87. Mengingat

6 4 0
                                    

           "Aku pergi ya?" tanya Fabia tersenyum pada Tian yang mengangguk.

"Hati-hati, kabarin kalau ada apa-apa" jawab Tian dan membuat Fabia mengangguk. Keduanya pun segera berpisah di jalan yang berbeda.

Tian menatap kepergian Fabia, ia tersenyum tipis. Setelah itu ia pun membalikan badannya dan berjalan berlawanan arah dengan gadis itu. Entahlah, setelah kehadiran Fabia mampu membuat Tian lebih sering tersenyum dari biasanya ia tak peduli seperti apa masalalu Fabia atau bersama siapa ia di masalalu baginya hari ini bukan lagi masalalu.

Jika sudah bersamanya, tidak ada alasan untuk mengingat, membahas, atau menyinggung masalalu. Karena masalalu sudah berlalu, tidak akan terulang kembali.

Tian berbelok menuju gang Rumahnya, lalu langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang ia kenal tengah bediri, bersandar di tembok dan behunya bergetar mengisyaratkan bahwa gadis itu tengah menangis.

"Tesa?" gumam Tian dan berjalan menghampiri nya.

"Tesa! Tesa lo kenapa?" tanya Tian dengan panik dan menyentuh kedua bahunya berusaha menatap wajah itu meski tidak jelas karena cahaya lampu jalan yang redup.

"Siapa yang ngelakuin ini sama lo? Tesa! Bilang sama gue! Siapa yang berani kek gini sama lo?!" seru Tian dengan marah melihatnya.

Tesa mengangkat wajahnya dan menepis kedua lengan Tian dari bahunya.

"Kak Tian habis dari mana? Tumben pulang malem" kata Tesa menatapnya dan tersenyum tipis membuat Tian tampak kesal.

"Berhenti pura-pura! Jawab pertanyaan gue!" Tesa memudarkan senyumnya dan menghela nafas.

"Jangan bilang sama Papah ya? Apalagi sama Mamah. Nanti Tesa di pindahin ke Solo, Tesa gak mau" kata Tesa merapatkan bibirnya dan berjalan melewati Tian, Tian segera menjajari langkahnya.

"Karena Rizal kan?" tanya Tian dengan curiga, Tesa menoleh sekilas dan kembali menatap kedepan.

"Ternyata bener kata Kak Tian. Tesa kacau kalau masuk ke dunia kak Rizal"

"Siapa yang ngelakuin ini? Temen sekelas lo?"

"Kali ini bukan mereka, mungkin fans nya Kak Rizal"

"Tesa, udah gue bilang lo gak perlu deket sama Rizal agar lo bebas dari mereka. Lo selalu larang gue buat jagain lo"

"Kak Tian, Tesa gakpapa. Lagian udah biasa"

"Tapi ini keterlaluan! Rambut lo berantakan"

"Gakpapa, Tesa mau ketemu Kak Rizal. Siapa tau kalau dia liat Tesa kayak gini Kak Rizal mau maafin Tesa"

Tian mendengus sebal dan menoleh pada Tesa dengan tatapan segit. "Rizal lagi! Apa sih yang lo suka dari dia? Cowok kasar kayak gitu lo sukai!"

"Kak Rizal gak kasar lho Kak Tian. Mungkin kalau lagi ada masalah aja Kak Rizal bersikap dingin"

"Lo di cuci otak nya sama dia!"

"Kak Tian, Kak Rizal itu sebenarnya hangat gak dingin kayak biasanya. Kak Tian aja yang enggak tau. Tesa masuk dulu ya, selamat malam Kak Tian" Tesa berbelok memasuki gerbang rumahnya melambaikan tangannya pada Tian.

"Efek bucin ngeselin" gumam Tian sedikit kesal.

Tian masih ingin berbicara dengan nya, tapi ia lihat Tesa sudah tampak lelah dan capek jadi ia membiarkannya. Tian segera menyebrang dan memasuki pekarangan rumahnya.

****

      Siang hari yang cukup panas, Rizal memilih keluar dari ruang rawatnya dan berjalan di koridor untuk mencari udara segar ia mendorong infus dengan hati-hati menuju ke arah balkon, sejak semalam ponselnya terus berdering panggilan dari Faisal dan Ibunya yang tak kunjung ia angkat.

Kulkas Aktif《Completed》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang