Hay-hay ... akhirnya ketemu lagi sama Adel dan Qen.
Kira-kira ada yang kangen sama mereka nggak nih?
Ohya, maaf ya, Jum'at kemarin nggak up, kebetulan lagi sibuk, wkwk...
Udah sih, cuman mau ngomong itu aja, xixi...
♡Happy Reading♡
^^^
Jam istirahat sudah berlangsung selama dua puluh menit, tandanya setengah jam lagi bel masuk akan segera berbunyi dan para siswa akan kembali dipertemukan oleh soal PAS.
Sekarang, Qen dan kedua sahabatnya tengah berada di ruang kantin sekolah. Bukan hanya ada Qen, Rafli dan Dino saja, tetapi Adel serta Ocha juga berada di sana, dalam satu meja yang sama.
Saat PAS, biasanya suasana kantin tidak terlalu ramai jika istirahat berlangsung. Para siswa memilih menggunakan jam istrirahat untuk belajar sebelum bel masuk berbunyi. Namun, suasana PAS kali ini sedikit berbeda. Wajah-wajah kelaparan tercetak jelas. Sepertinya mengerjakan soal PAS sudah menguras banyak energi mereka.
Mengingat kantin yang sangat ramai membuat Adel dan Ocha terpaksa menempati satu meja bersama para Most Wanted sekolah ini. Sebenarnya, hanya Ocha yang terpaksa, jika Adel sudah dipastikan gadis itu dengan lapang dada menerimanya.
“Kalian punya cita-cita?” Rafli bertanya, mengawali topik yang baru.
“Kenapa? Lo mau wujud’ in cita-cita kita semua?” Rafli menggeleng keras saat mendengar pertanyaan Adel yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Meraih cita-citanya sendiri saja dia kesulitan, apalagi membantu orang lain mencapai cita-citanya.
“Apa cita-cita lo, Qen?” Perhatian keempat orang yang berada di sana langsung tertuju kepada Qen.
Qen masih diam, raut wajahnya terlihat tengah berpikir. “Cita-cita gue... pindah planet,” jawabnya, terdengar melantur di telinga para pendengarnya.
Berbeda dengan Qen, yang mengucapkan itu dengan sungguh-sungguh. Dia ingin pindah planet, dimana di sana dia tidak dipertemukan dengan sosok gadis menyebalkan di depannya. Di planetnya yang baru dia akan hidup tenang. Membayangkannya saja sudah menciptakan seulas senyum di bibir lelaki itu. Namun, senyum itu raib saat suara Adel terdengar bagaikan godam yang seketika meruntuhkan bayangan indahnya.
“Kenapa nggak pindah alam aja?”
TUK!
Sendok di tangan Qen melayang, mencium kasar dahi Adel. Bersamaan dengan itu suara ringisan Adel terdengar. Wajah gadis itu berubah dongkol, menatap Qen dengan sebal.
“Cita-cita lo apa, Del?” Sejak keberadaan mereka di ruang kantin suara Dino baru terdengar. Tangan yang semula mengelus dahinya sendiri, terhenti. Suara gumaman Adel mengalun.
Qen yang turut merasa penasaran memilih mengabaikan batagornya. Jujur, selama hidup bersama Adel Qen tidak pernah tahu apa cita-cita gadis itu. Sebenarnya, Qen juga sedikit ragu jika Adel mempunyai cita-cita. Hidup Adel saja tidak mempunyai tujuan, bagaimana bisa gadis bodoh itu mempunyai cita-cita?
“Ngh... cita-cita gue ... nikah sama Qen,” jawab Adel, dengan tatapan yang menyorot Qen bersama senyum jahil.
Di tempatnya, Qen tersedak air ludahnya sendiri. Dengan gerakan cepat Qen mengamit es teh miliknya lalu meminumnya.
“Lo mau kan Qen, wujud’ in cita-cita gue?”
Qen terbatuk-batuk karna tersedak minuman. Lelaki itu memegang hidungnya yang terasa perih akibat kemasukan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adelia's World
Roman pour AdolescentsLayaknya hujan, cinta Adel terhadap Qen mengalir deras. Cintanya seperti derai air hujan yang berjatuhan. Banyak, dan tak terhitung berapa jumlah rintiknya. Namun, siapa sangka, jika di balik cintanya yang mengalir ada sebuah badai yang menghalau l...