Epilog

162 9 0
                                    

   Kami mencintai kalian. Sangat sangat mencintai kalian, Hasbi, Haura, Husain, Haula, dan mungkin adik-adik kalian yang coming soon ><. Percaya deh, kalian adalah hadiah terbaik di hidup kami. Kami sayangg banget sama kalian. Jadi anak-anak yang baik ya, Sayang ♡

Salam cinta,
Ayah, Bunda 

Hasbi tersenyum getir melihat isi buku sang Bunda yang semua halamannya penuh bekas air mata. Itu buku yang selalu ia dan ketiga adiknya baca berulang kali tanpa pernah sekalipun jenuh. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak buku itu telah mereka baca. Bahkan tiap kata di dalamnya sudah mereka hafal betul bagaimana semua terangkai menjadi bait-bait cinta.

Haura bergumam lirih. “Abi… kami sudah hafal tiga puluh juz. Kami dapat kucing yang Abi janjikan kapan?”

Hasbi dan Husain bergantian menyeka air mata di pipi kedua bidadari mereka.

“Jangan menangis lagi, cadar kalian basah loh. Hati-hati kena ingus,” canda Husain. Hasbi, Haura, dan Haula kompak terkekeh.

Tok tok tok

Seorang wanita datang menghampiri dan dengan lembut mengusap-usap kepala satu per satu dari keempat remaja berpakaian hitam itu. Wanita berkhimar dengan warna senada pun tersenyum tipis. “Ayo kita berangkat, Sayang.”

“Paman sudah datang,” lanjutnya.

🤍

Hasbi dan ketiga adiknya terdiam menatap ketiga pusara di kanan kiri mereka. “Haul mau sentuh nama Bunda, Kak,” gumam Haula sembari meraba-raba tangan Haura.

Haura tersenyum tipis. Ia tuntun tangan sang adik menyentuh nisan berukir nama sang Bunda. Haula tersenyum. Ia letakkan bunga mawar putih di sana. Sebelumnya sudah ia letakkan juga bunga mawar putih di pusara kedua ayahnya, juga pusara kakek dan nenek.

“Bunda, Ayah, kami mau belajar di Tarim. Kami ingin jadi anak-anak yang bisa buat bangga Ayah Bunda di sana,” riang Haula.

Berbeda dengan Haura yang sedang menunduk sedih. Lama-kelamaan gadis itu mulai menyeka air mata.

“Bunda, Haura rindu… ”

“Haura rindu Bunda, rindu Ayah Deva, rindu Ayah Nino… ”

Kini Hasbi, Haula, dan Husain berganti menggenggam tangan Haura bermaksud menyalurkan kekuatan untuk gadis itu. Hasbi pun merengkuh lembut Haura yang sudah menangis sesenggukan, lalu Haula, lalu Husain. Hasbi merengkuh ketiga adiknya. “Ayah Bunda sedang istirahat. Insya Allah beliau-beliau sudah tenang di sisi Allah.”

“Kita berdoa saja. Semoga di surga nanti kita semua bisa ketemu lagi. Semoga di sana kita bisa kumpul sama-sama lagi. Aamiin… ”

Semua mengamini.

Termasuk beberapa keluarga yang berdiri di dekat mereka.

Hasbi menoleh ke arah kanan. Lelaki itu memandang keluarga-keluarga dari ketiga orangtuanya yang sejak dulu begitu menyayangi mereka. Hasbi tersenyum. Ia pun kembali mengeratkan pelukannya pada sang ketiga adik. Hasbi bergumam.

“Kakak sayang kalian.”

Itu gumamnya.

بسم الله الر حمن الر حيم🤍

   Tentang kamu,
   Kasihku

   Hari itu, menjadi saksi bisu bahwa aku telah kehilanganmu. Detik awal di mana raga elokmu tak lagi bisa memberi rengkuhan hangat penuh cinta untuk anak lemah ini.

   Setiap pagi, hari baru kulewati penuh angan. Berharap Tuhan mengizinkan kita bertemu walau sosokmu hanya sebuah bayangan.

   Tak bisa kuelak lagi, kala itu duniaku runtuh. Berputar seratus delapan puluh derajat membalik setiap rinci senarai asa. Melewati batas mimpi buruk yang pernah tercipta dalam benakku.

   Aku kelimpungan. Hidup yang kuimpikan denganmu hingga akhir hayat telah sirna. Yang tak akan pernah bisa pudar sekalipun masa berpendar menutup luka hatiku.

   Dulu, bahagia yang luar biasa hebatnya bisa melihat dunia setelah ku mati sementara. Karena yang ku lihat pertama adalah dirimu. Tapi sayang, itu tak berlangsung lama. Saat fajar menyingsing, seolah siraman cahaya matahari tak lagi memberi makna. Netraku terbuka, tapi aku tak lagi bisa melihatmu.

   Ayah… Bunda…
   Kehadiran kalian menjadi noktah percayaku akan dikara makna cinta. Aku juga percaya satu hal lagi, bahwa cinta itu benar adanya. Cinta itu murni, selagi kita yang mencinta tak menodai.

   Ayah… Bunda…
   Aku rindu. Aku rindu ketiga cinta kami. Sudah tidak ada lagi istilah yang bisa mendefinisi renjana ini.

   Ayah… Bunda…
   Maaf jika anak kecil ini tak kunjung pulih. Maaf jika anak kecil ini belum bisa menjadi yang terkuat dan terhebat. Maaf jika anak kecil ini masih begitu cengeng.

   Wahai Sang Maha Cinta…
   Tiga cinta yang pernah Kau hadirkan dalam hidupku telah Kau ambil. Sendu yang pernah Kau titipkan di hati kecil ini telah berangsur mendewasakan sukma yang hampir tak berpenghuni.

   Maaf jika hamba ini terlalu kufur atas segala nikmat yang Kau beri. Maaf jika hamba ini mungkin belum sepenuhnya ikhlas menerima takdir terindah-Mu.

   Wahai Allah…
   Jaga Ayah Bunda kami di sana. Bahagiakan mereka. Berikan mereka tempat peristirahatan yang terbaik di sisimu. Maafkan semua kesalahan mereka. Izinkan mereka beristirahat dengan begitu nyenyak dan tenang.

   Wahai Allah…
   Kini ada satu lagi pintaku. Tolong pertemukan kami kembali di Jannah-Mu nanti. Kami sangat ingin bertemu lagi. Bertemu tiga cinta yang saling mencintai karena kecintaan pada-Mu. Kami mohon. Kami rindu.

Atas nama cinta,
- H

— Romansa Cakrawala —
Ditulis oleh A. Iklim
alfyixx

Romansa Cakrawala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang