Ya ampun, aku berdosa banget udah pernah bilang mau cepet-cepet up, tapi malah udah beribu-ribu detik nggak update-update :(
Dan ini baru update lagi!
Pengangguran, tapi sibuknya naudzubillah...
Lain kali aku nggak mau kasih harapan ke kalian lagi deh.
Maaf, untuk yang udah menunggu lama cerita ini up lagi ^_^
♡Happy Reading♡
^^^
Yang sekarang ingin gadis itu lakukan hanyalah mengikuti jalan pikirannya, dan menentang naluri yang semakin menggerogoti relung hatinya.
Adel sadar, apa yang ia lakukan pada akhirnya memang akan menyakiti dirinya sendiri. Namun, Adel sudah memantapkan dirinya. Perlahan, pasti ia bisa menghapus satu nama yang sudah lama bersemayam di dalam hatinya ini.
“Ardhan?”
Qen terdiam sesaat setelah membeo. Pikiran lelaki itu langsung menerawang untuk mencoba kembali mengingat-ingat orang dari pemilik nama yang baru saja ia sebut.
“Ardhan Januar maksud lo?”
Sebenarnya Qen tidak yakin tebakannya benar atau tidak. Sebab, ada dua orang dengan satu nama yang sama yang dikenali Qen saat SMP. Qen menyebut nama tadi karna pemilik nama tersebut memang cukup terkenal di SMP-nya dulu.
Sementara gadis dengan piama tidurnya hanya mengedikkan bahu, dibuat secuek mungkin. “Enggak tau," jawabnya.
Tangan Adel terulur, mengamit sebuah komik berukuran kecil kemudian membukanya. Berpura-pura membaca, padahal pikirannya mengelana.
"Enggak tau?"
Qen menggeleng tidak percaya. Namun, hal-hal kecil seperti ini memang seharusnya sudah sewajarnya dimaklumi, mengingat sosok Adel memang ... pikun.
"Hm."
Mungkin lebih tepatnya bukan tidak tahu, tetapi Adel memang melupakan nama panjang orang yang sempat mengantarnya pulang. Ya, mau bagaimana lagi? Kalian tahu sendiri otak Adel itu mendekati punah bukan?
Saat bertemu lelaki yang disebuat Adel dengan Ardhan saja gadis itu hanya bisa mengenali wajahnya tetapi lupa akan namanya.
"Lo yakin dia temen SMP kita?"
"Dia bilangnya gitu."
Dan Adel dengan gampangnya percaya begitu saja?
Qen menghela napas pelan. Sifat inilah yang selalu membuat Qen mencemaskan Adel.
“Lo itu jadi orang harus punya rasa waspada sedikit, Del,” geram Qen. "Jangan mudah percaya sama omongan orang. Kalo dia cuman ngaku-ngaku aja gimana?"
Sifat masa bodo Adel-lah yang kerap kali membuat Qen kesal. Adel itu selalu menganggap orang yang tidak pernah mengusiknya berarti orang itu tidak perlu gadis itu waspadai, sekali pun kepada orang yang baru dia kenal.
Padahal, hati manusia kan—selain si empu dan pencipta—tidak ada yang tahu. Bisa jadi, sikap baik yang ditunjukkan tidak sama dengan apa yang ada di dalam hatinya.
"Gue kenal dia, cuman lupa nama aja. Lagian Qen, gue nggak suka menyimpulkan sesuatu hal yang baru pertama kali gue lihat."
Karna tidak semua orang yang berpenampilan seperti preman, maka orang itu juga akan mempunyai tingkah laku layaknya penjahat.
Adel akan berani menilai seseorang jika gadis itu sudah mengenal lama dengan orang tersebut.
"Oke, gue paham. Tap—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Teen FictionLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...