” tawar Nora.

Maira menggeleng lagi.

Nora mengangguk dan memasang earphone ke telinganya, lalu mulai menyibukkan diri untuk menyalin tugas.

Kelas sudah hampir kosong. Sekarang hanya menyisakan Maira, Nora, dan beberapa anak cowok.

“No, ayo kantin,” ajak Dean yang mau ke kantin bersama yang lain.

“Duluan aja. Nanti gue nyusul.”

Melihat keberadaan Maira yang sedang di kelas, semua cowok mulai mengerti. Pasti Nino mau mendekati gadis itu lagi.

“Mau modus dulu pasti.”

“Pasti.”

Setelah semua cowok pergi juga, kini di dalam kelas hanya menyisakan Nino, Maira, dan Nora.

Nino menatap Maira.

“Mai, kamu sakit?”

Maira mengangkat kepala dan menatap Nino sekilas, lalu menggeleng. Ia alihkan pandangan ke taman bunga sekolah di lantai satu yang bisa ia lihat dari jendela dekatnya seraya memijit-mijit pelipisnya.

“Tapi kamu keliatan pucat, Mai.”

Maira menggeleng lagi.

Nino beranjak dari tempat duduknya dan duduk di kursi Hani yang kosong. Maira otomatis menelungkupkan mukanya lagi.

“Kamu belum sarapan ya?”

Maira diam.

Di sana Nora hanya diam fokus menyalin tugas, pura-pura tidak memperhatikan dua orang di depannya.

“Kamu diam berarti benar kamu belum makan. Sebentar, saya belikan makanan dulu.”

“Tidak usah.”

“Tidak usah bagaimana? Kamu belum makan, Mai. Gak papa kalau kamu gak mikirin diri kamu, setidaknya pikirin yang ada di perut kamu,” ucap Nino ambigu.

“UHUKK!!”

Maira dan Nino kompak menoleh ke arah Nora yang sedang buru-buru minum karena terbatuk-batuk. Maira beralih menatap Nino dengan tajam.

Nino meringis pelan. Pasti ucapannya tadi sudah membuat Nora salah paham.

“Pergi.”

“Tapiㅡ”

“Pergi, Nino!”

Terpaksa Nino pun pergi.

“Salah gue di mana, sih? Di perut Maira kan emang ada organ pencernaannya… ” batin Nino sedih.

Setelah memastikan Nino pergi, Nora menepuk-nepuk pelan bahu Maira. Maira menoleh lesu.

“Maksud omongannya Nino tadi apaan, Mai?”

Maira menggeleng. “Gak usah dipikirin. Dia emang aneh.”

Nora manggut-manggut mengerti. Tapi dalam hatinya masih saja ragu. Dia masih heran aja kalo Nino yang baru sehari jadi murid baru udah ngajak Maira nikah.

“Tapi, Mai… ”

“Lo sama Nino engga… ”

Nora tidak melanjutkan kalimatnya, gadis itu justru memberi kode kepada Maira agar melihat ke kedua jari telunjuknya yang ia satukan.

Maira mengernyit. “Maksudnya?”

“Di dalem perut lo gak ada calon manusia lain, 'kan?” tanya Nora seenak jidat.

Maira melotot kaget. “Astaghfirullahaladzim, Nor… ”

Nora menyengir.

TBC

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang