Rizal dan teman-tamannya sudah sampai di rumah teman Zaky yang merupakan ketua Osis SMA Nusa. Banyak orang yang memenuhi rumah dan sekitarnya isak tangis terdengar lambat laun.
"Makasih kalian udah dateng," ucap Zaky dengan wajah sendu.
"Kita teman," kata Rizal diangguki yang lainnya, lalu Reza menyerahkan amplop putih pada Zaky yang langsung saja ia berikan pada Ibu almarhum di dalam.
"Gue penasaran penyebab tawurannya terjadi," kata Zaky yag sudah kembali dan duduk bergabung lagi.
"Lo kan yang sekolah di sana masa gak tau apa-apa?" tanya Alfin dengan heran.
"Gue anak buangan kalau lo lupa," jawab Zaky dengan menundukan kepala membuat Reza menggeplak belakang kepala Alfin dan berbisik.
"Bego dipelihara," bisiknya membuat Alfin cengengesan karena lupa akan hal itu.
"Kita cari tau semua" kata Rizal membuat mereka menoleh, "Tapi kalau kalian gak ingin terlibat, gue sama komunitas balapan yang tangani."
"Serius, Zal?" tanya Anggi tak percaya.
"Komunitas balapan gue lebih jago soal cari informasi," jawab Rizal.
"Sombong amat!" sahut Alfin.
"Gue pengen ikut, tapi gue gak bisa nyari masalah lagi. Cukup nilai gue yang jeblok," kata Zaky.
"Gak apa-apa, serahkan semuanya pada, Bambang Rizal," kata Reza.
"Lo ikut, Za," seru Rizal.
"Gue? Oh, tidak bisa, Roma!" sergah Reza.
"Alay lo," sahut Aksal. Mereka pun menertawakan Reza yang cengengesan. Setelah beberapa lama di rumah Almarhum, mereka pun pamit pada tuan rumah dan meninggalkan rumah duka itu.
"Za! Itu bukannya Vira ya? Kok dia ada disini?" tanya Rizal dengan pelan membuat mata Reza segera bekerling mencari sosok itu.
"Lah iya, ngapain tuh bocah di sini?" tanya Reza dengan penasaran.
"Mungkin dia kenal sama korban."
"Jangan nakutin gue lo!"
"Cuman ngomong doang!" Reza tak henti-hentinya menatap Vira yang tak melihatnya, tampak gadis itu memasuki rumah duka.
"Ayo cabut!" seru Aksal menyadarkannya.
"Kalian duluan deh, gue ada urusan!" kata Reza diangguki mereka yang segera melaju meninggalkannya sendirian.
Reza pun segera berbalik dan berjalan menuju rumah itu lagi dan ia terkejut saat mendengar makian yang tercurah dari Ibu Korban. Reza segera bersembunyi di balik tembok besar itu dan menguping percakapan. Terdengar isak tangis dari bibir mungil Vera yang terus meminta maaf meski ia tak melakukan kesalahan.
"Pergi kamu dari sini! Saya gak sudi kamu melihat anak saya lagi!"
"Maafin Vira, Tante. Izinin Vira liat Tama sebentar aja."
"Jangan sebut nama dia! Sekarang kamu pergi! Jangan pernah menginjakan kaki di rumah ini lagi!"
"Mah, udah kasihan Vira, ini bukan salah dia, Mah."
"Tio! Jangan belain gadis itu! Gara-gara dia adik kamu meninggal!" Vira tak kuasa lagi dan tangisnya semakin deras. Ia berdiri tegak dan pamit pergi meski pamitnya tak diindahkan oleh siapa pun. Ia berlari keluar mengusap air matanya yang tak kunjung reda. Di balik tembok, Reza terpaku ‘tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apa hubungan korban yang bernama Tama itu dengan Vira?
***
Usai mengantar Fabia membeli bahan prakteknya Rizal segera menancap gas menuju basecamp Batrex geng motornya yang terdiri dari 17 anggota. Ia sebagai ketua dan Anggi sebagai wakil ketuanya. Tak lama ia memasuki gang sempit yang dindingnya penuh coretan pilox, segera ia menepikan motornya di parkiran kecil dekat markas Batrex. Rizal heran melihat beberapa anggotanya tengah berkumpul, ia segera menghampiri dan melihat keadaan.
"Zal, Gino di keroyok geng nya Rudi," kata Yosep membuat Rizal kaget dan segera melihat Gino yang babak belur kini tengah diobati oleh Marta dan Jian.
"Pelan-pelan, Ajig!" seru Gino menatap tajam Marta.
"Tahan bentar, jangan lemah lo!" kata Marta tiada ampun.
"Pak bos sakit, Pak Bos," ucap Gino merengek saat Rizal sudah berada di hadapannya.
"Lo nyari masalah?" tanya Rizal menatap Gino dengan tajam.
"Mana ada gue nyari masalah, gue cuman lewat tiba-tiba aja mereka nyerang mana gue tau," jawab Gino, Rizal menghela napas dan memakai helmnya.
"Lo semua tunggu di sini. Jangan ngikutin gue!" kata Rizal dan kembali menaiki motornya.
"Zal lo mau ke mana? Jangan nyari masalah, woy!" seru Jian dengan lantang.
"Mereka yang nyari masalah duluan," sahut Rizal dan segera melaju meninggalkan basecamp.
"Gimana, nih?" tanya Marta menatap semuanya.
"Biarin aja, dia gak bakalan kenapa-napa," jawab Samsul dengan santai.
"Asu, gak bakalan kenapa-napa pala lo," Marta.
"Mending kalian susulin sana, dia pasti nyamperin si Rudi tabuti," Jian.
"Ogah!"
Di tempat lain...
Rizal memacu motornya dengan kecepatan penuh tidak kenal rasa takut, bahkan nyalip sana-sini sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari. Tak jarang pengendara lain beristigfar, memaki, dan menyerunya dengan kesal, tapi semuanya tak diindahkan oleh cowok itu.
Ia menghentikan motornya di depan sebuah rumah dan segera turun dari motornya, lalu masuk begitu saja tanpa peduli satpam menegurnya.
"Mana Rudi?" tanya Rizal pada salah satu anggota Rudi yang tengah santai di kursi tampak terperanjat saat melihat Rizal.
"Ru... Rudi ada di dalam, panggilin sana," ucapnya menyuruh teman di sampingnya yang segera menyusul ke dalam.
"Ada perlu apa sama, Rudi?" tanyanya yang segera berdiri menghampiri Rizal dengan wajah heran. Tanpa aba-aba Rizal menonjok perutnya membuat cowok itu mengaduh dan menatap Rizal tajam.
"Apa maksud kalian ngeroyok temen gue?" tanya Rizal dengan menahan emosi.
"Karena dia berani lewat kawasan kita," jawabnya dengan menahan sakit.
"Lo pikir jalanan punya bokap lo? Sialan lo!"
Rizal kembali melayangkan pukulannya, tapi kali ini cowok itu membela diri hingga keduanya terjadi aksi saling memukul dan menendang. Rizal menghujamnya dengan pukulan tanpa ampun. Ia mengingat babak belur yang ada di wajah Gino dan ia memukul di tempat yang sama seperti yang di rasakan Gino.
Setelah beberapa menit Rizal menghela napas yang terengah-engah. Ia telah menyudutkan cowok itu ke tembok dan mencengkeram kerahnya dengan kuat.
"Lepasin dia," ucap seseorang membuat Rizal menoleh dan mendapati Rudi beserta beberapa anggota yang berdiri di belakangnya. Rizal menghempaskan tubuh cowok yang sudah tak berdaya itu tersungkur ke lantai. Rizal menghela napas dan menepis-nepis kedua telapak tangannya.
"Impas!" ucap Rizal menatap Rudi dengan tajam, Rudi berjalan mendekat dan tersenyum sinis menatapnya.
"Sekarang bosnya yang turun tangan?" tanya Rudi dengan tertawa menyebalkan dan menepuk-nepuk bahunya, segera Rizal menepisnya dengan tenang.
"Gak usah lo ngusik anggota gue. Udah kalah balapan masih aja nyari masalah!" kata Rizal dengan tajam membuat Rudi menatapnya sinis.
"Santai aja, itu karena anggota lo yang salah," Rudi menatapnya nyalang, lalu menoleh ke belakang untuk menginstruksikan teman-temannya menyerang Rizal. Rudi mundur dan tersenyum mengejek.
"Selamat bersenang-senang," ucapnya dan memabalikan badan meninggalkan halaman. Rizal ingin sekali menjambak rambut landak itu. Ia mundur ke tempat yang luas, lalu mulai menepis perlawanan anggota Rudi yang berjumlah belasan. Hampir saja ia kewalahan. Mereka sangat kuat dan beringas, tapi bagi Rizal itu tak jadi masalah selama ia masih bernapas akan ia tangani.
⁝⁞⁝⁝⁞⁝⁝⁞⁝⁝⁞⁝
Next...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kulkas Aktif《Completed》
Genel Kurgu『DILARANG KERAS PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN! - Mengandung kata2 makian dan kasar - Harap bijak dalam membaca - Vote untuk saling menghargai - Komen agar makin akrab - Baperan gak usah baca -SEKIAN TERIMA GAJIH😘』 Remaja yang cuek dan masa bodo...