Chapter 7 | Ceramah

143 45 180
                                    

Hii kalian?

Malam ini, ketemu lagi sama Adel dan Qen. Kira-kira ada yang  kangen sama mereka gak nih?

Sebelumnya, maaf ya, baru sempat update hehe...

Udah deh itu aja :)

♡Happy Reading♡

^^^

“Pintar-pintarlah untuk menaruh hati. Salah tempat, repot sendiri.”


Mobil Qen berhenti di pinggir jalan yang berdampingan dengan taman dekat sekolah. Qen keluar dari mobil dengan wajah masamnya, meninggalkan Adel yang tengah duduk manis di dalam mobil setelah memenangkan perdebatan kecil dengan lelaki itu.

Mereka berdua sempat memperdebatkan masalah Adel. Qen memaksa gadis itu untuk ke rumah sakit, namun Adel tetaplah Adel, sosok gadis yang paling anti rumah sakit. Jadi, saat Qen mengatakan akan membawa Adel ke rumah sakit gadis itu langsung menolak keras-keras ajakan Qen.

Bagi Adel, rumah sakit itu bukanlah tempat menyembuhkan, melainkan adalah tempat yang menumbuhkan kembali luka lamanya. Adel ingin menjauh dari tempat itu.

“Makan.”

Adel menerima roti cokelat yang dilemparkan oleh Qen kepadanya tanpa aba-aba.

“Maka—“

“Jangan buka suara sebelum gue perintah.”

Adel mengulum bibirnya ke dalam seraya mengangguk lucu. Dia menatap Qen tanpa berkedip, sampai-sampai mengabaikan roti cokelat yang saat ini masih berada dalam pelukannya.

Adel memperhatikan Qen. Lelaki itu menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, kebiasaan yang selalu Qen lakukan sebagai pemanasan bahwa lelaki itu bersiap untuk menceramahinya. Adel sudah paham itu.

Qen menatap Adel, kemudian menggelengkan kepala, “Gue cuman suruh lo untuk jangan buka suara, bukan jangan buka mulut. Kenapa enggak dimakan?”

Adel mengerjap. Dia masih belum bisa menyaring perkataan yang Qen maksud, entah kenapa kali ini otaknya berjalan sangat lambat membuat otak Adel berjalan persisi seperti keong.

Tapi, bukannya otak Adel memang selalu lambat ya?

Qen menghembuskan napas. Dengan Adel kesabarannya memang sangat diuji.

Lelaki itu merampas roti yang berada di tangan Adel, lalu membukanya dan memberikan kembali kepada gadis di sebelahnya.
Adel menerimanya. Perlahan, gadis itu mulai memasukkan roti tersebut ke dalam mulut sendiri.

“Kenapa lo bisa berantem? Lo tau kan, catatan pelanggaran lo udah numpuk. Sebentar lagi mau kenaikan kelas, gue gak mau lo tinggal kelas. Karna itu, bencana alam buat gue.”

Karna kalau sampai tahun ini Adel benar-benar tidak naik kelas, sudah Qen pastikan dirinya yang akan menjadi sasaran utama oleh Bundanya.

“Lo itu cewek, kurangin petakilannya. Dan berhenti buat masalah.”

Adel mengaguk, dengan mulut yang masih asyik menikmati rotinya.

Adelia's WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang