80 : Bukber

77 9 0
                                    

02.21 AM

Maira dan Radeva duduk di tengah tempat tidur dengan kepala saling bersandar. Keduanya baru selesai mandi dan sekarang justru kedinginan, dan pastinya juga mengantuk!

“Dingin… ”

“Sini peluk, Sayang.”

Keduanya berpelukan.

Radeva merangkulkan tangan kanannya ke pinggang Maira, lalu merambah ke depan dan mengelus-elus perut perempuan itu. “Kalo memang ada kehidupan di sini, tolong jaga dia, Ya Allah,” doanya dalam hati.

“Aku ngantuk,” gumam Maira.

“Sama.”

“Ihh gaboleh tidur, Mas… nanti kita nggak sahur.”

“Tapi ngantuk, Mai. Capek.”

“Salah sendiri bandel,” gemas Maira sembari menarik hidung mancung suaminya.

Radeva terkekeh pelan. Ia bergeser lebih dekat dan mengecup puncak kepala Maira yang masih terbalut handuk. Sedangkan tangannya masih setia di perut perempuan itu. “Aku mau tanya sesuatu ke kamu, Mai.”

“Tanya apa?”

“Kamu udah maafin Nino?”

“Udah.”

Radeva ingin bertanya lagi “kamu nggak benci dia 'kan?” tapi tidak jadi. Tanpa bertanya pada Maira pun ia sudah tau jawabannya. Maira tidak membenci Nino. Maira bukan tipe orang yang suka membenci. Radeva tersenyum manis sambil manggut-manggut.

“Hari ini kamu beneran puasa?”

“Iya.”

Melihat raut muka Maira yang khawatir membuat Radeva menatap manik mata perempuan itu dalam-dalam. “Aku nggak papa, Sayang,” ucapnya meyakinkan.

Maira tersenyum tipis.

“Ya udah ayo sahur.”

Maira mengangguk.

Keduanya pun memulai kegiatan masing-masing. Sambil menggendong Haura, Radeva membangunkan Hasbi untuk sahur. Sedangkan Maira sedang menyiapkan menu sahur di dapur.

Radeva mengusap-usap pelan kepala Hasbi. “Hasbi… ayo bangun, Nak,” lembutnya agar Hasbi yang masih terlelap dengan nyenyak tidak kaget.

“Ental.”

“Ayo sahur, Nak. Katanya kemarin mau ikut sahur.”

Hasbi membuka mata. “Sahul?”

“Iya.”

“Ayo sahul, Ayahh.”

“Ayo, Sayang.”

Radeva mengangkat tubuh mungil Hasbi dan menggendong anak itu di bahu kanannya, sedangkan Haura di bahu kirinya.

“Nyanya nyanya… ”

“Kenapa, Sayang? Mau susu?”

Haura cemberut dan mulai menangis. “Cup cup cup, Sayang. Kok nangis sih? Mau sama Bunda ya?”

“Hula enapa nangis? Hula jangan nangis ya, anti Hula nda syantik agi ayak Unda.”

Dengan polosnya Hasbi mengusap-usap kepala Haura dan mencoba menenangkan bayi itu. Tapi tetap saja Haura masih menangis. Akhirnya Radeva bawa Haura ke Maira dan ia sendiri mengantar Hasbi untuk ke kamar mandi.

“Haura mau bubur, Sayang?”

“Bubububu bububu… ”

Maira tersenyum. Menu sahur sudah ia selesaikan semua. Setelah menyiapkan piring-piring, ia berganti kegiatan untuk menyuapi Haura. Bayi mungil itu terlihat gembira mengunyah buburnya. Yaaa meskipun sangat belepotan.

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang