88 : Eid Mubarak

52 9 0
                                    

“Mas Dev… besok lebaran… aku belum sempat minta maaf ke kamu… ”

Sebuah tangan kecil menghapus air mata di pipi Maira. “Unda jangan nangis lagi, kan Ayah lagi istilahat. Nanti Ayah bangun lagi loh,” cadel si empu tangan.

Maira tersenyum getir. Ia gendong Hasbi ke pangkuannya. “Bunda nggak nangis kok, Bi,” ucap Maira meski mati-matian menahan tangis.

Hasbi tersenyum dan sibuk bermain dengan tasbih di tangan Bundanya. Maira hanya tersenyum sembari merapikan rambut pangeran kecilnya.

“Undaa, langitnya bagus.”

“Iya, Masya Allah.”

“Masya Allah,” ulang Hasbi.

Keduanya sempat terdiam beberapa saat melihat keindahan langit beserta gema takbir yang berkumandang dari seluruh penjuru masjid dan mushala.

“Undaa, Habi syuka banget cama malam takbilan.”

“Kenapa Habi suka banget, Sayang?”

“Coalnya baguss, lame jugaa. Habi syukaa. Apalagi besok lebalann, pasti banyak makanann. Aduhhh pipi Habi pasti jadi kayak bapao gala-gala kebanyakan makann. Pasti pipi bapao Habi jadi lebutan Ante-ante buat dicubitii.”

Maira terkekeh sembari memeluk anaknya dengan gemas. Kepolosan Radeva benar-benar menurun ke anak sulung mereka. “Masya Allah… ”

“Masya Allah,” ulang Hasbi.

Maira tersenyum gemas. Ia ciumi wajah anak lelaki yang tampan itu. Hasbi terkekeh senang. “Oh ya Unda, Nenek cama Ante Abel lagi di dapul bikin kue. Tadi Habi juga ikutan bikin kue, seluu bangett,” ucapnya riang.

“Oh yaa? Habi ikut bikin kue apa, Sayang?”

“Kuee yang bentuknya kayak bulan itu, Undaa.” Hasbi menunjuk ke langit. Ada bulan sabit yang bersinar terang di sana.

“Kue bulan sabit ya?” goda Maira.

“Enda Unda, namanya bukan itu. Namanya… hmmm… aduhh Habi lupaa.”

Maira terkekeh melihat anak sulungnya terlihat berpikir keras. “Kue putri salju, Sayang?”

“Nah iya itu, Undaa. Kue puteli salju. Kuenya enakk bangett. Unda halus cobaa.”

“Oh ya, Sayang? Ya udah kita ke dapur yuk, Bunda mau coba juga.”

“Ayo, Undaa.”

Maira berdiri pelan-pelan. Ia seharusnya masih pakai kursi roda, tapi ia rasa kakinya sudah lebih membaik. Ia tak ingin kakinya istirahat terlalu lama juga.

“Unda nda pake kulsi loda?”

“Enggak, Nak. Bunda nggak papa kok,” terang Maira. Hasbi hanya manggut-manggut. Ia eratkan lagi genggaman tangannya dan Bundanya, keduanya pun ke dapur bersama.

“Haura di mana, Sayang?”

“Hula cama kak Fla cama kak Iko lagi nonton tv di atas, Unda.”

Maira manggut-manggut paham. Sesampainya di dapur terlihat Zulaikha dan Abel yang memang sedang sibuk memasak.

“Ehh Mairaa, kok nggak pake kursiii??!?” panik Zulaikha yang langsung membantu Maira duduk di kursi terdekat.

Maira tersenyum. “Maira nggak papa kok, Bunda.”

“Ish kamu harusnya istirahat, Sayangg.”

“Maira mau bantu Bunda sama Kak Abel masak… ”

“Eitss nggak boleh ya, Sayangku cintaku. Kamu duduk anteng aja di sini ya sama Hasbi. Bunda tuh kalo masak-masak gini sendiri aja mah nggak papa. Apalagi itu udah dibantu Abel tuh. Nenek-nenek gini Bunda bertulang muda tau.”

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang