89 : Hancur

69 7 0
                                    

“Apa kamu masih mencintainya, Nak?”

Nino sedikit mendongak menatap Abinya, lalu menatap ke arah lain, tepat di manik mata laki-laki yang duduk di hadapannya. Nino pun menunduk lagi, ia mengangguk lesu.

Khalif menatap Reyhan. “Apa kamu juga masih mencintainya, Nak?” Reyhan menunduk, ia mengangguk juga. Annisa, Alif, dan Ezar terdiam kaget.

Khalif tersenyum. Keempat anaknya memang terbiasa jujur. Bahkan untuk hal se-rumit ini pun mereka masih tetap jujur.

Ya meskipun tentu saja mencintai seseorang yang memiliki pasangan halal itu salah. Tapi tak akan salah selama hal itu hanya dipendam dalam hati dan ada keinginan terus berusaha ikhlas, serta tak ada campur tangan ‘keegoisan kita’ di sana.

Kita hanya manusia biasa. Perihal hati, semua ada di luar kendali.

🥀

“Bunda?”

“Hm?”

“Bunda ikhlas?”

“Ikhlas apa?”

“Ikhlas kalo Maira… ”

Zulaikha menghela napas. Ia letakkan pisau serta aneka jamur yang sedang ia potong. “Apapun yang terjadi, Bunda cuma mau Maira bahagia, Bel. Semua keputusan ada di tangan Maira. Kalo Maira ikhlas, Bunda juga ikhlas. Insya Allah.”

Abel terdiam.

“Kamu sendiri, Bel?”

“Abel seneng kalo Maira seneng, Bunda.”

“Bunda?”

Zulaikha dan Abel membelakak.

“M-maira?”

🥀

“Apa kamu berkeinginan memilikinya, Rey?”

“Saya mencintainya hanya sebagai cinta pertama saya, tapi saya tidak berkeinginan memilikinya, Bi. Insya Allah,” serius Reyhan.

Sejak kecil Reyhan sudah di pondok yang sama sekali tidak ada perempuan. Laki-laki itu benar-benar tak pernah berinteraksi dengan yang bukan mahramnya manapun kecuali Maira. Jadi tak heran kalau Maira adalah cinta pertamanya. Lagipula Maira memang mudah membuat siapapun jatuh cinta.

Khalif mengangguk. Ditepuk-tepuknya lagi bahu Nino. “Setelah Maira melahirkan, datangi Maira. Lamarlah dia, Nak. Insya Allah Maira bisa jadi istri yang baik buat kamu, No.”

Nino memejamkan mata.

Setelah iddah Maira selesai, ia harus segera menikahi Maira. Kenapa Radeva memintanya menyegerakan pernikahan? Karena Radeva sangat tau kalau Maira dibiarkan terus-menerus sedih dan menyendiri, perempuan itu bisa menyakiti diri sendiri. Radeva tidak mau hal itu sampai terjadi.

Ya Allah, kenapa saya ada di situasi seperti ini?

🥀

Di kamar Zulaikha.

“Maira tau.”

“Maira tau tentang permintaan Mas Deva supaya Maira nikah lagi,” lanjut Maira.

Abel dan Zulaikha terdiam.

“Mas Deva udah ceritain semuanya di video yang dia buat untuk Maira. Kenapa dia minta Maira ngelakuin itu, Bunda? Kak?” Maira menatap kedua wanita di depannya dengan mata berkaca-kaca.

Zulaikha mengusap-usap pipi Maira. “Deva mau ada laki-laki yang bisa jadi imam yang baik buat kamu, yang bisa selalu ada di sisimu, menjagamu dan anak-anak kalian, Mai. Anak-anak pasti juga butuh sosok ayah yang temani mereka tumbuh 'kan?”

Maira menggeleng. “Maira cuma cinta Mas Deva, Bunda. Maira cuma mau jaga cinta Maira buat dia aja.”

Zulaikha menyeka air mata menantunya. “Radeva juga cintaaa banget sama kamu, Mai. Makanya dia mau kamu dan anak-anak kalian ada yang jaga. Deva pasti punya alasan kenapa dia pilih Nino. Deva nggak akan mungkin kasih pilihan yang salah buat perempuan yang paling dia cintai, Mai.”

Maira menggeleng frustasi. “Maira nggak bisa nikah sama Nino, Bunda.”

Zulaikha menarik Maira yang sudah menangis untuk masuk ke pelukannya. “Mintalah petunjuk ke Allah, Sayang.”

Zulaikha memejamkan mata.

Maaf Mai, Bunda juga udah janji ke Deva buat satuin kalian berdua.

Maira terus saja menangis. Ia mengakui bahwa ia salah. Ia terlalu mencintai manusia sehingga ia jadi sangat bergantung pada manusia itu, yang tak lain tak bukan adalah suaminya. Seharusnya ia hanya menggantungkan hidupnya pada Allah saja. Seharusnya ia tidak mencintai Radeva lebih dari apapun hingga ia jadi terlalu sedih saat kehilangan laki-laki itu, seperti saat ini.

Ya Allah, Maira minta maaf…

Tiba-tiba Maira merasa perutnya sangat sakit. “Awwssh… ”

“Astaghfirullah kenapa, Mai??” Abel dan Zulaikha langsung panik.

“Sakitt… ”

Maira memegangi perutnya yang sakit, sangat sakit. Ketiganya menunduk menatap cairan kental yang mengalir di lantai. Maira pendarahan!

“Astaghfirullahaladzim.”

Abel langsung mengambil kunci mobil dan membantu Zulaikha memapah Maira menuju mobil untuk sesegera mendapatkan penanganan di rumah sakit.

“Unda enapaa??” panik Hasbi.

“Kak Maira kenapaaa??” panik Fla dan Chiko.

“Fla, Chiko, tolong kalian jaga Hasbi Haura ya? Kita mau ke rumah sakit,” pesan Abel sebelum melajukan mobilnya.

“Iya, Mah.”

Abel langsung melajukan mobilnya.

“Unda enapaaa??” tanya Hasbi sambil menangis. Fla dan Chiko terus menenangkan anak itu meski sebetulnya mereka berdua juga sangat khawatir dengan kakak mereka.

🥀

Di sebuah ranjang rumah sakit, terbaring seorang perempuan pucat yang sedang memejamkan mata. Abel dan Fla duduk di bangku sisi ranjang perempuan itu. Keduanya menggenggam tangan Maira yang masih lengkap dengan peralatan infus, lalu menangis dalam diam.

Hanya mereka berdua yang saat ini berani menemui Maira. Zulaikha, Fatima, Hasbi, dan Annisa masih di luar ruang rawat Maira dan menangis di sana. Sedangkan Chiko dan Nino saling diam tanpa sepatah kata. Mereka terus menunduk sendu. Hati mereka semua hancur mendengar kabar duka yang terjadi pada Maira.

“Maafin Kakak, Mai… ”

“Maafin Kakak… Kakak gagal jaga kamu… ”

Fla mengusap-usap juga tangan Mamahnya agar tidak terus-menerus menyalahkan diri sendiri.

Meski dalam keadaan mata terpejam, bulir demi bulir air mata Maira mulai mengalir membasahi pipi. Ia telah kehilangan hadiah terakhir dari mendiang suaminya. Ia telah kehilangan buah hatinya dengan Radeva.

Kenapa, Ya Allah?

TBC

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang